NovelToon NovelToon
Khilaf Semalam

Khilaf Semalam

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Persahabatan
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: ayuwidia

Mencintaimu bagai menggenggam kaktus yang penuh duri. Berusaha bertahan. Namun harus siap terluka dan rela tersakiti. Bahkan mungkin bisa mati rasa. - Nadhira Farzana -


Hasrat tak kuasa dicegah. Nafsu mengalahkan logika dan membuat lupa. Kesucian yang semestinya dijaga, ternoda di malam itu.

Sela-put marwah terkoyak dan meninggalkan noktah merah.

Dira terlupa. Ia terlena dalam indahnya asmaraloka. Menyatukan ra-ga tanpa ikatan suci yang dihalalkan bersama Dariel--pria yang dianggapnya sebagai sahabat.

Ritual semalam yang dirasa mimpi, ternyata benar-benar terjadi dan membuat Dira harus rela menelan kenyataan pahit yang tak pernah terbayangkan selama ini. Mengandung benih yang tak diinginkan hadir di dalam rahim dan memilih keputusan yang teramat berat.

'Bertahan atau ... pergi dan menghilang karena faham yang tak sejalan.'

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 28 Menanti Kedatangan Wanita Yang Dicinta

Happy reading

Keheningan sesaat menyelimuti seisi ruang. Hanya terdengar kidung lara yang terwakili oleh helaan napas.

Terdiam. Mematung. Tak tahu harus berkata apa untuk menjabarkan rasa.

Namun sepersekian detik kemudian, Humaira memecah hening dengan melayangkan pertanyaan, "bagaimana ... kamu bisa melakukan dosa yang teramat besar itu?" Suara Humaira terdengar berat dan tertahan. Tercekat oleh rasa yang menyesakkan dada.

"Panjang ceritanya, May." Dira masih menunduk, menyembunyikan wajahnya dari Humaira. Ia benar-benar merasa malu dan hina di hadapan sahabatnya.

Dira pasrah dan ikhlas, jika Humaira menganggapnya sebagai manusia pendosa dan wanita mura-han. Bahkan mungkin membencinya.

"Ceritakan lah. Aku siap mendengarnya," ucap Humaira pelan--menanggapi jawaban yang diberikan oleh Dira.

Dira mengangguk lemah, lantas menceritakan semua yang terjadi. Bermula dari ketika dia menunggu kedatangan Aldi di Sunshine Cafe, hingga mengandung benih yang telah ditanam oleh Dariel dan mengambil keputusan yang teramat berat.

Terbata. Namun tidak ada yang terlewat sedikit pun.

Humaira menyimak dan menelaah setiap kata yang keluar dari bibir Dira. Tatapannya tak beralih pada wajah sahabatnya yang terbingkai sendu dan manik mata yang terhias kristal bening.

Kini ia mengerti alasan Dira menerima tawaran oma-nya. Tak lain hanya ingin menjauh dan menghilang dari kehidupan Dariel--pria yang telah diizinkan untuk menodai Marwah dan ayah biologis janin yang dikandung oleh Dira.

"Aku khilaf, May. Aku berdosa --" Bibir Dira bergetar ketika mengucapkan rangkaian kata itu, begitu juga tubuhnya. Dan air bening yang sedari tadi ditahan, kini dengan lancangnya tertumpah.

Meski teramat kecewa pada Dira, Humaira tidak bisa menyalahkan sahabatnya itu. Bahkan membenci dan menyebutnya sebagai seorang pendosa atau pun wanita hina.

Bukankah di dunia ini tidak ada makhluk yang sempurna, yang tidak pernah melakukan khilaf dan dosa?

Bahkan dirinya pun tak lepas dari dua hal itu, meski berbeda cerita dengan yang dialami oleh Dira.

Humaira segera merengkuh tubuh Dira yang bergetar dan membawanya ke dalam pelukan.

"Ra, semua orang pasti pernah berbuat khilaf dan dosa, tanpa kecuali. Jadi, jangan terus menerus menyalahkan dirimu sendiri, tapi bertobat lah dan berusaha berbenah. Minta ampun pada Allah dan mendekat lah pada-Nya. Kamu harus ingat, bahwa ampunan Allah lebih besar dari pada Murka-Nya. Dan cinta-Nya, melebihi cinta yang dimiliki oleh semua makhluk-Nya di dunia ini. Jadi, jangan mudah terperdaya pada cinta yang fana, apalagi sampai mengorbankan iman yang telah dianugerahkan oleh-Nya. Meski ujian yang kamu hadapi saat ini terasa berat, tapi yakinlah ... Allah akan memberi kemudahan," tutur Humaira disertai usapan lembut yang berlabuh di punggung Dira untuk menghadirkan rasa tenang.

"Iya, May." Dira mengangguk, mengamini ucapan Humaira.

Perlahan Humaira mengurai pelukan, lalu menyeka wajah Dira yang basah dengan jemari tangan.

"Sudah larut malam. Segera lah beristirahat. Jaga kesehatanmu. Jangan mengabaikan keselamatan janin yang berada di dalam rahimmu. Cintai dia dan jangan membencinya. Di balik ujian ini, pasti ada hikmah dan hadiah manis yang sedang disiapkan oleh Allah untukmu."

"Iya, May. Semoga."

"Andai Azam pulang, aku akan meminta dia untuk menikahi kamu dan menerima anakmu --"

"Jangan, May. Jangan pernah membebani Azam dengan permintaan seperti itu." Dira segera menyahut ucapan Humaira yang menggantung.

"Aku yakin, dia pasti nggak akan merasa terbebani. Apalagi yang dinikahi itu kamu, Ra. Wanita yang dulu pernah membuat Azam jatuh hati."

"May, saat ini dan mungkin selamanya ... aku tidak ingin menikah dengan siapa pun. Insya Allah, aku sanggup membesarkan anakku seorang diri, tanpa pria berstatus suami." Dira menekankan kata 'tidak'.

"Tapi, Ra --"

"May, maaf. Aku sudah sangat lelah dan mengantuk. Aku ingin segera beristirahat." Dira berusaha mengelak dari obrolan yang saat ini tidak diinginkannya dan Humaira memahaminya.

"Baiklah. Besok, kita bicarakan lagi."

"Nggak, May. Lebih baik, besok pagi kita segera berangkat ke desa tujuan. Tempat kita bertugas."

"He-em. Senyaman kamu, Ra. Sekarang ... tidurlah." Humaira menerbitkan seutas senyum dan mengusap bahu Dira, lantas beranjak dari posisi duduk dan berlalu meninggalkan sahabatnya itu.

Meski rasa kantuk sudah menghampiri, sepasang mata indah Dira masih serasa sulit untuk terpejam, terkalahkan oleh pikiran yang tak tenang dan rasa yang terus berkecamuk.

Ia merasa bersalah sekaligus berdosa karena telah meninggalkan ayah dan bundanya tanpa berpamitan langsung.

Dira yakin, saat ini mereka tengah mengkhawatirkannya dan berusaha mencari keberadaannya.

Ia menjadi ragu dengan keputusan yang telah dipilih.

Mungkinkah ini keputusan yang terbaik atau mungkin malah sebaliknya.

Di tempat yang berbeda, Dariel tampak termenung menatap langit malam. Kelam dan muram. Tanpa Sang Dewi Malam dan rasi bintang yang menemani.

Seperti dirinya saat ini. Muram, tanpa kehadiran wanita yang dicinta dan selalu ingin disanding nya.

Sampai larut malam, ia duduk sendiri di bangku taman. Menanti kedatangan Dira. Namun yang dinanti tidak juga menampakkan wajah ayu-nya. Bahkan nomer handphone-nya pun tidak aktif.

Dariel dilanda resah. Hati dan pikirannya serasa tak tenang.

Ingin datang menemui. Namun keraguan seakan melarang untuk pergi.

"Ra, kenapa kamu nggak datang? Apa mungkin, kamu ingin menjauh dariku lagi?" monolognya diikuti helaan napas panjang dan raut wajah yang menyiratkan sendu.

"Riel, masuk lah! Di luar dingin."

Suara Andra sukses mengalihkan atensi Dariel dan membuatnya refleks menoleh ke arah asal suara.

"Riel, jangan seperti anak kecil. Jadilah lelaki yang gentleman!" Andra kembali bersuara dan berjalan mendekat ke arah Dariel

"Kak, aku harus gimana? Sepertinya Dira ingin menjauh dariku lagi," ucap Dariel begitu Andra tiba di hadapan.

"Temui dia. Aku yakin, tadi ... dia datang ke pesta ulang tahunmu. Hanya saja, di waktu yang tidak tepat."

Dariel menarik kedua pangkal alisnya dan menatap Andra penuh tanya. "Maksud Kak Andra apa?"

Andra menerbitkan senyum, kemudian menjatuhkan bobot tubuhnya di bangku taman, bersebelahan dengan Dariel.

"Riel, kamu masih ingat saat Maria menyentuh bibirmu?"

"Ya, aku ingat. Dia lancang sekali." Dariel berdecak kesal. Ia merasa ji-jik ketika mengingat adegan itu.

"Mungkin, Dira tiba di pesta ... disaat Maria menyentuh bibirmu. Begitu melihat adegan itu, Dira langsung pergi karena salah faham dan terbakar api cemburu."

Dariel terdiam dan berusaha menelaah argument yang disampaikan oleh Andra.

"Jika benar demikian, apa yang mesti aku lakukan, Kak?"

"Temui Dira dan jelaskan padanya mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Segera selesaikan masalahmu dengan menunjukkan sikap seorang gentleman."

"Baiklah. Aku akan menemui Dira malam ini juga."

"Besok pagi saja, Riel. Biarkan Dira beristirahat. Dia butuh waktu untuk menenangkan pikiran. Sekarang, masuk lah. Papa dan Mama menunggu mu di ruang keluarga. Seperti nya, mereka sudah nggak sabar ingin menerkam mu, karena kamu sudah menolak Maria. Calon menantu idaman Papa dan Mama."

Andra mengudarakan tawa, sementara Dariel hanya bisa menghembus napas kasar dan bersiap menghadapi kemurkaan kedua orang tuanya.

🌹🌹🌹

Bersambung

1
Reni Anjarwani
lanjut thor
Hikari Puri
dtgu up nya lg thor
Reni Anjarwani
doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up thor
Reni Anjarwani
doubel up thor
Najwa Aini
karya yg bagus. dikemas dengan tatanan bahasa yg apik, rapi, enak dibaca dan mudah dipahami..
sukses selalu buat Autor yg maniiiss legit kayak kue lapis.
Ayuwidia: Uhuk, makasih Kakak Pertama
total 1 replies
Najwa Aini
Dariel aja gak tau perasaannya senang atau sedih, saat tau Dira putus dgn Aldi.
apalagi aku..
Najwa Aini
perusahaan Dejavu??
itu memang nama perusahaannya..??
Ayuwidia: Iya, anggap aja gitu
total 1 replies
Najwa Aini
Ayah bundanya Dira kayak sahabatnya ya
my heart
semangat Thor
Machan
simbok aja tau klo Dariel lebih sayang timbang Aldi😌
Machan: amiiin


berharap🤣🤣
Ayuwidia: Dari Gold jadi diamond ya 😆
total 6 replies
Najwa Aini
ooh jadi Dira itu seorang dokter ya..
wawww
Ayuwidia: huum, Kak. Ceritanya gtu
total 1 replies
Najwa Aini
Amiin..
aku aminkan doamu, Milah
Najwa Aini
kalau dari namanya sih, kayaknya mang lbh ganteng Dariel daripada Aldi
Najwa Aini
ooh..jadi gitu ceritanya..
ya pastilah hasratnya langsung membuncah
Ayuwidia: uhuk-uhuk
total 1 replies
Najwa Aini
Tapi tetap aja keliatan kan Riel
Najwa Aini
omah kenangan yg asri banget itu ya
Najwa Aini
jadi ceritanya Dira lupa dengan ritual naik turun Bromo semalam gitu??
Machan
🤭🤭🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!