Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Kecelakaan
"Ay, awassss!!!!"
Braaaakkkkkk....!!!
Suara hantaman terdengar, walaupun tak terlalu keras. Dimas segera menepikan motornya dan berlari ke arah kekasihnya.
"Astaghfirullah, Ay." Ujar Dimas yang tak mampu bicara banyak saking terkejutnya.
Dimas langsung mengangkat tubuh Laras yang tertimpa motor, setelah beberapa orang yang ada di sana membantu menegakkan motor Laras.
Orang - orang itu tampak memarahi dan menahan remaja yang mengendarai motor dengan ugal - ugalan hingga akhirnya menabrak Laras.
"Ada yang luka gak? Coba Mas lihat." Tanya Dimas yang panik.
"Ini, Mas. Sama kakiku sakit banget." Jawab Laras sambil menunjukkan telapak tangannya yang berdarah.
"Kakinya?"
"Gak tau, nyeri buat jalan. Kayaknya keseleo, Mas." Jawab Laras.
"Astaghfirullah. Luka gini kakimu, Ay." Ujar Dimas setelah memeriksa kaki Laras yang mengenakan rok.
"Mas, motorku, yah lecet deh." Ujar Laras sedih.
"Kamu aja luka - luka gitu, kok masih sempet mikirin motor sih, Ay? Nanti Mas yang urus motormu, gak usah khawatir. Mas pastiin bakal mulus nanti. Kamu pikirin badanmu, gak usah mikirin motor." Omel Dimas yang kemudian meraih ponselnya dan menelfon seseorang.
"Kita ke klinik ya?" Ajak Dimas setelah menyelesaikan panggilan.
"Gak mau, mau pulang aja." Jawab Laras yang meneteskan air mata.
Perasaannya yang campur aduk antara shock dan kesal karena Dimas yang malah memarahinya, membuat Laras tiba - tiba menangis.
"Kenapa nangis? Ada yang sakit lagi?" Tanya Dimas yang khawatir, tetapi di jawab gelengan oleh Laras.
"Maaf ya. Maaf Mas malah marahin kamu, padahal kamu lagi kayak gini." Kata Dimas.
Pria yang cukup peka itu, langsung memeluk Laras yang hanya pasrah sambil sesenggukan di dalam dekapannya.
"Cup cup cup, jangan nangis lagi. Maaf ya sayang." Lirih Dimas yang merasa bersalah.
Tak lama kemudian, dua teman Dimas datang dengan membawa mobil. Tentu saja itu bukan mobil Dimas. Ia menelfon teman yang tinggal di sekitar tempat kejadian untuk meminta bantuan.
"Piye, Dim? Parah ora? (Gimana, Dim? Parah gak?)" Tanya salah satu teman Dimas.
"Luka - luka ini tangan sama kakinya, kayaknya keseleo juga. Ra patek ketok lukane, wong peteng koyo ngene. (Gak gitu kelihatan lukanya, orang gelep kayak gini)." Jawab Dimas yang masih memeluk Laras.
"Yowes, gowo bali opo klinik sek kono. Gowonen mobilku, ben aku karo Hadi sing ngurus motormu kambek motor cewekmu. (Yaudah, bawa pulang atau klinik dulu sana. Bawa saja mobilku, biar aku sama Hadi yang mengurus motormu sama motor pacarmu)."
"Matur suwun yo, cah. (Terima Kasih ya)." Ujar Dimas pada dua temannya.
"Hooh wes, koyo opo wae. (Iya, kayak apa aja.)"
"Ay, bisa jalan gak?" Tanya Dimas.
"Nyeri banget, Mas." Jawab Laras dengan suara seraknya.
Ia merasakan kakinya nyeri saat bergerak. Belum lagi kulit telapak tangan dan kakinya yang mulai terasa perih.
Tanpa bertanya lagi, Dimas langsung membopong tubuh Laras dan membawanya menuju ke mobil.
Ia kemudian segera membawa Laras pulang, seperti keinginan Laras yang tak mau di bawa ke klinik.
Tak di bawa ke rumah Uti. Dimas langsung membawa Laras kerumahnya. Ia segera membopong Laras turun dari mobil dan membawanya masuk.
"Assalamualaikum, buk... Ibuuukkk..." Seru Dimas.
"Waalaikumsalam. Ngopo to, kok mbengok - mbengok ki, Dim?. (Kenapa to, kok teriak - teriak nih, Dim?)." Cicit Bu Lastri yang tergopoh - gopoh.
"Astaghfirullah. Ngopo Laras ki, Dim? Ya Allah kok getihan ngene to sikile? T**ok tabrak, tibo opo piye? (Kenapa Laras ini, Dim? Ya Allah kok berdarah gini sih kakinya? Kamu tabrak, jatuh, apa gimana?)." Cerocos Bu Lastri sambil mengikuti Dimas yang membawa Laras ke kamar tamu.
"Emang aku gendeng, nabrak Laras? Jatuh, di tabrak anak - anak tadi, buk." Jawab Dimas.
"Kok iso? Lha kok gak tok gowo neng klinik sek to? ( Kok bisa? Lha kok gak kamu bawa ke klinik dulu to?)." Tanya Pak Sugeng yang turut terkejut.
"Anak kecil bawa motor ugal - ugalan. Laras gak mau di bawa ke klinik. Biar di obatin di rumah aja, bentar lagi Abil sampe, pak." Jawab Dimas.
"Wes turu kene wae nduk, ngasi Uti mulih. Men kepenak leh ngurusi, ndrawasi mbarang nak neng omah dewe. (Sudah tidur di sini saja nduk, sampai Uti pulang. Biar enak ngurusinnya, ngeri juga kalau di rumah sendiri.)" Kata Pak Sugeng.
"Iyo nduk, nak wedi Dimas macem - macem, ben ibuk kunci ko njobo lawang kamare. (Iya nduk, kalau takut Dimas macem - macem, biar ibuk kunci dari luar pintu kamarnya.)." Timpal Bu Asih.
Laras sendiri justru terkekeh saat mendengar kata - kata Bu Asih. Ia merasa terharu karna orang tua Dimas yang juga perhatian padanya.
"Makasih ya, pak, buk. Maaf, Laras ngerepotin." Ucap Laras.
"Halah, luwih repot ngurusi Dimas kok e. (Halah, lebih repot ngurusin Dimas kok.)." Ujar Pak Sugeng sambil tertawa.
"Rasane kok aku koyok anak tiri. (Rasanya kok aku seperti anak tiri.)" Celetuk Dimas yang membuat mereka terkekeh.
"Endi kunci omahmu, nduk?. Kene Ibuk tak njipuk gantimu. Sekalian opo wae sing arep di gowo? (Mana kunci rumahmu, nduk?. Sini ibuk ambilkan pakaian gantimu. Sekalian apa aja yang mau di bawa?.)" Tanya Bu Asih.
"Dimas aja, buk." Pint Dimas.
"Ya ayo, kamu temenin ibuk. Saru to kalau kamu yang ngambil dalamannya Laras. Belum jadi istrimu kok." Cicit Bu Asih yang membuat wajah Laras memerah.
"Mulakno, endang tak rabi wae kowe ki Ay. (Makanya, cepet aku nikahin aja kamu tuh Ay.)" Ujar Dimas kemudian.
"Ape ngerabi ceweke kok mekso. Nak urung gelem yo sabar to. (Mau menikahi pacarnya kok maksa. Kalau belum mau, ya sabar to.)" Sahut Pak Sugeng dari luar kamar.
"Bapak niki kok yo mireng to? (Bapak ini kok ya denger to?)" Kata Dimas yang terkekeh.
"Barangmu ada yang mau di ambil, Ay?" Tanya Dimas.
"Tolong sekalian laptop sama dokumen yang di atas meja ya, Mas. Facial washku yang warna biru di kamar mandi, Handuknya ambil yang baru aja di lemari." Ujar Laras yang mendapat anggukan dari Dimas.
Tak lama, Dimas dan bu Asih sudah kembali dengan membawa pakaian dan barang - barang yang diminta Laras, bertepatan dengan Abil yang baru sampai.
Abil kemudian mulai mengobati luka di tangan dan kaki Laras, di temani Dimas dan Bu Asih tentunya.
"Piye, Bil?. (Gimana, Bil?.)" Tanya Dimas saat Abil sedang mengobati kaki Laras.
"Alhamdulillah ra parah kok iki. Ora perlu di jait, tapi yo lumayan jeru memang. (Alhamdulillah gak parah kok ini. Gak perlu di jahit, tapi ta lumayan dalam memang.)"Jawab Abil. Si perawat, yang tempo hari pernah menginfus Laras di toko.
"Alhamdulillah. Iki sing abuh iki, piye, Bil? (Alhamdulillah. Ini yang bengkak ini, gimana, Bil?)." Tanya Dinas sembari menunjuj pergelangan kaki Laras.
"Keseleo nak iki. (Keseleo kalau ini.)" Jawab Abil.
"Yowes, sok di celukne tukang urut wae. Kon mbenakne kuwi. (Yaudah, besok di panggilin tukang urut saja. Di suruh benerin -ngobatin- itu.)" Kata Bu Asih.
Setelah selesai di obati dan berganti pakaian, Bu Asih pun meninggalkan Laras bersama Dimas di kamar yang terbuka.
"Mas, jangan ngabarin Uti." Pinta Laras.
"Kenapa? Nanti kalo Mas di marahin Uti gimana?." Tanya Dimas.
"Aku gak mau Uti jadi khawatir dan buru - buru minta pulang. Kasihan Pakde Suyid, baru di tungguin Uti sebentar. Nanti aku yang jelasin ke Uti kalau Uti udah pulang. " Jawab Laras.
"Yaudah kalo gitu. Nanti Mas juga bilang ke ibuk sama bapak biar gak ngabarin Uti dulu." Jawab Dimas.
"Makasih ya, Mas." Ujar Laras.
ayo Dim tlp Bapak & Ibu, biar Lusa langsung SAH 😀 jd kan plg statusnya udah berubah HALAL 🤭😅