Pemuda 18 tahun yang hidup sebatang kara kedua orangtuanya dan adeknya meninggal dunia akibat kecelakaan, hanya dia yang berhasil selamat tapi pemuda itu harus merelakan lengan kanannya yang telah tiada
Di suatu kejadian tiba-tiba dia mempunyai tangan ajaib dari langit, para dewa menyebutnya golden Hands arm sehingga dia mempunyai dua tangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarunai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Han pun mencoba memfokuskan elemennya dan mengendalikannya. Setelah satu jam, akhirnya Han sudah bisa menguasai elemen kegelapan sepenuhnya.
Han melihat semua anggota Tengkorak Hitam sudah mati, bahkan orang yang sebelumnya menerima pukulan dari Ketua Long juga sudah mati akibat kehabisan darah di kepalanya. Untung saja di sini sepi, tidak ada orang yang lewat. Han mencoba mencari informasi tentang markas Tengkorak Hitam, tapi hasilnya nihil.
Han sudah memeriksa di dalam mobil dan seluruh badan mereka yang masih utuh, tapi yang ditemukan Han hanyalah tato tengkorak di belakang leher dekat bahu mereka.
Karena tidak menemukan apa yang dicari, Han pun pulang dengan motor barunya.
Lima belas menit di perjalanan, Han sudah sampai di rumahnya. Di sana, sudah terparkir mobil Lamborghini Urus di garasi.
“Tuan, tadi ada orang dari showroom mengantarkan mobil,” kata satpam.
“Sudah sampai ternyata, oke, terima kasih,” jawab Han sambil memarkir motornya dekat mobil barunya.
ia menatap mobilnya sebentar sebelum masuk kedalam villa berniat untuk mencobanya nanti malam.
Han masuk ke kamar mandi. Setelah selesai mandi, dia turun untuk makan malam. Saat sedang asik makan, ponsel Han yang tergeletak di atas meja makan tiba-tiba berdering.
Han yang melihat nama Klara di layar, tanpa pikir panjang Han langsung mengangkat panggilan tersebut.
“Halo, Klara. Ada apa?” tanya Han.
“Emang aku nggak boleh ya nelepon kamu?” terdengar suara Klara dengan nada malas, setengah bercanda.
“Bukan begitu maksud aku…” jawab Han agak gugup.
“Hahaha, bercanda kok. Nggak perlu tegang begitu,” sahut Klara sambil tertawa kecil.
“Sebenarnya aku ingin memberi kabar untukmu, tentang penjualan berlian yang aku buat menjadi perhiasan. Itu semuanya laku keras, banyak pembeli yang menginginkan perhiasan dengan berlian berkualitas super itu. Dan karena kami kehabisan berlian, jadi aku ingin membahas kerja sama kita. Bagaimana menurutmu?”
“Kerja sama seperti apa yang kamu inginkan?” tanya Han.
“Sebenarnya kurang sopan jika membahas bisnis lewat telepon. Tapi aku sudah tidak sabar untuk membicarakannya. Jadi begini, bagaimana jika kita berbagi hasil? Aku meminta tiga puluh persen dari hasil penjualan dan pembuatan perhiasan itu, karena kami juga membutuhkan biaya untuk pembuatan sertifikat. Untuk lebih jelasnya nanti setelah kita bertemu dan kamu menyerahkan berliannya,” kata Klara panjang lebar.
“Baiklah, aku setuju dengan usulanmu itu,” kata Han yang sudah percaya dengan Klara.
“Oke, kalau begitu aku akan mengurus berkas kerja sama kita. Nanti malam, jam delapan, aku akan ke rumahmu,” kata Klara.
“Tidak perlu, biar aku yang menemui kamu,” jawab Han.
“Jika begitu, nanti kita bertemu di toko saja. Sekalian bawa berliannya, biar besok kita bisa langsung bikin perhiasannya. Kamu tinggal terima beres saja,” ucap Klara.
Setelah membahas tentang kerja sama, Han meletakkan HP-nya di atas meja dan melanjutkan makannya yang sempat tertunda.
Malam harinya, Han mengendarai mobilnya menuju toko emas Klara.
Ciiit!! bunyi ban mobil saat Han memarkir di bawah tanah toko keluarga Subyo yang sangat besar dan bertingkat. Sebenarnya, di dalam bukan hanya berisi toko perhiasan, tapi juga ada salon kecantikan, spa, dan waxing. Han masuk ke dalam, di sana sudah ada Klara yang menunggunya sambil tersenyum saat melihat Han baru sampai. Toko perhiasan tersebut juga sudah terlihat tutup, tertulis jelas di pintu kacanya.
“Apa aku terlambat?” tanya Han saat mereka berhadapan.
“Tidak, ini baru jam 19.45, Ayo kita masuk” jawab Klara, sambil mengajak Han masuk.
Mereka pun masuk kedalam Toko dan naik ke lantai atas tempat ruangan Klara berada untuk membahas kerjasamanya.
“Kami harus menutup toko lebih awal karena banyak pelanggan yang marah. Berlian yang mereka inginkan sudah habis terjual. Kami sudah menjelaskan kalau tiga hari lagi berlian itu akan tersedia lagi,” kata Klara. “Jadi, apa kamu membawanya?” tanya Klara setelah mereka duduk di ruangan itu.
“Ini,” Han menyerahkan tas selempangnya. Setelah dibuka, penuh berlian berkilauan.
Klara melihat itu jelas terkejut. Dia tidak bisa tidak menanyakan dari mana Han mendapatkannya. Tapi Han berkata asal bahwa dia mendapatkannya dari warisan kakeknya, bahwa kakeknya dulu punya tambang sebelum bangkrut. Walaupun benar adanya bahwa dia mendapat warisan itu, tapi sebenarnya bukan dari kakeknya.
Klara yang mendengar penjelasan Han jelas tidak percaya alasan Han yang sungguh tidak logis. Tapi dia percaya bahwa Han tidak akan berbuat ilegal, dan mungkin saja Han ingin menjaga privasinya. Itulah yang dipikir Klara.
“Kalau sebanyak ini, kita bisa untung triliunan,” wajah Klara terlihat sangat bahagia.
“Iya, kamu atur saja semuanya, aku percaya denganmu,” Han refleks mengacak rambut Klara karena melihatnya begitu bahagia, sehingga Han juga ikut bahagia melihatnya.
Klara yang sadar rambutnya diacak oleh Han semakin bahagia dengan perlakuan Han yang sangat manis menurutnya, sehingga membuat kedua pipinya memerah merona.
Setelah menandatangani berkas kerja sama, mereka pun bersiap untuk pulang karena waktu sudah larut malam.
“Oh ya Han, kamu ke sini naik apa? Biar aku anterin ya,” ajak Klara saat mereka berjalan menuju parkiran.
“Tidak perlu, kebetulan aku sudah membeli mobil.”
“Biar aku yang anterin kamu. Ini sudah malam, tidak baik wanita secantik kamu pergi sendirian,” gombal Han.
“Dasar gombal,” katanya sambil mendengus, namun jelas sudut bibirnya terangkat tanpa bisa ditahan.
“Aku hanya mengatakan yang sebenarnya.”
“Ayo naik,” Han membuka pintu mobilnya.
Hati Klara semakin berbunga-bunga mendapatkan perhatian dari Han.
“Han, lihat itu… apa yang dilakukan para preman itu?!” seru Klara sambil menunjuk ke depan.
Di ujung jalan yang mulai sepi, terlihat tiga preman dewasa sedang memojokkan seorang anak kecil yang menangis tersedu. Salah satu preman sudah mengangkat tangannya, siap memukul bocah itu.
Han yang sudah melihat dari jauh tanpa pikir panjang turun dari mobil.
BRAK!
Suara pintu mobil terbanting keras. Han melangkah cepat ke arah mereka, wajahnya gelap, tatapannya tajam menusuk.
Dalam sekejap, saat tangan preman itu hampir menyentuh anak kecil, BUKK! Han sudah tiba di depannya dan menendang dada preman itu begitu keras hingga tubuhnya terlempar, menghantam tiang lampu jalan.
“Siapa kamu?! Sialan!” teriak temannya dengan mata melotot, sementara preman yang jatuh terbatuk darah.
Han mendengus tajam. “Sungguh tak bermoral… menyuruh seorang anak kecil mencari uang malam-malam kepentingan kalian sendiri.” Suaranya datar, dingin, tapi aura tekanannya begitu kuat hingga membuat Klara di belakang memeluk anak kecil itu erat, berusaha menenangkannya.
Han jelas marah apa lagi setelah tahu jika itu perbuatan dari tengkorak hitam hati kecilnya bergetar melihat seorang anak kecil di suruh mencari uang semalam begini sedangkan anak kecil itu terlihat sudah sangat kelelahan.
“Itu bukan urusanmu, bocah! Menjauh… dan serahkan anak itu! Atau kami akan menghajarmu!” bentak preman kedua, berusaha menutupi ketakutannya dengan gertakan.
Han tersenyum miring. “Menghajar aku? Salah besar… Aku yang akan menghajar kalian.”
Dalam sekejap, Han menghilang dari pandangan. BUK!! Preman kedua terpental jauh, menghantam pembatas jalan dengan suara keras, tubuhnya mengejang setelah mengeluarkan darah dari mulut.
Preman pertama, yang tadi sempat bangun, kini kembali jatuh terduduk, tubuhnya gemetaran. Wajahnya pucat, matanya penuh teror.
Han berjalan pelan mendekat.
"A-Ampun Tuan, ja-jangan bunuh saya" katanya meringkuk kebelakang.
Krakk!!
Arghhh!!!!
Terdengar tulang Patah dan teriakan kesakitan saat Han, menginjak kaki preman itu.
Han menunduk sedikit, wajahnya setipis bayangan yang mencekam. “aku tidak akan membunuhmu jika kau memberi tahu. Di mana markas utama Tengkorak Hitam.”
"B-baik tuan saya akan mengatakan nya, markas utama kami berada di pinggir kota arah timur" jawab preman ketakutan sambil memegang sebelah kakinya.
"kata kan pada pemimpin dan bos kalian bersiap aku akan menyerang markas kalian"
Setelah itu Han pergi dia sengaja tidak membunuh preman itu agar mendapatkan informasi dan menyampaikan pesan darinya.