NovelToon NovelToon
Berjalan Di Atas Luka

Berjalan Di Atas Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Ibu Mertua Kejam / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dina Aisha

Hidup hanya untuk berjalan di atas luka, itulah yang dialami oleh gadis bernama Anindira Sarasvati. Sejak kecil, ia tak pernah mendapat kasih sayang karena ibunya meninggal saat melahirkan dirinya, dan ayahnya menyalahkan Anin atas kematian istrinya karena melahirkan Anin.

Tak hanya itu, Anin juga selalu mendapat perlakuan tak adil dari ibu dan adik tirinya.
Suatu hari, ayahnya menjodohkan Anin dengan putra sahabatnya sewaktu berperang melawan penjajah. Anin tak memiliki pilihan lain, dia pun terpaksa menikahi pria bernama Giandra itu.

Bagaimana kisah mereka selanjutnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dina Aisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Diperlakukan Bak Binatang

Seminggu berlalu, cahaya matahari pagi menembus tirai jendela. Anin terbaring lemas di tempat tidur, sementara Giandra berdiri di depan kaca, menyisir rambut, dan merapikan bajunya.

“Sampai kapan aku harus tiduran seperti ini, Gian?” tanya Anin.

“Sampai melahirkan,” jawab Giandra.

Anin mengerucut bibir, mendengus kesal. “Bu bidan cuma suruh aku hati-hati, bukan suruh jadi patung. Aku juga bosan tiduran terus,” keluhnya.

“Ini demi kesehatanmu dan calon bayi kita,” ujar Giandra.

Anin menghela napas panjang. “Tapi Gian ... Aku nggak enak sama ibu dan kakak iparmu. Mereka pasti mikir aku pemalas karena tiduran terus.”

“Biarin saja. Nggak usah peduli sama penilaian orang,” sahut Giandra.

Giandra berbalik, berjalan mendekat, lalu mengusap rambut Anin lembut. Namun, Anin membuang muka, dan mendengus kesal.

“Aku bete!” serunya.

Giandra terkekeh kecil, lalu mengecup kening Anin—menenangkannya.

“Aku berangkat kerja ya. Kamu jangan keluar kamar,” ujar Giandra lembut.

Giandra mencium pipi Anin, lalu berjalan keluar. Sementara Anin tetap membuang muka hingga pintu tertutup.

“Maaf, Gian ... Aku kesal karena di kamar terus-menerus,” ucapnya.

Anin menatap pintu, menarik napas berat, lalu memejamkan mata.

“Hei, bangun! Kau pikir kau ratu, hah?!” Sri berdiri di sisi tempat tidur, tangannya menepuk-nepuk pipi Anin.

Anin tersentak, membuka mata. “Ada apa, Kak?” tanyanya.

“Udah seminggu kau cuma tiduran! Kau pikir kau ratu di rumah ini?” bentak Sri.

“Aku hamil, Kak. Giandra nggak izinin aku keluar kamar,” ungkap Anin.

“Halah! Dulu aku hamil tetap bisa nyuci, masak, bersih-bersih. Nggak lebay kayak kamu!” hardik Sri.

Anin terpaku, tak melawan. Tiba-tiba Sri menarik tangannya kasar.

“Cepat bersihkan rumah! Jangan masuk kamar sebelum selesai. Kalau kau melawan ... Kubuat bayi di perutmu hilang!” ancam Sri.

Dengan langkah gemetar, Anin mengambil sapu dan mulai membersihkan lantai. Sementara Sri duduk di sofa dekat tangga sembari menyeruput secangkir kopi hitam.

“Udah, Kak,” ucap Anin, sembari berdiri dengan napas tersengal.

“Udah apanya? Itu tangga belum!” bentak Sri.

“Aku takut jatuh, Kak. Aku lagi hamil,” tolak Anin halus.

“Kau pikir aku peduli? Tidak! Cepat sapu! Jangan drama!” desak Sri.

Anin menuruni tangga perlahan, tangannya mencengkeram pegangan supaya tidak terpeleset, lalu menyapu satu-persatu anak tangga.

Setengah jam kemudian, keringat membasahi wajahnya. Anin mengelap keringat dengan bajunya, berdiri di bawah tangga yang telah selesai disapu.

“Alhamdulillah ... Sekarang aku bisa istirahat dan makan,” katanya.

Anin berjalan menuju tempat sampah seraya memegang pengki yang penuh dengan sampah dan debu.

“Apa-apaan ini? Kenapa lantainya penuh debu!” Suara Astri melengking, wajahnya merah padam, dan jemarinya menunjuk lantai yang kusam.

Anin menoleh, lalu ikut menatap lantai. “Maaf, Bu. Tadi aku nyapu tangga dan debunya nggak sengaja jatuh di bawah.”

“Kamu tahu? Saya nggak bisa kena debu! Jangan-jangan kamu sengaja mau bikin saya sesak napas dan mati? Kamu pasti udah dikasih tahu sama si gundik itu, kan?” tuduh Astri.

“Demi Allah, nggak, Bu. Saya nggak tahu kalau ibu nggak bisa kena debu. Abis ini saya bersihin lagi,” sahut Anin.

“Halah, bohong tuh dia. Dia pasti sengaja karena pengen ibu mati,” timpal Sri sembari menuruni tangga.

“Jangan fitnah kamu! Aku beneran nggak tahu. Jangan mentang-mentang aku diam, kamu bisa seenaknya tuduh aku,” jawab Anin.

Sri mendengus, memutar matanya malas. “Mending kasih hukuman aja. Suruh ngepel tangga sampai bersih!”

“Kamu gila ya? Aku lagi hamil! Kalau aku jatuh, gimana?” tanya Anin.

“Bukan urusanku. Aku malah berharap kamu mati karena kamu nggak pantas jadi istri Giandra,” jawab Sri.

“Cukup! Sekarang pel tangga! Jangan turun kalau belum selesai!” titah Astri.

Anin menggigit bibirnya, menahan perih di dada. Dia mengambil kain pel, dan kembali menaiki tangga. Satu-persatu anak tangga di pel, jemarinya menggenggam erat pegangan tangga agar tidak terpeleset. Keringat bercucuran dari pelipisnya.

Setengah jam kemudian, Anin berdiri di bawah tangga, napasnya terengah. Lantai sudah berkilau, tetapi tubuhnya gemetar. Anin menaruh kain pel, lalu melangkah menuju dapur. Di meja makan, terhidang lauk lezat.

“Ini pasti masakan Burum. Mertua tiriku emang terbaik,” pujinya.

Anin mengambil piring, menyendok nasi, lalu duduk, dan hendak menyuap.

“Bismillah—”

Prang!

Piringnya terlempar, seketika nasi dan lauk berserakan di lantai.

Anin mengangkat wajahnya, menatap tajam Sri. “Apa mau kamu? Aku udah kerjain semua yang kalian suruh!” Suaranya meninggi, napasnya tersengal.

“Siapa yang suruh kau makan? Kau nggak berhak sentuh makanan di rumah ini,” sergah Sri.

“Aku istrinya Giandra, menantu keluarga Wijaya juga jadi aku berhak   makan. Lagi pula makanan ini dimasak Burum—mertua kesayanganku, bukan ibumu!” tegas Anin.

“Oh, jadi sekarang kau berani melawan aku? Oke, kita lihat siapa yang berkuasa di sini!” tantang Sri.

“Ibuuu, lihat ibu!!” Sri berteriak.

“Apa ini? Kenapa makanan berhamburan di lantai?” tanya Astri, berdiri di ambang pintu dapur.

“Ini semua gara-gara Anin, Bu! Aku mau makan, tapi piringnya didorong Anin,” dalih Sri.

“Bohong, Bu! Kak Sri yang dorong piringku,” elak Anin.

Astri terdiam sejenak, tiba-tiba menarik rambut Anin, dan menyeretnya keluar. “Dasar kampung! Kau nggak beda jauh sama gundik itu!” hardik Astri.

“Lepasin, Bu ... Sakit!” Anin menjerit, berusaha meronta.

“Enak saja! Kau belum kapok!” Astri terus menyeret Anin hingga ke ruang tamu, kemudian mendorongnya, membuat Anin membentur meja.

Anin terduduk di lantai, kepalanya bersandar di sofa.

“Kau mau makan, kan?” tanya Astri.

Anin tak menjawab, air mata membasahi wajahnya.

“Sri, ambil nasi!” titah Astri.

Sri menyerahkan sepiring nasi. Astri meremas nasi dengan satu tangannya, sedangkan tangan satunya dipakai untuk menjambak rambut Anin.

“Ini makanmu!”

Astri mencengkeram pipi Anin, membuka paksa mulutnya, kemudian menyumpalkan nasi.

Uhuk, uhuk.

Anin tersedak, napasnya terhenti sesaat.

“Hentikan!!” Suara lantang dari pintu. Sontak Astri, Anin, dan Sri menoleh.

Ayah.

Air mata Anin mengalir semakin deras ketika melihat ayahnya berdiri di ambang pintu. Sudarsono melangkah masuk, wajahnya merah padam.

“Jadi begini perlakuan kalian kepada putriku?” tanya Sudarsono.

Plak!

Tangan Sudarsono mendarat keras di pipi Astri. Sontak Astri memegang pipinya yang terasa panas.

“Berani kau menampar ibu!” pekik Sri, kemudian berdiri di depan Sudarsono, berusaha melindungi Astri.

Sudarsono mendorong Sri keras hingga tersungkur. “Saya memang bukan ayah yang baik ... Tapi saya tidak rela anak saya diperlakukan seperti binatang!!”

Suara Sudarsono menggema hingga terdengar keluar rumah. Seketika para tetangga berdatangan, berdiri di depan.

“Kenapa Pak Darsono mengamuk di rumah besannya?” tanya seorang warga.

“Tidak tahu tapi kalau dilihat dari kondisi Anin kayaknya dapat kekerasan dari Bu Astri,” jawab yang lain.

“Oh, setahu saya sih istri pertama Pak Yasir emang arogan,” sahut warga lain.

“Sudah-sudah! Lebih baik panggil Pak Yasir dan Giandra,” titah Pak RT.

Seorang warga berlari, menyalakan motor, dan bergegas pergi ke toko bangunan milik keluarga Wijaya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!