Aldi remaja yang masih menyimpan kepedihan atas meninggalnya sang bapak beberapa tahun lalu. Dirinya merasa bapaknya meninggal dengan cara yang janggal.
Kepingan memori saat bapaknya masih hidup menguatkan tekadnya, mengorek kepedihannya semakin dalam. Mimpi-mimpi aneh yang melibatkan bapaknya terus mengganggu pikirannya hingga dirinya memutuskan untuk mendalami hal ghaib untuk mencari tahu kebenarannya.
Dari mimpi itu dirinya yakin bahwa bapaknya telah dibunuh, ia bertekad mencari siapapun yang menjadi dalang pembunuhan bapaknya.
Apakah benar bapaknya dibunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A.J Roby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesugihan Kain Kafan Perawan
“Mbah Wo” Pekik Aldi terkejut.
Aldi dan mbah Wo kemudian duduk bersama di ruang tengah, tak lupa Aldi membawa Riki yang masih gemetar ketakutan, sedangkan Dimas masih terlelap dalam mimpi seperti tanpa gangguan sedikitpun. Mbah Ti tiba-tiba muncul dari dapur membawa tiga gelas berisi teh hangat dengan asap yang masih mengepul di atas gelas.
“Kalian duduk sini dulu” Ujar mbah Ti meletakkan gelas teh di atas meja
“Ngerokok le?” Tanya mbah Wo sambil menyodorkan plastik berisi tembakau lintingan.
“Iya mbah, saya bawa kok” Balas Aldi
Asap mengepul berasal dari lintingan mbah Wo.
“Mereka sudah lama ada di sini, bahkan sebelum Dimas lahir” Ucap mbah Wo
“Kenapa mereka nampakkin diri ke Riki mbah?” Balas Aldi penasaran
“Biasa, ucapan selamat datang”
Para pocong itu jelas ingin menunjukkan siapa yang berkuasa di desa ini. Tak ada seorang pun yang boleh melanggar peraturan di desa ini.
“Pocong-pocong itu peliharaan siapa mbah?” Tanya Aldi polos
Mbah Wo memicingkan matanya “Kamu kok tahu mereka peliharaan seseorang?”
“Udah jelas mbah, mbah juga tahu kan siapa yang saya bawa sekarang” Tukas Aldi tanpa basa-basi
Mbah Wo terkekeh. Yap, mbah Wo merupakan sesepuh di desa ini yang sangat dihormati oleh masyarakat. Beliau juga dapat dikatakan sebagai ketua adat di desa ini.
“Iya mbah tau, yang bikin pagar ghaib rumah ini juga peliharaanmu kan” Balas mbah Wo
“Saya lebih suka nyebutnya teman mbah” Balas Aldi
Mbah Wo kembali tertawa seraya mengiyakan Aldi.
“Jadi, siapa yang melihara para pocong itu mbah?”
“Mbah sendiri juga ndak tau le”
“Kok bisa ndak tau? Kan mbah bisa lihat” Balas Aldi bingung
“Pocong itu hasil pesugihan, pocongnya mbah bisa lihat tapi kalau tuannya sulit dibedakan”
Setelah perbincangan yang penuh klise Aldi memutuskan untuk segera tidur. Paginya ia bermaksud berjalan-jalan sambil melihat pemandangan desa. Ia bertemu dan menyapa warga di sana yang sudah berjibaku di sawah bahkan sebelum sang surya terbit dari ufuk timur.
Sambutan hangat ia terima, para warga seperti hidup dalam kebahagiaan meskipun mereka hidup dikepung oleh pocong. Saat berjalan melewati balai desa, Aldi merasakan dadanya seperti ditekan. Membuat nafasnya tertahan. Seakan-akan ada energi besar yang tertidur di dalam balai desa.
Sepulangnya dari jalan-jalan langsung tersedia sarapan yang telah disiapkan oleh mbah Ti. Mereka duduk berkumpul bersama, dari depan terdengar suara teriakan memanggil nama mbah Ti. Saat didekati ternyata seorang pria muda yang wajahnya nampak panik dengan peluh di seluruh wajahnya.
“Ada apa Ron?” Tanya mbah Ti kepada pria yang bernama Roni
“Istriku mbah” Balas Roni panik
Mbah Ti langsung berlari kebelakang lalu kembali dengan membawa tas berukuran lumayan besar. Mbah Ti merupakan dukun beranak yang jasanya masih diperlukan oleh warga desa.
“Ayo ikut nak” Ujar mbah Ti kepada Dimas, Aldi, Riki
Kemudian mereka berangkat mengikuti Roni. Mbah Ti dibonceng oleh Roni sedangkan trio Aldi, Dimas dan Riki berboncengan bertiga mengekor. Saat sampai di rumah Roni mbah Ti langsung menuju kamar di mana istri Roni sedang kontraksi. Roni beserta tiga semprul menunggu di ruang tengah.
Tapi ada yang aneh, Aldi memandang kepada kedua pria dan wanita paruh baya yang sepertinya melayangkan tatapan tajam kepada Roni. Mereka hanya diam, namun memberikan pertanyaan besar bagi Aldi. Suara tangisan bayi telah terdengar tanda telah lahir seorang anak manusia ke dunia yang kejam dan tak pernah adil.
“Ron cepet siapin kuburan buat ari-ari!” Ketus ibu mertua Roni
Roni sendiri dengan sigap langsung pergi, sedangkan mereka bertiga hanya diam saja
“Monggo mas diminum tehnya” Ujar bapak mertua Roni yang ramah kepada mereka bertiga.
Rupanya sikap judes dan dingin khusus ditujukan kepada Roni saja. Aldi menduga pasti ada suatu alasan mengapa mertua Roni bersikap demikian.
Tak lama mbah Ti keluar dengan tangan yang masih bersimbah darah langsung menuju ke belakang untuk mencuci tangannya serta mengambil air hangat yang telah disiapkan oleh tuan rumah. Sedangkan Roni sendiri sibuk mondar-mandir menyiapkan segala kebutuhan bagi sang istri serta bayinya. Sementara kedua mertuanya hanya melihatnya tanpa bergerak sedikitpun. Bahkan saat ada barang yang luput disiapkan Roni langsung dimaki-maki oleh kedua mertuanya.
Sepulangnya dari rumah Roni mereka kembali melanjutkan sarapan yang tertunda. Hati Aldi terasa masih mengganjal.
“Dim tadi kenapa mertuanya mas Roni kok segitunya sama mantunya sendiri?” Tanya Aldi
“Ndak tau aku, tanyain mbah Ti aja” Balas Dimas sambil menggigit telur dadar
Aldi memutar bola matanya malas. Sahabatnya selalu tidak mau ikut campur jika ada hal yang seperti ini. Selesai sarapan ia duduk di teras merokok. Mbah Wo menghampirinya.
“Kenapa le? Kamu lihat yang aneh?”
“Mertuanya mas Roni kok kayaknya ndak suka banget sama mas Roni?” Balas Aldi
Mbah Wo menghisap rokoknya dalam-dalam lalu menghembuskannya ke udara.
“Setahun yang lalu Tika istrinya Roni tiba-tiba hamil, mereka masih belum nikah. Mertuanya ngira Roni yang hamilin anaknya karena pas itu mereka masih pacaran”
“Oh gitu, wajar kalau mertuanya ndak suka sama mas Roni”
“Tapi dari ceritanya Tika dia belum pernah berhubungan badan sama Roni, katanya pas bangun tidur tiba-tiba organ intim Tika rasanya sakit terus berdarah tapi dia ndak haid. Sebelum itu katanya dia juga tiba-tiba pusing terus ndak sadar”
“Pesugihan kain kafan perawan” Sahut Suro
Aldi langsung menoleh ke arah Suro. Melati mengangguk tanda setuju dengan Suro.
“Maksudnya gimana?” Tanya Aldi bingung
“Masa kamu masih ndak ngerti le?” Potong mbah Wo
“Dia ndak bisa denger kalau aku ndak ngijinin dia lihat aku Al” Sahut Suro
Aldi mengangguk paham, ternyata kemampuan mbah Wo memiliki batasan. Beliau sakti tapi sepertinya masih ada yang lebih sakti di atasnya sehingga mbah Wo juga tidak mampu untuk membereskan terror pocong selama bertahun-tahun yang menghantui desanya.
“Paham kok mbah”
“Mbah, terror pocong ini bisa distop ndak?” Lanjut Aldi
“Bisa aja le, tapi kita harus tau dulu siapa yang jadi dalangnya”
“Terus mbah?”
“Bunuh orangnya” Tukas mbah Wo
Seketika Aldi tak mampu berkata-kata, mungkin ini alasan mbah Wo tidak mau menghentikan terror pocong.
***
Lantunan musik dangdut mengiringi perjalanan Rudi dan Arul untuk menjemput jagung yang telah dipanen di desa. Suara tonggeret dan jangkrik yang mengisyaratkan sepinya malam kini tak tedengar, tersamarkan lantunan merdu oleh suara biduan yang diputar di dalam mobil pick up hitam.
“Rud ntar pas udah muat jagung gantian nyetirnya yo, aku ngantuk” Ujar Arul tanpa memindahkan fokusnya dari jalanan.
“Aman” Sahut Rudi
Saat melewati gapura yang telah usang udara di sekitarnya menjadi berbeda. Angin sepoi-sepoi menjadi lebih dingin, menusuk ke lengan Rudi dan Arul yang sedang mengapit sebatang rokok.
“Rud kok hawanya ndak enak gini yo, perasaan pas kemarin ngambil ndak gini deh rasanya” Ujar Arul
“Mungkin kemarin kita ngambilnya pagi, ndak subuh-subuh kayak gini Rul. Wajar kalau dingin” Timpal Rudi yang mencoba berpikir positif.
Arul meningkatkan kecepatan mobilnya, meskipun jalanan banyak yang berlubang ia tak peduli. Yang penting mereka lebih cepat sampai ke rumah pengepul. Saat melewati lahan sengon yang hanya diterangi oleh lampu mobil. Tanpa aba-aba sesosok pocong melompat keluar dari kegelapan kebun sengon.
Pocong setinggi pohon sengon itu sendiri berdiri tegak di tengah jalan, sontak Arul membanting setirnya ke kiri hingga mobilnya terpelanting karena manuver mendadak. Mobil pick up itu terguling menabrak pohon sengon di samping jalan hingga terbalik
Rudi tewas seketika karena benturan dan ketidaksiapan dirinya. Kepalanya bersimbah darah karena benturan keras yang bertubi-tubi. Mobil pick up ringsek parah karena terguling menabrak beberapa pohon hingga hancur.
Dalam kondisi mobil terbalik Arul berusaha keluar meskipun luka di kepalanya terus mengeluarkan darah, tangannya gemetar tak karuan. Sambil menahan rasa sakit Arul berusaha dengan sisa tenaganya membuka pintu dengan posisi mobil yang terbalik. Ia bersusah payah merangkak keluar dari mobil.
Baru saja ia berhasil keluar, ia langsung dihadang kurang lebih lima sosok pocong berdiri menunduk menatapnya. Wajahnya semuanya penuh luka koreng yang terbuka lebar dengan darah berwarna hitam yang telah mengering.
Arul menaatap ke atas melihat dengan jelas semua pocong yang kompak menatapnya, rahangnya mengeras tak mampu bergerak. Nyawanya berada di ujung tanduk, mereka saling tatap seakan pocong itu seperti harimau kelaparan yang melihat mangsa tak berdaya dan siap untuk diterkam.
Sekelebat bayangan hitam menabrak para pocong itu hingga terpental, lalu hilang. Pocong-pocong itu telah lenyap dari pandangan. Penglihatan Arul kian memudar hingga gelap sepenuhnya, Arul pingsan setelah insiden yang hampir merenggut nyawanya.
Pada jam 5 pagi, seorang bapak-bapak menggunakan sepeda onthel tua bersiap menuju sawahnya, dirinya melewati lahan sengon dan melihat sebuah mobil pick up terbalik di tengah lahan sengon. Ia menghentikan perjalanannya untuk melihat pick up itu lebih dekat.
Sontak dirinya membeku saat melihat dua orang tak sadarkan diri dengan kepalanya yang sama-sama bersimbah darah. Satu orang berada di dalam mobil dan satunya telungkup di tanah. Ia langsung memanggil warga untuk memberikan pertolongan kepada kedua korban kecelakaan itu.
Kritik, saran dan masukan dari para readers sekalian sangat berarti bagi author, mengingat ini adalah karya pertama dari author. Happy reading😁