Menikahi sahabat sendiri seharusnya sederhana. Tetapi, tidak untuk Avellyne.
Pernikahan dengan Ryos hanyalah jalan keluar dari tekanan keadaan, bukan karena pilihan hati.
Dihantui trauma masa lalu, Avellyne membangun dinding setinggi langit, membuat rumah tangga mereka membeku tanpa sentuhan, tanpa kehangatan, tanpa arah. Setiap langkah Ryos mendekat, dia mundur. Setiap tatapannya melembut, Avellyne justru semakin takut.
Ryos mencintainya dalam diam, menanggung luka yang tidak pernah dia tunjukkan. Dia rela menjadi sahabat, suami, atau bahkan bayangan… asal Avellyne tidak pergi. Tetapi, seberapa lama sebuah hati mampu bertahan di tengah dinginnya seseorang yang terus menolak untuk disembuhkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon B-Blue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Hari di mana acara lamaran Avellyne dan Ryos tiba. Para sahabat keduanya telah berkumpul di kediaman Avellyne.
Daripada melakukan acara di gedung, Avellyne meminta untuk melakukan acara bahagia tersebut di kediamannya. Selain itu, tidak banyak orang yang diundang. Hanya keluarga inti, beberapa tetangga dan para sahabat dari pihak Ryos serta Avellyne. Tidak lupa pula, Ryos mengundang Marsha–rekan terbaiknya di kantor.
"Avel, loe cantik banget," ucap Vallerie tersenyum semringah dan tidak henti-hentinya memandangi Avellyne. Meski sesama wanita, dia terkesima melihat sahabatnya hari ini.
"Gue rasanya mau nikah lagi," ucap Vallerie lagi.
"Emang loe enggak trauma? Gimana kalau dapat suami yang suka KDRT kayak mantan loe." Avellyne membalas perkataan sahabatnya.
Hanna dan Chalista ada di sana, mereka berdua duduk di pinggiran ranjang. Perasaan Hanna masih saja ragu dengan Avellyne.
"Kalau dibilang trauma, enggak juga, sih. Cuma pernikahan sebelumnya adalah pelajaran untuk gue supaya bisa lebih selektif lagi dan yang terpenting harus realistis, bukan cuma mengandalkan perasaan aja. Karena ternyata mengandalkan cinta saja tidak cukup. Loe beruntung banget karena cinta Ryos enggak ada habisnya dari dulu."
Avellyne hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan Vallerie.
Ya, dia memang merasa beruntung karena Ryos sudah menyelamatkan dari perjodohan dan menyelamatkan warisannya.
"Sayang, kamu sudah selesai, kan? Keluarga Ryos sudah datang." Cintya menyusul ke kamar dan meminta anaknya untuk segera turun ke lantai satu. Di mana di ruang tamu, keluarga Ryos sudah menunggu begitu pun keluarga yang lain dan para sahabat mereka.
Masih acara lamaran saja penampilan Avellyne sudah terlihat begitu indah di mata Ryos, bagaimana saat hari pernikahan nanti?
Ryos sudah membayangkan calon istrinya itu bakal terlihat seperti boneka hidup.
"Avellyne memang terlihat cantik dari dulu. Tapi sekarang, penampilannya benar-benar terlihat berbeda." Regan yang merupakan sahabat dari Ryos dan Avellyne berkata dengan tatapan hampir tidak berkedip. Tentu saja dia terkesima.
"Ingat istri loe, Gan. Dia berdiri di sisi Avellyne."
Mendengar perkataan Ryos seketika Regan memalingkan wajahnya dan melihat sang istri yang berdiri di sisi lain.
Wajar saja jika Regan terkesima. Sebenarnya bukan hanya dia seorang. Para tamu yang ada di ruangan tersebut pun melihat Avellyne tanpa berpaling.
Ketika Avellyne sudah begitu dekat dengan Ryos, dia menyalim orang tua Ryos dilanjutkan menyalami Tante, Om dan sepupu dari calon suaminya itu.
"Avel!" Diajeng–Mami Ryos memeluk calon menantunya dengan perasaan bahagia dan penuh haru.
Sudah sejak lama wanita paruh baya itu menginginkan putra semata wayangnya menikah dengan Avellyne dan mimpi itu akan terwujud dalam waktu kurang dari dua bulan lagi.
"Mami bahagia banget akhirnya kamu mau menerima Ryos," ucap Diajeng tersenyum semringah.
"Kalau saja papi masih hidup, dia pasti akan memanjakan kamu, Vel."
"Papi pasti melihat dari sana, Mi. Seharusnya Avel menerima Ryos di saat papi masih hidup." Ada sedikit rasa penyesalan di dalam diri Avellyne sebab dia pernah berbicara empat mata dengan papi Ryos.
Pembicaraan itu terjadi saat papi Ryos dirawat di rumah sakit dan dia ingin melihat Avellyne menikah dengan putranya selagi masih memiliki waktu untuk merasakan momen bahagia tersebut.
...
Acara lamaran Ryos dan Avellyne berjalan lancar. Semua yang datang tentu saja merasa bahagia, meski tidak dengan Hanna.
Wanita itu masih saja menyimpan keraguan, perasaannya benar-benar tidak enak. Sekuat apa pun dia menepis dan berusaha berpikiran positif, tetap saja kegelisahan tetap menghampirinya.
...
"Kurang dari dua bulan lagi kalian menikah." Hanna menghampiri Ryos dan Avellyne yang duduk berduaan di taman.
Ryos sengaja menjauh dari para tamu karena dia ingin menghabiskan waktu hari ini hanya untuk Avellyne.
"Kalian benar-benar sudah yakin?" tanya Hanna untuk kesekian kali.
"Gue sudah yakin banget, Avel juga," jawab Ryos.
"Han, sebenarnya apa yang loe takuti? Dari kemarin loe ngasih pertanyaan yang sama terus. Loe ragu sama gue atau loe ragu sama Ryos?" Avellyne bertanya, akhirnya dia menyadari kalau ada rasa keberatan dari diri Hanna–sahabatnya.
"Jujur gue ragu sama loe, Vel. Ryos bukan sekedar sahabat untuk gue. Tapi dia sudah seperti kakak kandung. Sebenarnya gue senang banget mendengar kabar kalian mau menikah, tapi di satu sisi gue juga merasa enggak tenang. Enggak tau kenapa, gue takut melihat Ryos patah hati."
Avellyne tersenyum tipis dan mengerti perasaan sahabatnya itu.
"Gue memaklumi ketakutan loe, Han. Sebenarnya gue sendiri juga enggak yakin apakah bisa membahagiakan Ryos. Tapi, Ryos janji akan membuat gue bisa mencintainya."
"Meski perasaan itu belum ada, gue tidak akan mengabaikan Ryos. Gue akan selalu ada di sisinya. Pernikahan terjadi tidak melulu kedua belah pihak harus saling mencintai. Gue nyaman berada di dekat Ryos, itu sebabnya gue lebih memilih dia daripada gue harus menikah sama cowok yang belum pernah gue temui."
"Avel...." Hanna memegang kedua pundak Avellyne dan menatap wanita itu begitu dalam, "Jaga perasaan Ryos. Loe cinta pertamanya, dia belum pernah merasa patah hati. Kalau loe merasa enggak sejalan dengan Ryos, tolong bersabar. Karena kehidupan pernikahan berbeda jauh saat kalian masih menjadi teman. Kecuali Ryos yang mengkhianati loe duluan, baru loe bisa pergi dari sisinya."
Lagi-lagi Avellyne hanya tersenyum menanggapi ucapan Hanna.
Avellyne sangat menghargai persahabatan mereka. Namun, dia harus siap menerima konsekuensinya karena pernikahan dengan Ryos memiliki tujuan lain.
Setelah semuanya berakhir, dia akan benar-benar sendiri. Dia akan kehilangan Ryos dan dia akan kehilangan teman yang begitu berarti di dalam hidupnya. Dia siap dibenci oleh Hanna, Chalista, Vallerie dan sahabatnya yang lain. Dia siap untuk menjauh dari semua orang.
"Persiapan berkas kalian bagaimana?" tanya Hanna mengalihkan topik, sebab dia mulai merasakan suasana di antara mereka mulai terasa tidak nyaman.
"Tinggal mengirim surat kesehatan. Setelah selesai acara di sini kami mau ke rumah sakit untuk check up dan mau ambil foto prewed."
"Sesi foto prewed di mana?" tanya Hanna.
"Avel mauya di taman alun-alun kota aja. Toh, acara resepsi nanti private juga, kan. Enggak banyak tamu yang diundang. Jadi foto prewed-nya sederhana aja yang penting makna dan ada kenang-kenangannya."
"Semoga semuanya berjalan lancar. Gue dan kak Rey sudah menyiapkan kado untuk kalian. Kami sepakat ngasih hadiah liburan bulan madu."
"Seriusan, Han?" tanya Ryos antusias.
"Hmm, tiket dan segala sesuatunya biar gue yang urus."
"Apa kita harus bulan madu, Yos?" tanya Avellyne.
"Harus dong, Avel. Enggak mungkin habis menikah langsung kerja. Aku sudah mengikuti keinginan kamu mengadakan resepsi sederhana. Jadi soal bulan madu gantian kamu harus mengikuti aku." Ryos tersenyum lebar dan tatapan matanya dengan sengaja menggoda calon istrinya itu.
Perasaan gelisah mulai menghampiri Avellyne. Di saat tertentu perasaan tidak nyaman, gelisah dan sebagainya mengusik Avellyne dan hal tersebut bukan tanpa adanya alasan. Bila ada pemicunya maka dia menjadi tidak tenang dan terus berpikiran negatif.
"Yos, gue ke toilet sebentar." Avellyne meminta izin. Karena perasaan gelisah tersebut, dia tiba-tiba merasa sesak dan mual.