NovelToon NovelToon
SURGA Yang Kuabaikan & Rindukan

SURGA Yang Kuabaikan & Rindukan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Penyesalan Suami
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: rozh

Takdir yang tak bisa dielakkan, Khanza dengan ikhlas menikah dengan pria yang menodai dirinya. Dia berharap, pria itu akan berubah, terus bertahan karena ada wanita tua yang begitu dia kasihani.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Hanin Khalisa

Khanza lupa, bayi itu dalam pelukannya saat dia di ruang operasi. Bayi itu diperlihatkan dan ditelungkupkan di dadanya sebentar saja, lalu tak lama dia menggigil dan pingsan. Sementara bayi mungil itu langsung di bawa ke ruang bayi, setelah semua perlengkapan bayi itu di siapkan di ruangan khususnya.

"Ini tadi ada bubur ayam di carikan papamu, Bagas. Ibu suapi ya," kata Bu Ijah. Mengambil mangkuk bubur ayam, lalu membuka dan menyuapi Khanza bubur.

"Kamu harus makan banyak, biar sehat, kuat dan berenergi lagi, supaya ASI-nya juga cepat keluar."

"Iya, Bu." Khanza membuka mulutnya saat Bu Ijah menyuapi bubur ayam.

"Jangan teh Bu, air putih saja," tolak Khanza saat Bu Ijah memberikan minuman saat dia hendak minum.

"Iya, tapi sekarang kamu butuh energi banyak, jadi bagus minum teh manis hangat ini, air putih juga," jawab Bu Ijah. Menyodorkan gelas teh manis dan mendekatkan botol mineral ke tangan Khanza.

Khanza patuh, dia meneguk beberapa tegukan teh manis, lalu juga meneguk air putih.

"Bu, apa bayi saya kenapa-kenapa? Kenapa tidak satu ruangan dengan saya?" tanya Khanza.

"Bayinya harus di tambah dulu beratnya Nak, mungkin karena belum cukup bulan, beratnya terlalu rendah. 1,7 kg. Kata dokter, di sana dulu, sampai dedek bayinya 2,5 kg, baru bisa dipindah ke sini," kelas Bu Ijah.

Khanza mengangguk.

"Oleh karena itu. Khanza harus sehat dan kuat dulu, tambah energi, biar bisa kasih ASI. Kalau bayinya dapat ASI, ntar bakalan cepat naik berat badannya. Nah, ayo makan lagi yang banyak."

Khanza mengangguk patuh, makan di suapi Bu Ijah.

"Bu."

"Iya, Nak. Mau makan buah? Mau Ibu kupas?" tanya Ijah, setelah selesai menyuapkan makanan pada Khanza.

Khanza menggeleng. "Enggak Bu, aku kenyang, nanti aja. Itu— hm, anakku cewek 'kan? Apa sudah ada yang Iqamah kan Bu?" tanya Khanza.

"Udah, tadi Bagas yang azan dan Iqamah kan di ruangan bayi." Bu Ijah tersenyum.

"Alhamdulillah," jawab Khanza.

Sudah dua hari Khanza menginap di rumah sakit, hari ini Mira yang berjaga dan meminta Bu Ijah menjenguk Tanan, mengabari jika anak perempuannya sudah lahir.

Di ruang besuk, Tanan bertemu ibunya.

"Maaf, Ibu gak bisa bawa makanan yang Ibu masak, cuma bisa beli makanan tadi di jalan. Beberapa hari lalu, Khanza melahirkan di operasi, sekarang masih di rumah sakit, sempat pendarahan, untung cepat dapat bantuan darah." Bu Ijah mengawali pembicaraan dengan menceritakan Khanza langsung.

Tanan mendengar dengan baik.

"Kini Khanza masih di rumah sakit, anak kalian perempuan. Saat lahir beratnya 1,7 kg. Hari ini sudah 2,1 kg Alhamdulillah. Semoga cepat 2,5 kg, bisa pindah dan dipulangkan." Bu Ijah memperlihatkan Vidio rekaman cucunya di ruangan bayi, saat berat 1,7 kg dan saat berat 2,5 kg.

Hati Tanan tercubit, dia sangat sedih dan khawatir dengan bayi perempuan kecil itu, di dalam tabung dengan selang-selang menempel di tubuhnya.

"Ini, awal lahir masih pakai bantu nafas Bu?" Tanan melihat vidio pertama lahir.

"Iya, paru-parunya di suntik pematangan paru gitu katanya, sekarang sudah di lepas, *Alhamdulillah*. Semoga segera sembuh untuk anak kalian dan Khanza."

"Oh, ya. Khanza nanya ke kamu, mau kasih nama anak kalian siapa?"

Tanan menatap ibunya, memeluk wanita tua itu dengan menitikkan air mata. "Hanin Khalisa, Bu." jawab Tanan.

"Baiklah, ibu akan mengusulkan nama itu pada Khanza."

"Iya, tapi jika dia tidak suka, dia boleh mengganti, cukup selipkan nama Hanin saja diantara nama kepanjangannya," ujar Tanan.

"Baik."

Setelah bertemu dengan Ibunya. Tanan menangis sedih, membagikan makanan yang dibeli ibunya pada teman seruangannya di sel. Berdo'a agar anak dan istrinya sehat.

Khanza menangis, Bu Ijah dan Mira menenangkan wanita itu. Bayi kecil itu diberi nama sesuai dengan nama yang diberikan Tanan, yaitu Hanin Khalisa.

Bayi kecil itu tiba-tiba demam setelah tiga hari, di karenakan ASI Khanza tidak jua kunjung keluar, bahkan sudah di pompa.

Tubuh bayi itu bahkan hampir menguning keseluruhan.

"Ma, Bu, bagaimana ini, aku tidak ingin kehilangan Hanin." Khanza menangis.

"Iya, Sayang. Kita hanya bisa berdo'a. Berpasrah diri pada Allah, karena kita dan dokter sudah melakukan yang terbaik Nak."

Khanza memeluk Mira. "Khanza takut kehilangan Hanin, Ma."

"Tidak Sayang. Kamu harus memikirkan hal baik dan berdo'a. Doa dan pengharapan seorang ibu sangat kuat. Percayalah semua akan baik-baik saja, Nak." Mira menenangkan Khanza.

Untungnya keadaan Hanin segera membaik dan ASI Khanza pun mulai keluar sedikit demi sedikit.

Hampir seminggu lebih Khanza di rumah sakit, baru bisa dipulangkan, dan itu pun anaknya harus tetap di kontrol, walaupun Hanin sudah berat 2,5 kg.

"Alhamdulillah, Putriku." Khanza memeluk Hanin dengan tangis bahagia. "Putriku sehat-sehat dan panjang umur Nak. Mama sayang banget sama kamu." Di cium nya lembut pipi bayi itu.

Bu Ijah di bawa tinggal ke rumah Mira oleh Mira, biar sekalian bisa bergantian menjaga Khanza yang baru saja selesai melahirkan, karena Mira dan Bagas sering berpergian. Walaupun ada ART. Mira lebih mempercayakan Khanza dan cucunya bersama Bu Ijah.

"Tadi ibu bikin sayur pucuk katu sama bikin bubur kacang hijau, biar ASI nya tambah banyak." Bu Ijah berkata pada Khanza.

"Kan ada Bi Arti Bu, kok Ibu repot-repot masak," balas Khanza.

"Hehe, nggak apa-apa, ibu kepengen masakin kamu sayur aja, kalau masak yang lain biar si Arti, buat orang serumah, dia lebih tahu dan paham," terang Bu Ijah.

Di rumah ini lumayan banyak yang akan makan, pekerja yang bekerja bersama Mira dan Bagas ada beberapa orang, mulai dari ART, tukang kebun, sopir dan satpam.

"Oh, begitu."

"Iya, Nak. Kamu mau makan dulu? Ibu ambilin, ya?"

Khanza mengangguk. Bu Ijah mengambilkan makanan, sepiring nasi beserta lauk pauk, sayur daun katu setengah mangkuk kecil beserta sendok.

"Sekalian ibu bawakan bubur kacang hijau. Mana tau nanti lapar, bisa di cicip sedikit demi sedikit. Biar ASI nya banyak."

"Makasih, Bu."

Bu Ijah mendekat ke arah cucunya, Hanin. Bayi itu tengah terbangun, dia menggerakkan tangannya. Bu Ijah mengusap lembut kepala Hanin, membaca ayat-ayat pendek, lalu meniupkan di ubun-ubunnya.

"Semoga kelak menjadi anak perempuan yang Sholehah, kuat imannya, cerdas pikirannya, bersih hatinya, ikhlas dan sabar menjalani hari-hari, berbakti kepada kedua orang tua dan taat kepada Allah." Lalu, Bu Ijah mencium pipi Hanin.

"Aamiin," ucap Khanza yang mendengarkan.

Bu Ijah tersenyum. "Bagaimana sayurnya?"

"Enak Bu, pas garamnya," jawab Khanza.

"Alhamdulillah, kalau begitu."

1
Heny
Hadir
Rozh: terimakasih 🙏🏻🌹
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!