"Bang Akbar, aku hamil!" ucap Dea di sambungan telepon beberapa Minggu lalu.
Setelah hari pengakuan itu, Akbar menghilang bagai di telan bumi. Hingga Dea harus datang ke kesatuan kekasihnya untuk meminta pertanggungjawaban.
Bukannya mendapatkan perlindungan, Dea malah mendapatkan hal yang kurang menyenangkan.
"Kalau memang kamu perempuan baik-baik, sudah pasti tidak akan hamil di luar nikah, mba Dea," ucap Devan dengan nada mengejek.
Devan adalah Komandan Batalion di mana Akbar berdinas.
Semenjak itu, Kata-kata pedas Devan selalu terngiang di telinga Dea dan menjadi tamparan keras baginya. Kini ia percaya bahwa tidak ada cinta yang benar-benar menjadikannya 'rumah', ia hanyalah sebuah 'produk' yang harus diperbaiki.
Siapa sangka, orang yang pernah melontarkan hinaan dengan kata-kata pedas, kini sangat bergantung padanya. Devan terus mengejar cinta Dealova.
Akankah Dealova menerima cinta Devan dan hidup bahagia?
Ikuti perjalanan Cinta Dealova dan Devan hanya di NovelToon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 : Perpisahan Sementara
Di curangi.
Pagi hari itu membawa aura ketegangan di sekitar Devan. Setiap sapaan dari anak buahnya tidak ada yang ia balas. Wajahnya muram, masih mengisyaratkan kepedihan hatinya. Bukan karena amarah sesaat, namun kekecewaan dan amarah yang kian menebal di dinding hatinya pada Kasandra.
Memakai pakaian dinas resmi yang lengkap, Devan berdiri di depan pintu pimpinan tertinggi di kesatuannya. Menunggu untuk dipersilahkan masuk. Akhirnya pintu terbuka...
"Silahkan masuk, Dan. Letjen. Wiyono sudah menunggu." ajudan Wiyono mempersilahkan.
Devan duduk di depan atasannya dengan sikap sempurna. Pak Wiyono menatap Devan dengan tatapan penuh arti, ia mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan. Jari telunjuknya mengetuk meja kerja dengan irama yang menegangkan.
"Kedatangan saya ke sini, hendak mengajukan permohonan cerai pada Kasandra. Mohon komandan memberi keputusan seadilnya untuk kami."
Devan menyodorkan map berisi form permohonan gugat cerai yang sudah di tandatangani kedua belah pihak dan flashdisk berisi bukti-bukti yang menguatkan permohonan tersebut.
"Apa sebenarnya yang terjadi? Kalian terlihat romantis, semua anak buahmu mengakui itu," tanya Wiyono.
"Di antara kami sudah lama tidak pernah ada kecocokan, kami hanya saling menyakiti dan terus membuat jarak yang tidak bisa lagi untuk disatukan."
"Devan, kamu selingkuh!" tuduh Wiyono dengan suara pelan namun berat. "Informasi yang aku terima, kamu bersama seorang gadis menghabiskan malam di Monas lalu kalian pergi ke hotel," cecar Wiyono.
Devan terkesiap, matanya yang sejak tadi menatap telapak tangannya kini lurus memandang wajah atasannya dengan sorot mata penyimpan api di dalamnya.
"Kejadiannya tidak seperti itu, komandan," bantahnya.
"Jadi seperti apa? Perselingkuhan adalah pengkhianatan yang dilakukan dalam keadaan sadar, menyakiti pasangan dengan sengaja, Devan."
"Kehidupan rumah tangga kami masalah lain, dan gadis itu tidak ada kaitannya dengan masalah rumah tangga kami," bantah Devan.
"Kasandra pernah curhat pada istriku, kalau ia menemukan chatting kamu dengan wanita lain. Bahkan kamu memiliki perangkat lain, khusus untuk menghubungi wanita itu. Ia juga menemukan sebuah sketchbook yang berisikan curahan hati seorang gadis padamu. Semua sudah istrimu laporkan lebih dulu, dan bukti sudah ada pada kami, Devan. Istrimu tidak menginginkan perceraian. Dia justru meminta perlindungan pada kami."
Devan mengusap kedua pahanya lalu tangannya terkepal dengan ketat. Ia tidak menyangka kalau Kasandra malah memutar balik keadaan. Dia yang meminta perceraian tapi malah membuatnya tersudut. Lalu, sketchbook itu ... Devan yakin sudah menyimpannya dengan sangat hati-hati dan ditempat rahasia. Ia tidak menyangka jika Kasandra akan memata-matainya.
"Permohonan cerai yang kamu ajukan, kami tolak. Kami akan melakukan 'pembinaan' padamu. Devan, sebelum terlambat, putuskan hubunganmu dengan wanita lain. Kariermu selama ini sangat baik tidak pernah melakukan kesalahan. Jangan rusak hidupmu hanya karena cinta sesaat," pesan Wiyono seraya mengembalikan map surat permohonan.
Devan tertunduk, bahunya merosot. Dadanya gemuruh menahan amarah sekaligus kesedihan yang mendalam. Cintanya pada Dea bukan cinta sesaat. Dea adalah sosok yang ia inginkan dan ia butuhkan untuk menata karier dan masa depannya.
Dan Kasandra adalah sebuah belenggu yang tidak bisa ia lepaskan dengan mudah.
Pulang dari kantor atasannya, Devan memeriksa mobil dan brankas tempat penyimpanan sketchbook dari Dea. Sketchbook itu telah dicuri dari brankas begitu juga cincin berlian yang akan ia berikan pada Dea.
Devan menghela napas dengan berat, dinding kekecewaan dan kemarahannya pada Kasandra bertambah tebal. Kasandra bukan hanya perempuan yang tidak pandai bersyukur tapi juga perempuan penuh tipu daya dan licik.
Selama ini, Kasandra terlihat tidak perduli dan masa bodoh dengan apa yang dilakukan Devan. Tapi ternyata dia terus memantau dan memata-matainya.
Kode brankas yang telah diretas, puluhan kamera tersembunyi dengan berbagai bentuk yang kini sudah tergeletak di meja kerja Devan, setelah anak buahnya membantu mencari signal CCTV yang menyala. Adalah bukti kelicikan Kasandra selama ini.
Semua tempat dipasangi CCTV. Ruang kerja, mobil, ruang tidur tidak ada yang luput dari pantauan CCTV yang Kasandra pasang. Devan buka satu persatu rekaman CCTV tersebut, semua rekaman pertengkarannya di mobil, di kantor, di rumah dan ruang tidur semua telah terhapus.
Sebuah pesan masuk dari Kasandra, "Kamu pikir aku bodoh? Dengan perceraian aku hancur, papaku tidak akan lagi memihakku. Kamu menginjak harga diriku. Lalu kamu bisa bahagia dengan wanita lain. Aku hancur kamu juga harus hancur, terutama wanita itu. Semua bukti sudah aku serahkan pada papamu juga papaku. Sekarang, siapa yang akan mengemis dan menjilat ludahnya sendiri?"
Devan tertawa sumbang, airmata mengalir di sudut matanya. "Ternyata selama ini aku menikahi seorang monster sekaligus ratu iblis." gumamnya.
Devan memijit keningnya yang berdenyut. Drama rumah tangga yang tidak pernah ada akhirnya harus terus ia jalani, entah sampai kapan.
Tak sanggup kehilangan
Hujan mengetuk pelan jendela kaca di malam yang basah itu. Bayangan menebal dengan aroma tembakau yang terbakar di ujung malam. Devan duduk terdiam di dalam mobil hanya menatap bangunan dua lantai di depan gerbang kostan Dea.
Keberaniannya surut setelah mamanya melarang untuk mendekati Dea selagi hubungannya dengan Kasandra belum selesai. Sementara Kasandra sangat sulit untuk diceraikan. Di tambah ancaman papanya yang akan mencelakai Dea.
Dia terus memandangi siluet Dea di jendela kamarnya. Gadis itu masih terjaga, duduk di depan jendela kamar mendengarkan suara rintik yang menerpa kaca sambil membaca sebuah buku.
"Aku kangen kamu, De," rintih Devan dengan suara parau.
Tak lama siluet itu menjauh dari jendela. Sebuah kehilangan. Devan terkesiap dengan perasaan yang mencengkram jantungnya tiba-tiba. Sakit, terasa diremas. Bahkan hanya dengan kehilangan siluetnya saja Devan tidak sanggup, apalagi harus meninggalkan Dea dan menghilang.
Dengan tergesa ia membuka pintu mobil lalu berjalan menerjang hujan ke depan gerbang bangunan kost Dea. Saat bersamaan Dea keluar dengan mengenakan jas hujan yang menutup hampir seluruh wajahnya.
"Mas Dev, kenapa malam-malam ke sini?" Dea membuka gerbang lalu menyodorkan payung yang tersedia di halaman.
"Ka-kamu belum tidur Dea?"
"Belum mas, belum ngantuk. Mas kenapa ke sini?" tanyanya lagi.
"Aku ... Ada yang ingin aku bicarakan padamu." Devan menarik tubuh Dea mendekat dengannya.
Mereka masuk ke dalam mobil setelah Dea melepas jas hujan.
"Kamu mau kemana sudah pakai jas hujan, ini sudah malam Dea."
"Mau ke minimarket, aku kehabisan stock makanan dan pembalut, mas."
"Masih ada mini market buka jam segini?" tanya Devan heran.
"Ada di ujung jalan sana, mereka buka 24 jam."
Mobil Devan meluncur ke arah yang Dea tunjuk. "Ini lumayan jauh lho, kamu mau jalan kaki dari kostan tadi? Sendirian lagi, kamu jangan ceroboh Dea. kejahatan bisa terjadi dimana saja apalagi kamu perempuan," ucap Devan, ke khawatiran begitu kental dari nada bicaranya.
Mereka turun dari mobil dan masuk ke mini market. Dea mengambil beberapa makanan ringan, mie instan, pembalut dan peralatan mandi. Karena hujan semakin lebat mereka memutuskan memesan makanan ala Korea yang disediakan di mini market tersebut.
"Enak gak mas?" tanya Dea saat Devan mencicipi odeng kuah spicy milik Dea.
"Lumayan, di saat cuaca dingin begini sangat membantu."
Dea mengusap dagu dan pipi Devan yang terciprat kuah Odeng dengan tisu. "Pelan-pelan makannya mas. Ini laper apa doyan ya?" Dea tertawa geli karena Devan menghabiskan dua porsi Odeng sekaligus.
"Laper dan doyan, ternyata makanan seperti ini enak juga," ucap Devan.
"Tadi mas bilang ada yang mau dibicarakan, apa? Kenapa gak nunggu besok?" tanya Dea sambil mengunyah mie Samyang instan.
Devan menatap mata Dea dengan tatapan ragu, ia memperhatikan tiap detail wajah putih Dea. Seakan sedang merekam setiap inchi wajah gadisnya.
"Aku ... " ucapnya ragu. "Dea, emmh... Bagaimana kalau kita tidak bertemu untuk beberapa bulan ke depan?" tanya Devan nadanya terdengar ragu.
Dea mengangguk pelan, wajahnya terlihat bingung. "Mas mau tugas luar kota?" tanyanya, kesedihan terlihat dari sorot matanya.
"Iya, kira-kira seperti itu ... " jawab Devan tidak mampu menatap wajah Dea, menutupi kegelisahannya. Ia menggeser kakinya dengan gelisah.
Dea tersenyum getir, tapi ia berusaha untuk tegar. "Ngga apa-apa, kita masih bisa komunikasi lewat telepon atau Videocall kan, mas?!"
"Bagaimana jika itu pun tidak bisa aku lakukan?" tanya Devan, wajahnya tertunduk, tatapannya ke arah mangkuk kertas bekas Odeng kuah pedas.
"Tidak masalah, dulu kita bisa hidup tanpa saling terhubung, sekarang pun harusnya bisa. Iya kan?!" suaranya tegas meski ada perasaan tidak nyaman di hatinya, sakit dan gamang.
"Dea," panggilnya dengan suara parau. "Ada hal yang tidak bisa aku jelaskan sekarang. Tapi aku serius padamu, bisakah kamu menungguku?" Devan menatap wajah Dea, ada genangan kesedihan di mata Devan.
"Apa yang harus aku tunggu? Karier yang belum mas capai atau sebuah restu?" tanya Dea to the point.
"Keduanya."
"Bagaimana jika aku tidak bisa menunggu?"
"Aku akan menyesal, sangat menyesal." Devan tertunduk, kilau genangan airmata memenuhi bola matanya.
"Aku tidak tahu ke depannya perasaanku berkembang seperti apa. Tapi yang aku tahu, kita belum pernah memulai sebuah hubungan. Kita hanya saling memahami di antara kita ada sebuah perasaan yang tumbuh. Mas masih bebas memilih tujuan hidup, begitu juga aku." Kembali Dea berusaha tegas dan tegar meski suaranya bergetar.
Dada Devan terasa sesak, ia mengusap kasar airmata yang tiba-tiba jatuh. "Perasaan ini bukan hanya sekedar tumbuh, tapi ia mengakar kuat di hatiku. Sekali lagi aku katakan, aku serius padamu. Hanya waktu tidak berpihak pada kita saat ini."
Devan membingkai wajah Dea lalu menatapnya dengan intens, "Aku mencintaimu ... " ucapnya.
Dea melepaskan tangan Devan dari wajahnya. "Aku merasakan aura perpisahan, jangan katakan cinta. Ini sakit sekali, sakit sekali ... " Dea memalingkan wajahnya dari Devan. Ia mengibaskan tangan di depan wajahnya berusaha tidak menitikkan airmata.
Tapi tidak bisa, tangisnya pecah.
"Mie Samyang nya pedas sekali. Seharusnya aku tidak memilih ini... Huhuhu... " Dea terus terisak.
Devan memejamkan mata, ia menarik tubuh Dea dan memeluk gadis itu. "Maafkan mas, Dea."
Kok Kasandra jadi side character di cerita cintanya Devan sama wallpaper 😭
kasihan juga pada Kasandra, tapi mau gimana lagi? udah telat.
semoga zie tidak jadi korban