Hulya Millicent harus terjebak dalam obsesi cinta seorang bos mafia. Dia bahkan tidak tahu kalau dirinya telah dinikahi oleh sang mafia semenjak usianya baru 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 : Pertengkaran
...•••Selamat Membaca•••...
Marchel menarik kuat Hulya dan mendorong tubuh Hulya masuk ke dalam mobil, dia memilih duduk di belakang lalu mengikat tangan Hulya dengan dasi yang sedang dia pegang saat ini.
Hulya di bawa kembali ke mansion, Marchel menarik Hulya tanpa perasaan lalu kembali mengurung Hulya di dalam kamar. Marchel menyandarkan tubuh lelahnya di pintu setelah mengunci Hulya di dalam, dia menghela nafas lalu memejamkan mata, mendengarkan Hulya yang memukul pintu dari dalam.
“LEPASKAN AKU MARCHEL, KAU INI GILA, AKU TIDAK MAU JADI TAWANANMU BEGINI, AKU MAU BEBAS, ANDAI PAPAKU MASIH HIDUP, DIA PASTI AKAN SANGAT MENYESAL TELAH MENGANGGAP KAU PRIA BAIK, KAU BAJINGAN, KAU SETAN, KAU KURANG AJAR MARCHEEELLL, AKU MEMBENCIMUU,” teriakan Hulya jelas terdengar di telinga Marchel, dia menitikkan air mata lalu dengan cepat dia hapus.
“Aku hanya ingin dia terus bersama denganku, aku tidak sanggup jauh darinya, aku sangat mencintainya, dia hidupku, tolong maafkan aku,” ucap Marchel dengan penuh sesal dalam hatinya pada Hulya.
Marchel melangkahkan kaki, mencari kotak obat untuk mengobati luka Hulya yang telah dia ciptakan tadi.
Marchel turun, menatap Alessandro yang masih berada di mansion nya, Alessandro berdiri dan mendekati Marchel.
“Jangan sakiti dia lagi, kau benar-benar akan kehilangan dia nanti, Marchel. Kau pria sedangkan dia wanita, kau tidak lihat betapa rapuh Hulya? Jangan ayunkan lagi tanganmu padanya, kasihan dia.” Alessandro menepuk pelan pundak Marchel lalu pergi dari sana meninggalkan Marchel yang masih terpaku.
Marchel mengambil kotak obat lalu kembali ke dalam kamar, dia akan mengobati Hulya, kaki wanita itu pasti sangat sakit setelah dia lukai dengan pisau daging yang begitu tajam.
Baru saja pintu terbuka, Marchel dikagetkan dengan serangan Hulya yang begitu tiba-tiba. Kepala Marchel dipukul dengan vas bunga, sehingga Marchel sedikit pusing dan limbung, kesempatan ini digunakan Hulya untuk kabur tapi tidak semudah itu.
Marchel yang masih bisa bertahan menarik Hulya dengan kuat dan mendorong tubuh Hulya hingga bedebam ke lantai dengan begitu keras. Hulya meringis, perutnya terasa amat sakit tapi masih bisa dia tahan.
“Brengsek kau Hulya, aku ke sini untuk mengobati kamu sialan,” geram Marchel, Hulya yang saat ini meringis dengan tangan terikat ikutan geram, dia berdiri dan menantang tatapan Marchel.
“KAU YANG MELUKAI AKU, KAU JUGA YANG MAU MENGOBATI? KAU INI SUDAH GILA YA? KAU ITU PUNYA OTAK ATAU TIDAK?” Marchel yang geram melemparkan kotak obat di tangannya hingga seluruh isinya berserakan, Hulya yang juga diliputi emosi menendang dengan asal isi kotak obat itu, lantai marmer mewah di dalam kamar kini sudah dipenuhi oleh darah dari kaki Hulya.
“Kau benar-benar pintar memancing emosiku hah?”
“Kenapa? Kau mau membunuh aku? Kau akan menyiksaku lagi? Begitu? Silakan, aku tidak takut, sialan.” Hulya masih menantang mata Marchel.
Plak!
Satu tamparan kini didapatkan oleh Hulya, tidak peduli berapa perih tamparan tersebut, bagi Hulya, dia sudah hilang sabar menghadapi Marchel.
“Pukul lagi, memang itu yang kau bisa, memukulku, memperkosaku, dan membunuhku. Dasar pengecut kau Marchel!”
“Sialan kau Hulya,” umpat Marchel lalu mencekik leher Hulya dan menyandarkan dia ke dinding, Hulya terlihat pasrah, dia tidak berontak ataupun melawan, jika mati bisa membuat dia bebas, itu lebih baik.
Hulya memejamkan mata, buliran bening meluncur bebas dari pelupuk mata indah itu, Marchel yang dikuasai emosi, langsung melepaskan cekikannya dan mendorong Hulya dengan kuat.
Hulya terbatuk, dia merasakan ada sesuatu yang keluar dari jalan lahirnya, perutnya juga sangat sakit, seakan terasa melilit hebat. Hulya meringkuk, berusaha menyembunyikan rasa sakit itu dari Marchel.
“Kau, benar-benar mau mati hah?” teriak Marchel sambil menunjuk Hulya dengan tegas, kali ini Hulya tak lagi menjawab, dia fokus menahan rasa sakit itu. Marchel menendang kuat perut Hulya berkali-kali tanpa peduli dengan darah yang terus dimuntahkan oleh wanita itu.
“Persetan dengan dirimu, aku harap tuhan mencabut nyawamu hari ini juga, jadi aku tidak perlu membunuhmu, mati saja kau, Hulya,” umpat Marchel, lalu keluar dari kamar, tujuannya kali ini adalah club malam, semakin dia di rumah, semakin meluap emosinya.
“Marchel, tolong jangan tinggalkan akuu, perutku sakiiiittt,” tangis Hulya memanggil Marchel dengan sisa energi yang dia punya.
Marchel yang tidak mendengar perkataan Hulya keluar dari kamar dengan langkah kesal, hatinya benar-benar tidak karuan saat ini.
...***...
Marchel duduk sambil menikmati suara dentuman musik di club, cairan dalam gelas kecil yang dia pegang terus dia teguk hingga tetesan terakhir.
Pikirannya kembali melayang pada Hulya, wanita itu sangat keras kepala dan terus memancing emosinya, Marchel bahkan tidak bisa mengontrol diri ketika Hulya terus-terusan berusaha kabur.
“Bagaimana lagi cara agar aku bisa membuatmu bersama denganku hah? Kau benar-benar membuat aku gila, Hulya,” tekan Marchel lalu meneguk minumannya lagi dan lagi hingga dia mabuk.
Marchel tidak pulang ke mansion, dia memilih untuk tidur di markas dan membiarkan ponselnya mati, agar tidak ada yang mengganggunya hingga pikirannya sedikit tenang.
Pagi menjelang, Marchel bangun dengan kondisi begitu kusut, kantung mata terlihat jelas, rambut yang berantakan. Dia mengaktifkan ponselnya dan tidak mendapatkan pesan apapun dari Hulya, Marchel juga tidak berniat pulang ke mansion pagi ini, dia memilih untuk tetap di markas tapi pikirannya selalu tertuju pada Hulya.
Marchel berjalan dengan gontai ke arah mobil, dia melihat Alessandro sudah ada di markas bersama dengan Justin.
“Kau tidur di sini semalam?” tanya Justin pada Marchel, pria itu hanya mengangguk saja tanpa berkata apapun.
“Kau bertengkar dengan Hulya lagi?” kali ini Alessandro yang bertanya.
“Yah apalagi yang bisa membuat aku sekusut ini, dia benar-benar membuat aku hilang akal,” jawab Marchel lalu bergabung duduk dengan kedua pria itu.
“Sana pulang, jangan begini terus, bisa-bisa dia benar-benar hilang rasa padamu, Marchel,” kata Alessandro, Marchel menatapnya lalu mengangguk.
“Aku memang akan pulang, aku pergi dulu.” Marchel meninggalkan kedua anak buah kepercayaannya.
Mobilnya melaju dengan kecepatan sedang menuju mansion, setibanya di rumah besar itu, dia langsung saja ke dalam kamar dan melihat kamar itu masih berantakan oleh obat-obatan semalam, darah sudah mengering di lantai, dia mulai khawatir karena tidak melihat Hulya.
Marchel mengikuti jejak darah di lantai, itu menuju kamar mandi dan darah tersebut juga menghitam bukan seperti darah dari kaki Hulya semalam.
Marchel bergegas membuka pintu kamar mandi dan kaget melihat Hulya tertidur di dalam bathub, tangannya masih terikat, wajahnya sangat pucat dan air bathub berubah merah karena darah, Marchel bisa mencium bau anyir darah yang tidak biasa.
“Hulya, bangun.” Marchel menepuk pelan pipi Hulya, wanita itu tak bergeming sama sekali. Dia melepas ikatan di tangan Hulya lalu menggendong dan membawanya ke rumah sakit.
Wajah Hulya penuh memar, juga begitu pucat, Marchel tidak bisa lagi berpikir jernih, jantungnya berdegup kencang saat ini.
...•••BERSAMBUNG•••...