Karena cinta kah seseorang akan memasuki gerbang pernikahan? Ah, itu hanya sebuah dongeng yang indah untuk diriku yang telah memendam rasa cinta padamu. Ketulusan ku untuk menikahi mu telah engkau balas dengan sebuah pengkhianatan.
Aku yang telah lama mengenalmu, melindungi mu, menjagamu dengan ketulusanku harus menerima kenyataan pahit ini.
Kamu yang lama aku sayangi telah menjadikan ketulusanku untuk menutupi sebuah aib yang tak mampu aku terima. Dan mengapa aku baru tahu setelah kata SAH di hadapan penghulu.
"Sudah berapa bulan?"
"Tiga bulan."
Dada ini terasa dihantam beban yang sangat berat. Mengapa engkau begitu tega.
"Kakak, Kalau engkau berat menerimaku, baiklah aku akan pulang."
"Tunggulah sampai anak itu lahir."
"Terima kasih, Kak."
Namun mengapa dirimu harus pergi di saat aku telah memaafkan mu. Dan engkau meninggalkanku dengan seorang bayi mungil nan cantik, Ayudia Wardhana.
Apa yang mesti ku perbuat, aku bukan manusia sempurna....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19: Belum Waktunya Le
"Untuk cincin, kamu memilih yang mana? Cincin dari Dia atau cincin dari Papa,” kata Dika sambil melirik lelaki yang berdiri mematung di sampingnya.
“Papa, jangan menggoda Ayu. Tentu Ayu akan memilih cincin yang dari papa karena tak pakai syarat. Tapi kalau dari Yosep, harus jadi pacar. Hehehe… “
“Gadis Papa sekarang sudah pintar.”
Entah mengapa dia ingin iseng sedikit. Sekaligus ingin menguji reaksi dari lelaki yang mencoba memasangkan cincin di jari Ayu.
“Belum waktunya, Le. Sekolah dulu baru mikir cinta.” Kata yang ingin dika ucapkan namun karena bibirnya mengatup sempurna oleh senyuman, ia hanya bisa menyimpannya dalam hati saja.
Dika pun menyematkan cincin yang bertahtakan permata putih di jari manis Ayu. Sebagai balasan Ayu memberikan pelukan dan kecupan kecil di pipi Dika. Seketika membuat Dika terpaku karena getar rasa yang tak lagi bisa ia cegah.
Semua dilakukannya di hadapan Yosep. Membuat Yosep kehabisan kata, malu dan tak berdaya. Ayu sudah diliputi oleh orang yang sangat menyayanginya, memberikan semua yang serba istimewa, tak sebanding dengan cincin yang ingin diberikannya.
Yosep ingin sekali segera menghilang, kalau saja Ayu tak menahannya dan memberikan potongan ke empat setelah Papa, paman dan bibi Ayu.
Rasa minder yang sejenak lalu singgah, kini telah menghilang. Kini Yosep kembali tersenyum. Mungkin bukan saatnya ia mengungkapnya cinta, tersimpan apik di balik pertemanan yang terjalin baik selama ini.
Namun cobaannya tak hanya sampai di situ. Di kala dia mengulurkan tangan untuk mengajaknya berdansa hanya dibalasnya dengan senyuman tanpa mau beranjak dari tempat duduknya.
Namun ketika tangan Papanya yang terulur, ia menyambutnya dengan senang hati. Ah… anak Papa, gerutu nya.
Yosep hanya bisa menggerutu sepanjang pesta, karena keinginan untuk menembak Ayu menjadi pacarnya gagal total.
Mengapa juga papanya mesti datang. Padahal selama Ia mengenal Ayu, tak sekali pun dia datang di ulang tahun Ayu. Saat dia sudah cukup umur untuk boleh mengungkapkan cinta, mengapa ia harus datang. Menyebalkan!
“Ayo berdansa denganku,” ajak Rena, wanita berambut pirang yang selama ini selalu menemaninya saat mengejar perhatian Ayu.
“Oke lah.” Dia pun bangkit meski dengan hati terpaksa. Dari pada terus menanti Ayu yang entah sampai kapan terlepas dari papa tersayangnya.
Lihatlah, mereka berdansa dengan berpelukan. Bercanda dan menari bersama seperti tanpa lelah. Membuat kita yang muda iri dibuatnya. Apalagi melihat sorot mata papa Ayu yang seakan mengolok-olokkan dirinya, membuat hatinya makin panas.
“Oh… tunggu kalau kamu sudah pulang. Ayu pasti akan aku dapatkan. Aku tak percaya kalau kamu adalah papa Ayu, meski dia selalu mengenalkanmu sebagai papa.”
Yosep sibuk dengan bisikan-bisikan kegeraman dan dendam saat berdansa dengan Rena, sehingga membuat Rena tak nyaman. Langkah kakinya tak lagi berirama. Beberapa kali kaki Yosep menginjak kakinya.
“Yosep, kamu kenapa sih?” tanya Rena yang mulai jengah.
Dia memandang Yosep dengan kesal. Tanpa berkata, dia pun meninggalkan Yosep dalam pesta sendirian. Dia sudah telah lelah menemani Yosep selama ini, jika kehadirannya tak lagi dianggap.
“Rena, jangan pergi!” panggilnya dengan panik. Dia pun menyusul Rena keluar, meninggalkan pesta tanpa berpamitan.
Dika yang melihat sepintas konflik yang terjadi, tersenyum. Ia bersyukur lelaki pengganggu putrinya telah keluar dari pesta.
Meskipun sebenarnya Dika merasa tak begitu nyaman dengan pesta ini, tapi demi Ayu biarlah ia mencoba menikmati.
“Kamu persis mamamu. Hampir saja papa salah sangka. Jangan-jangan papa sedang melihat mamamu pertama kali lihat kamu,” canda Dika yang membuat Ayu geram.
“Mama kan sudah lama meninggal. Apa Papa mengira kalau Ayu adalah hantu mama,” kata Ayu sambil merajuk.
“Bisa Jadi.”
“Ih, Papa. Sebel, deh.” Tak lupa pula ia mendaratkan cubitan kecil di lengan Dika. Tarian mereka sedikit terganggu.
“Aww… astaghfirullah al adzim. Benar kamu itu persis mamamu,” kata Dika sambil mengelak, cubitan Ayu ternyata cukup terasa.
Dia lupa kalau sedang berada di tengah teman-teman Ayu. Jelas saja semua terperangah, melihat Ayu sedemikian manja dan mesra pada lelaki yang ia panggil sebagai papa.
Mereka makin penasaran. Siapa sebenarnya lelaki yang bersama Ayu kali ini. Karena mereka merasa janggal dan aneh. Karena Ayu tak ada mirip-miripnya dengan lelaki yang ada di depannya. Sambil menikmati hidangan yang ada dan bersantai di pinggir danau, pandangan mereka tak lepas memperhatikan Ayu.
Steve yang melihat kegembiraan Ayu pun tak mau mengusiknya. Dia tahu betapa Ayu memendam rindu pada lelaki yang selama ini dianggapnya sebagai papa. Steve pun menyuruh mereka melanjutkan pesta meski tanpa Ayu, sang bintang pesta di malam ini.
“Ayu mengapa kamu mengabaikan teman-temanmu?” tanya Dika di tengah mereka menari.
“Masih ada waktu untuk mereka, besok juga bisa. Tapi bersama Papa, mungkin hanya bisa Ayu nikmati hanya malam ini saja.”
“Mengapa berkata seperti itu.”
“Bukankah selama ini seperti itu. Papa benar-benar meninggalkan Ayu. Mungkin kalau Ayu tidak memohon dengan sangat, mungkin Papa tak mau datang. Apa Papa benci Ayu.”
Deg… Dika tak menyangka jika Ayu berfikir seperti itu.
“Percayalah, Papa sayang Ayu meski kita berjauhan.”
“Buktinya Papa tak mau vc dan tak segera membalas chat yang Ayu kirim.”
“Oh itu…” Dika ingin menjelaskannya, namun segera dipotong oleh Ayu.
“Jangan bilang kalau Papa sibuk. Alasan basi!”
“Baiklah, Papa akui kalau Papa salah. Sekarang Ayu boleh hukum Papa.”
“Ayu ingin ikut Papa,” kata Ayu. Ada kerinduan dalam nada suaranya.
Dika terdiam lama. Dia tak tahu harus menjelaskannya siapa dia dan siapa dirinya. Mengapa sampai mereka berpisah.
Tapi bagaimana? Ayu bukan haknya lagi.
“Selama Ayu belum menyelesaikan pendidikan, Papa tak berani mengajak Ayu pulang,”
“Mengapa seperti itu, Papa? Bukankah Ayu bisa sekolah di sana juga agar lebih dekat dengan Papa.”
“Sama saja Ayu. Di sana Ayu malah semakin kesepian, karena Papa jarang berada di rumah. Kalau di sini Ayu masih ada tante dan Om.”
“Papa jahat, nggak peduli lagi dengan Ayu.”
Dia pun menghentikan dansanya. Memandang Dika dengan muka memerah. Hampir saja ia berlari akan meninggalkan Dika, jika Dika tak segera meraihnya.
“Maafkan Papa, ya. Papa janji akan mengunjungi Ayu setiap bulan seperti pertama waktu papa meninggalkan Ayu.”
“Tapi tetap saja kurang Papa. Ayu hanya ingin di samping Papa.”
Ada baiknya juga jika Ayu ikut dengannya. Karena ada kekhawatiran di hatinya saat melihat kehidupan remaja di sini. Menurutnya agak bebas membuatnya ragu, apakah Ayu akan aman-aman saja di sini atau tidak.
Pengawasan dari Tante dan Om-nya yang agak longgar membuat dirinya khawatir. Apa yang menimpa Lea dahulu, akan menimpa juga pada Ayu.
“Nanti Papa akan ngomong sama Tante Sofia, siapa tahu dibolehkan.” Dika sudah kehabisan kata untuk berdebat dengan Ayu.
“Terima kasih, Papa.”
“Papa sayang Ayu,” ucapnya kemudian.
mampir juga di karya aku ya🤭
cuman akan aku persingkat.
sayang kalau tak ku teruskan tulisan ini.
biar deh, walaupun tak lulus review.
yang penting selesai dulu.