kehilangan bukan lah kesalahan ku, tetapi alasan kehilangan aku membutuhkan itu, apa alasan mu membunuh ayah ku? kenapa begitu banyak konspirasi dan rahasia di dalam dirimu?, hidup ku hampa karena semua masalah yang datang pada ku, sampai aku memutuskan untuk balas dendam atas kematian ayah ku, tetapi semua rahasia mu terbongkar, tujuan ku hanya satu, yaitu balas dendam, bukan jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
aku tahu kau siapa
Di tengah hutan – dekat gudang tua
Leon tiba di lokasi yang telah dikirim oleh Alex. Ia memandang sekeliling—hanya pepohonan lebat dan satu bangunan tua yang tampak kumuh dan tak layak pakai.
Leon menyelipkan senjatanya ke saku, lalu berjalan mengendap-endap menuju gudang. Namun, langkahnya terhenti saat melihat sebuah mobil berhenti tak jauh dari sana.
Dari mobil itu, turunlah seorang pria dengan pakaian biasa dan topi yang menutupi sebagian wajahnya.
“Arman…” bisik Leon, mengepalkan tangan. Ia ingin mengambil foto sebagai bukti, namun…
“Sial… handphone-ku tertinggal di mobil,” gumamnya frustasi. “Padahal ini bisa jadi bukti kuat untuk Ahmad…”
Leon tetap mengamati dari kejauhan, memperhatikan Arman masuk ke dalam gudang. Setelah menunggu sekitar lima menit, Leon menyusul lewat pintu belakang.
Pintu itu tua dan sulit dibuka, tapi dengan alat seadanya, Leon berhasil mendorongnya perlahan agar tidak menimbulkan suara. Ia berhasil menyelinap masuk, lalu mengintip ke dalam ruangan.
Arman menyapa Arkan. Tapi mereka berkomunikasi melalui pesan di ponsel, karena Arman sadar bahwa Zelena sangat mengenali suaranya.
Arkan menjawab dengan suara, “Iya, dia sudah makan.”
Zelena yang mendengar suara Arkan merasa aneh. Ia yakin Arkan bicara, tapi terdengar seperti sedang bercakap dua arah, padahal hanya dia yang bersuara.
Dari kejauhan, Leon melihat keadaan Zelena yang sangat menyedihkan. Bibirnya berdarah, kakinya luka, dan piyama yang dikenakannya lusuh dan basah kuyup.
Arman mendekati Zelena dan mengusap darah di bibirnya. Tangannya menyentuh wajahnya dengan ekspresi puas,
" gadis ini, aku menyukai nya, bukan hanya sekedar perasaan biasa, aku ingin memiliki nya "
" bagiamana jika kita mainkan dia malam ini? " ucap Arkana,
Mereka semua ingin melecehkan Zelena, " tidak, hanya aku yang boleh menyentuh nya, jika dia ingin kalian mainkan, maka harus aku yang pertama " Arman mulai mengusap bibir dan leher Zelena, sikap nya seperti psikopat,
Arkan dan anak buah nya yang lain tertawa bahagia, karena mereka juga akan dapat bagian jika Arman sudah selesai dengan zelena,
Leon menggertakkan gigi, menahan emosi. Ia menggepal kedua tangannya erat-erat.
“Aku tidak bisa gegabah. Sekali aku salah langkah, dia bisa celaka.”
Leon mengeluarkan gas air mata dari sakunya, lalu melemparkannya ke dalam ruangan.
Pssshhh!
Semua orang mulai mengeluh, menggosok mata karena perih. Dalam waktu bersamaan, Leon menembak salah satu bola lampu, membuat ruangan menjadi gelap.
Di tengah kekacauan itu, Leon bergerak cepat. Ia membuka ikatan di tubuh Zelena, mengangkat tubuhnya, dan membawanya keluar dari gudang melalui pintu belakang. Ia tak sempat melepas kain penutup mata Zelena.
"Ini jebakan! Cepat cari siapa yang melakukannya!" teriak Arman.
“Pelakunya belum jauh! Cepat cari keluar!” perintah Arkan sambil menutup matanya yang pedih.
Masih di hutan – Di bawah pohon besar
Leon menurunkan Zelena dan melepas penutup matanya. Ia mengusap wajahnya lembut.
“Kau baik-baik saja? Apa ada yang sakit?” tanyanya, sambil memeriksa tubuh Zelena.
Zelena hanya menatapnya sambil menangis. Air matanya tak tertahan.
“Kenapa kau menangis? Apa aku menyentuh bagian yang sakit?” tanya Leon, khawatir.
Zelena memeluk Leon erat, tubuhnya gemetar. “Kenapa… lama sekali? Kenapa datangnya lama sekali…” isaknya.
Leon menarik tubuh Zelena sedikit, lalu menatap wajahnya.
“Jangan bersuara keras. Mereka pasti sedang mencarimu. Pelankan suaramu,” ucapnya lembut.
Zelena mengangguk dan kembali memeluk Leon, kali ini tanpa suara. Pelukannya erat.
Leon membalas pelukannya, mengusap kepala gadis itu. “Maaf… karena datang terlambat…”
“Ayo pulang… aku ingin bertemu Ayah… dan Kak Kenzo…” bisik Zelena, masih memeluk Leon.
Leon menatap sekeliling. “Kau bawa ponsel?”
Zelena menggeleng. “Nggak… aku bahkan nggak tahu bagaimana aku bisa sampai ke sini…”
Leon menggenggam tangannya. “Tenang… kita keluar dulu dari sini, baru cari pertolongan.”
Zelena mengangguk pelan. Ia percaya penuh pada Leon.
Beberapa jam kemudian – jalan raya besar
Leon dan Zelena berhasil keluar dari hutan dengan berjalan kaki. Mobil milik Leon ditemukan Arman, membuat Arman semakin cemas karena dugaannya terbukti, Leon berhasil kabur bersama dengan Zelena, rencana nya kali ini gagal, dan sudah pasti, Leon tahu siapa dia sebenarnya,
Leon membawa Zelena ke sebuah toko kecil di pinggir jalan yang menjual pakaian murah. Uang yang ada di sakunya hanya cukup untuk beli pakaian dan sewa penginapan sederhana.
“Kau pakai ini, ya? Maaf, aku tidak bisa belikan yang mahal,” ucap Leon sambil memilihkan baju.
Zelena tersenyum lemah. “Iya, Kak. Yang penting aku bisa pakai baju…”
Zelena masuk ke kamar ganti. Sementara itu, Leon meminjam ponsel salah satu pengunjung toko dan mengirim pesan singkat ke pamannya—hanya nomor Alex yang ia hafal.
Setelah Zelena selesai berganti pakaian, mereka berdua pergi ke sebuah penginapan sederhana yang bahkan tak layak disebut hotel.
“Malam ini kita tidur di sini,” ucap Leon sambil merapikan tempat tidur.
Zelena duduk di pinggir kasur. “Kita tidur berdua, Kak?” tanyanya polos.
Leon tersedak, tidak menyangka pertanyaan itu keluar. “Apa?”
“Kita sudah pernah tidur satu kasur kan? Kali ini juga nggak masalah kan?” ucap Zelena, membuka sandal dan merebahkan diri di kasur.
Leon berdiri canggung. “ iya tidak masalah, intinya kau bisa istirahat dengan tenang, kita akan lanjutkan perjalanan besok pagi " Leon menatap Zelena
" Untung kakak yang datang, aku nunggu lama kak " Zelena menagai Leon, wajah nya masih terlihat takut,
Leon mengambil kotak obat yang berada di laci penginapan mereka, dia membersihkan luka Zelena dan membalut nya dengan perban " aku pasti akan datang, karena aku tahu kau membutuhkan bantuan ku "
" kalau kita terus kayak gini, aku yakin masa depan kita pasti indah yakan? " Zelena tersenyum
" iya tidur lah "
“Aku tidur dulu ya, Kak,” ucap Zelena tenang.
Leon hendak keluar kamar. “Aku akan pergi sebentar ”
Namun Zelena menahan tangannya. “Mau ke mana, Kak?”
Leon menunduk, menatap tangan gadis itu. “Kita tidak bisa honeymoon di tempat kayak seperti ini, dan dalam ruangan berdua dengan mu, itu sangat berat " Leon menahan hasratnya,
" Kak, kita juga udah pernah kan tidur sama-sama, sekarang juga gak masalah, masih bisa kakak tidur di sini "
" Zel, ada sesuatu yang harus aku tahan, dan jika itu lepas maka masa depan kita tidak akan indah lagi "
Ia melepaskan tangan Zelena perlahan, lalu keluar kamar untuk menenangkan diri.
Hai teman-teman, selamat membaca karya aku ya, semoga kalian suka dan enjoy, jangan lupa like kalau kalian suka sama cerita nya, share juga ke teman-teman kalian yang suka membaca novel, dan nantikan setiap bab yang bakal terus update,
salam hangat author, Untuk lebih lanjut lagi, kalian bisa ke Ig viola.13.22.26