NovelToon NovelToon
MAFIA'S OBSESSION

MAFIA'S OBSESSION

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Mafia
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)
Areta dipaksa menjadi budak nafsu oleh mafia kejam dan dingin bernama Vincent untuk melunasi utang ayahnya yang menumpuk. Setelah sempat melarikan diri, Areta kembali tertangkap oleh Vincent, yang kemudian memaksanya menikah. Kehidupan pernikahan Areta jauh dari kata bahagia; ia harus menghadapi berbagai hinaan dan perlakuan buruk dari ibu serta adik Vincent.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Keheningan di ruang VIP itu kembali terusik oleh ketegangan yang berbeda.

Vincent, meski baru saja melewati maut, tidak kehilangan sedikit pun sifat dominannya.

"Berhenti bicara, Vincent. Kamu baru saja dioperasi, hemat energimu," tegur Areta pelan, berusaha menutupi rasa cemasnya dengan nada dingin.

Vincent menatap wajah istrinya yang sedang mengomel.

"Aku ke kantin dulu, Vin. Aku lapar."

Areta hendak beranjak dari kursinya, namun dengan gerakan kilat yang mengejutkan, Vincent

menyambar dan menggenggam pergelangan tangan Areta dengan kuat.

"Jangan pergi, Areta. Naik dan temani aku di sini. Biar Jonas yang membelikan makanan untukmu."

Jonas yang sejak tadi berdiri siaga di sudut ruangan langsung menganggukkan kepalanya tanpa menunggu perintah kedua.

"Saya segera kembali, Nyonya," ucapnya sebelum bergegas keluar dan menutup pintu rapat-rapat.

Areta menghela napas panjang dan ia sangat tahu jika membantah Vincent dalam kondisi seperti ini hanya akan membuang tenaga.

Dengan ragu, ia naik ke ranjang rumah sakit yang luas itu dan merebahkan tubuhnya di samping suaminya.

Aroma antiseptik bercampur dengan aroma tubuh Vincent yang maskulin mulai mengepung indranya.

Vincent langsung meraih tangan Areta, menariknya masuk ke dalam selimut dan mengarahkannya langsung ke balik celana pendek tidurnya.

Areta tersentak saat tangannya bersentuhan dengan 'senjata' Vincent yang sudah bangun dan menegang keras.

"Vincent! Kamu sedang terluka! Apa kau gila?"bisik Areta terperangah dengan matanya yang membelalak menatap wajah pucat suaminya.

"Buat dia tidur, Areta..." gumam Vincent dengan suara serak yang penuh gairah tertahan.

Napasnya mulai memburu, kontras dengan wajahnya yang masih tampak lemah.

"Aku tidak bisa menahannya lagi. Rasa sakit di dadaku tidak sebanding dengan rasa sesak di bawah sini karena menginginkanmu."

Areta menggigit bibir bawahnya saat mendengar perkataan dari suaminya.

Ia melirik ke arah pintu, takut ada perawat yang tiba-tiba masuk. Namun, melihat sorot mata Vincent yang memohon sekaligus memerintah, Areta akhirnya menyerah.

Daripada ia harus dipaksa dan berakhir dengan desahan yang mengundang perhatian di ruang perawatan ini, ia memutuskan untuk mengambil kendali.

Areta mulai menggerakkan tangannya dan melakukan apa yang diminta Vincent dengan ritme yang teratur.

"Ahhh..." Vincent mengerang, sebuah suara rendah yang sarat akan kenikmatan.

Mendengar suara itu, Areta panik dan segera menggunakan tangannya yang bebas untuk membekap mulut Vincent untuk meredam suara pria itu agar tidak terdengar sampai ke koridor.

Vincent menatap Areta dengan mata yang menggelap, menikmati sensasi dari tangan istrinya dan bekapan di mulutnya.

Ketegangan itu memuncak hingga akhirnya tubuh Vincent menegang hebat.

Di bawah bekapan tangan Areta, ia melepaskan sisa gairahnya.

Setelah semuanya berakhir, Vincent mengatur napasnya yang tersengal.

Ia menarik tangan Areta dari mulutnya lalu mengecup telapak tangan itu dengan lembut.

"Terima kasih, sayang. Itu jauh lebih baik daripada obat bius mana pun," bisik Vincent dengan senyum kemenangan yang tipis.

Areta hanya bisa menggelengkan kepalanya, merasa campur aduk antara kesal, malu, dan fakta bahwa ia baru saja melayani pria yang beberapa jam lalu hampir mati melindunginya.

Ia menarik tangannya kembali, memalingkan wajah untuk menyembunyikan rona merah di pipinya.

Areta segera turun dari ranjang dengan wajah yang masih terasa panas.

Ia bergegas menuju wastafel di dalam kamar mandi, membasuh tangannya berulang kali dengan sabun untuk menghilangkan sisa jejak gairah Vincent.

Tepat setelah ia keluar dari kamar mandi, pintu kamar terbuka.

Jonas masuk dengan membawa kantong berisi nasi goreng pesanan Areta. Aromanya yang gurih seketika memenuhi ruangan.

"Ini makanannya, Nyonya," ucap Jonas sopan.

"Terima kasih, Jonas. Aku makan dulu," balas Areta singkat.

Ia segera duduk di sofa yang terletak di sudut ruangan, berusaha menyibukkan diri dengan bungkusan nasi goreng itu agar tidak perlu menatap mata suaminya.

Jonas kemudian melangkah mendekati ranjang untuk memeriksa kondisi tuannya.

Ia mengernyitkan keningnya saat melihat napas Vincent yang masih sedikit memburu dan butiran keringat dingin yang membasahi dahi serta leher pria itu, padahal pendingin ruangan berfungsi sangat baik.

"Tuan Vincent..." Jonas menatap wajah pucat Vincent dengan bingung.

"Apa Anda baru selesai olahraga? Mengapa Anda berkeringat sebanyak ini? Apakah lukanya terasa sangat sakit?"

Vincent menyandarkan kepalanya di bantal, menyeringai tipis dengan raut wajah yang tampak jauh lebih rileks meski fisiknya lemah.

Ia melirik ke arah Areta yang sedang pura-pura asyik menyuap nasi goreng di sofa.

"Bisa dibilang begitu, Jonas," jawab Vincent dengan suara serak yang penuh kepuasan terselubung.

"Aku hanya melakukan sedikit 'terapi' untuk mempercepat pemulihan jantungku."

Jonas, yang sudah bertahun-tahun melayani Vincent, seketika menangkap maksud tersembunyi dari kata-kata tuannya.

Ia berdeham canggung, matanya beralih ke lantai, menyadari bahwa ia baru saja mengajukan pertanyaan yang salah di waktu yang salah.

"Ah, begitu. Baik, Tuan. Saya mengerti," sahut Jonas pelan, berusaha menjaga wajahnya tetap datar tanpa ekspresi.

Vincent kemudian menoleh ke arah Areta, menatap punggung istrinya dengan pandangan posesif yang tidak pernah pudar.

"Habiskan makananmu, Areta. Setelah itu, kembalilah ke sini. Aku masih butuh 'terapi' lanjutannya nanti malam."

Areta hampir saja tersedak nasi gorengnya saat mendengar perkataan dari Vincent.

Ia tidak menjawabnya, namun telinganya yang memerah sudah cukup menjadi jawaban bagi Vincent bahwa gadis itu mendengar setiap kata yang ia ucapkan.

Suasana canggung di dalam kamar itu mendadak terhenti saat pintu terbuka dan seorang perawat muda masuk untuk melakukan pemeriksaan rutin.

Perawat itu membawa nampan berisi obat-obatan dan tensimeter.

Begitu matanya tertuju pada Vincent, perawat itu tampak tersenyum lebar, menyesuaikan kerah seragamnya sejenak sebelum mendekat ke ranjang.

Ia tampaknya terpesona oleh ketampanan pria yang meski sedang pucat dan terluka, tetap memancarkan aura dominasi yang kuat.

"Selamat pagi, Tuan Vincent. Waktunya memeriksa tekanan darah dan mengganti perban Anda," ucap perawat itu dengan nada suara yang dibuat-buat menjadi manja.

Areta, yang masih duduk di sofa sambil mengunyah nasi gorengnya, tetap menunduk.

Ia menyendok nasinya lebih cepat, berpura-pura sangat sibuk dengan makanannya dan tidak memedulikan apa yang terjadi di ranjang.

Perawat itu mulai melingkarkan manset tensimeter di lengan Vincent.

Sambil bekerja, ia sengaja mencondongkan tubuhnya cukup dekat hingga rambutnya nyaris menyentuh bahu Vincent.

"Tuan Vincent sangat kuat, ya? Jarang sekali ada pasien yang baru siuman setelah operasi besar tapi sudah terlihat sesegar ini. Apa rahasianya?" tanya perawat itu sambil mengerlingkan matanya dengan berani.

Jonas yang berdiri di dekat pintu hanya bisa membuang muka, sementara Vincent melirik ke arah sofa.

Ia melihat Areta yang tampak sangat tekun menatap nasi gorengnya, seolah-olah makanan itu adalah hal paling menarik di dunia.

Vincent yang merasa diabaikan oleh istrinya, justru sengaja menanggapi godaan perawat itu untuk memancing reaksi Areta.

"Rahasianya? Mungkin karena aku memiliki motivasi yang kuat untuk segera bangun," jawab Vincent sambil menatap tajam ke arah Areta, meskipun kata-katanya ditujukan kepada perawat itu.

"Oh ya? Motivasi apa itu, Tuan?" tanya si perawat sambil terkekeh pelan, tangannya kini beralih memeriksa botol infus Vincent dengan gerakan yang sengaja diperlambat.

"Kalau saya yang merawat Anda setiap hari, saya pastikan Anda akan betah di sini."

Areta meremas sendoknya kuat-kuat saat mendengar setiap kata, setiap nada menggoda itu.

Hatinya terasa panas, namun ia tetap bersikap keras kepala.

Ia tidak ingin memberikan kepuasan pada Vincent dengan menunjukkan rasa cemburu.

"Jonas, nasi gorengnya enak sekali. Besok belikan lagi di tempat yang sama," ucap Areta yang tiba-tiba berbicara dengan suara keras.

Ia mencoba memutus suasana perawat yang menggoda suaminya.

Vincent menyeringai dan ia tahu Areta sedang meledak di dalam.

1
putrie_07
cinta gila😆😆😆😆
lanjut Thor💪😘
اختی وحی
ikut gemeter😄
اختی وحی
semangat thor,makin seru
my name is pho: terima kasih 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!