Selama ini Amara memberikan kehidupannya kepada Dion dan mengabdikan diri sebagai istri yang sempurna. sudah 3 tahun sejak pernikahan tidak ada masalah pada rumah tangga. namun fakta lain membuat hati Amara begitu teriris. Dion berselingkuh dengan seorang wanita yang baru ia kenal di tempat kerja.
Amara elowen Sinclair berusia 28 tahun, wanita cantik dan cerdas. Pewaris tunggal keluarga Sinclair di london. Amara menyembunyikan identitasnya dari Dion Karena tidak ingin membuat Dion merasa minder. mereka menikah dan membina rumah tangga sederhana di tepi kota London.
Amara menjadi istri yang begitu sempurna dan mencintai suaminya apa adanya. Tapi saat semuanya terungkap barulah ia sadar ketulusannya selama ini hanyalah dianggap angin lalu oleh pria yang begitu ia cintai itu.
Amara marah, sakit dan kecewa. ia berencana meninggalkan kenangan yang begitu membekas di sisa sisa hubungan mereka. akankah Amara dapat menyelesaikan masalahnya?....
ikuti terus ya guysss
selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 15
Vanya kembali mendapatkan pesan dari Gery.
" Vanya, temui aku di x, kalau kamu tidak datang maka jangan salahkan aku jika terjadi sesuatu padamu." pesan dari Gery.
Vanya mulai gelisah, ia tak tahu harus berbuat apa. Jantungnya berdetak hebat, sementara itu Vanya sebenarnya tak ingin lagi bertemu dengan Gery. Tapi Vanya juga takut jika Gery akan berbuat nekat dan menghancurkan semua rencananya.
" Baiklah." pesan terkirim. Vanya menyetujui pertemuan dengan Gery.
.
.
Dion berada di ruangannya, ia tak merasa sedikitpun khawatir dengan keadaan Amara. " kita lihat saja, sebentar lagi pasti Amara akan menelpon." gumam Dion. Namun, tak ada satupun panggilan masuk dari Amara.
Dion kembali fokus dengan pekerjaannya. Ia sedang merevisi kontrak kerjasama yang akan di tandatangani sebentar lagi. " setelah kontrak ini berhasil, aku akan menjadi direktur utama agensi ini. Semuanya ada dalam kendaliku." gumamnya pelan.
Dion tampak mencari sosok seseorang yang selama ini selalu menemaninya di dalam ruangan. "Tumben Vanya gak datang. Kemana dia?." pikir Dion.
Namun Dion memutuskan untuk kembali bekerja, mungkin saja Vanya pulang ke apartemennya.
.
.
" Amara, yakin mau masuk perusahaan hari ini. Kalau lelah istirahat saja dulu." ucap Sania kepada putrinya yang terlihat sedang bersiap siap.
"Yakin ma, Amara kuat kok tenang saja." senyum Amara ke arah ibunya. Sania akhirnya menyerah dan membiarkan Amara bekerja.
" Ma, hari ini Amara mau ke salon dan membeli beberapa baju, tapi..." ucapan Amara terpotong.
Sania berdiri dan membuka laci meja rias Amara. " Ini kartumu." Sania menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Amara.
" Ma..."
" Mama menyimpan semua barangmu di kamar ini, kunci mobil dan kartu yang kamu buang saat akan meninggalkan rumah mama simpan di kamar ini." ucap Sania menjelaskan.
Amara semakin merasa bersalah saat mengingat betapa keras ia melawan ibunya. Sampai semua pemberian kedua orang tuanya ia kembalikan padahal mereka tak pernah meminta untuk mengembalikan itu.
" Jika saja dulu kamu bawa kartu ini, mama tak akan melarang mu. Bahkan mama akan terus menambah uang yang ada didalamnya hingga tak pernah habis." ucap Sania.
" Terimakasih ma." Amara memeluk erat ibunya. Ia menatap manik ibunya dengan rasa bersalah yang begitu besar.
Setelah cukup lama berpelukan, Amara pamit untuk berangkat ke perusahaan. Tak lupa ia juga menemui ayahnya yang sedang bersantai di ruang tamu.
Clarissa ikut dalam perjalanan kali ini, Amara meminta supir untuk menurunkan mereka di sebuah salon terkenal di kota London.
" Clarissa, tunggu aku di sini." ucap Amara, ia langsung di layani oleh seorang wanita yang terlihat sudah profesional.
Rambut Amara cukup kusut karena tak pernah lagi di rawat ke salon. Amara memejamkan mata menikmati sensasi pijatan lembut di kepalanya.
Clarissa mendapat informasi dari suruhannya bahwa Vanya sedang bertemu dengan seseorang di sebuah cafe. "Selidiki lebih detail!." ucapnya di seberang telepon. Seseorang di seberang sana mengiyakan perkataan Clarissa.
Setelah satu jam menunggu, Amara keluar dari ruangan styling dengan langkah penuh percaya diri. Auranya memancar dengan sempurna hingga membuat Clarissa terheran dalam kekaguman.
" Nona, anda sangat cantik. Luar biasa." ucap Clarissa tak percaya.
Penampilan baru Amara terlihat begitu memukau. Rambutnya yang semula kusut, kini tergerai halus dengan warna coklat madu membuatnya semakin cantik dan berwibawa. Amara mengenakan kaca mata hitamnya dengan anggun.
" Clarissa, saatnya aku tunjukkan siapa Amara sebenarnya." ucap Amara dengan ekspresi sombong. Baru kali ini ia terlihat sangat tidak sabar menanti kehancuran orang lain.
" Nona, anda luar biasa." Clarissa mengacungkan jempol sambil tersenyum lebar.
Keduanya keluar dari salon dengan penuh pesona. Gaya casual Amara membuatnya terlihat sangat mewah dan siapapun akan segan untuk berbicara dengannya.
Mereka memasuki mobil, " Clarissa, aku mau mencari dress terbaik untuk pesta pelantikan." ucap Amara dengan menyilangkan kedua kakinya.
" Siap nona, saya sudah menghubungi desainer terkenal untuk anda." jawab Clarissa yang duduk di samping Amara.
" Bagus, kamu memang sangat peka Clarissa."
Keduanya tiba di sebuah butik terkenal di kota London. Amara langsung diarahkan untuk masuk ke sebuah ruangan khusus VIP. Di sana ia disambut desainer Richard dengan senyum ramah.
" Selamat datang nona Amara. Perkenalkan saya Richard." ucapnya. mereka berjabat tangan.
" Tunjukkan dress terbaik yang kamu punya Tn Richard." ucap Amara.
" Tentu." Richard menepuk tangannya dua kali, lalu para karyawan membawa beberapa dress yang masih terbalut rapi di patung gaun. Kilauan dari dress dress mahal itu sungguh menyilaukan mata.
" Semuanya terlihat indah. Aku jadi bimbang." ucap Amara saat ia melihat dan menyentuh beberapa dress yang sudah terpampang indah di hadapannya.
" Nona, jika anda memilih secara acak semuanya akan sangat pas untuk nona. Anda wanita yang paling cantik jadi semua yang anda kenakan juga ikut cantik." ucap Richard.
Amara tertawa kecil saat mendengar ucapan Richard.
" Clarissa, bantu aku memilih."
Clarissa langsung berjalan menghampiri Amara. Ia melihat dengan seksama dress itu satu persatu.
" Nona, kita tidak terlalu paham jenis dress. Saya punya saran agar Tn Richard memberikan rekomendasi mengenai dress yang paling terbaik."
" Tentu, saya akan melakukannya." ucap Richard dengan cepat. Amara juga menyetujui hal itu.
Richard mulai memperkenalkan sebuah dress berwarna Champagne lembut yang memantulkan cahaya dengan kilau halus. terbuat dari bahan zilk organza berlapis satin. Dan yang membuat dress ini luar biasa adalah benang emas yang membuat corak bunga di bahu nya terlihat sangat indah. Di tambah belahan tengah pada area punggung memberikan kesan seksi dan menawan. "Apakah nona tertarik?." ucap Richard dengan nada lembut.
" Of course, kirimkan secepat mungkin dress ini." ucap Amara.
" Baiklah nona, saya turut senang dengan pilihan anda. Selera anda sangat bagus."
Amara juga membeli beberapa dress santai yang akan dibutuhkannya untuk di pakai sehari hari.
Setelah selesai berbelanja, Amara melanjutkan perjalanan menuju perusahaan. Di dalam mobil, Dion memberi pesan yang seolah mengejek nya.
" Amara, kamu cukup kuat bertahan tanpa aku. Besok surat cerai akan dikirim. Jadi aku butuh alamatmu."
Amara tersenyum miring melihat pesan penuh kesombongan dari Dion.
" tidak perlu repot-repot Dion, surat cerai itu sudah ku kirimkan ke rumahmu tadi pagi. Jadi harap segera tanda tangani ya~." balasan singkat dari Amara. Ia kembali menyimpan ponselnya dan tidak mau memperdulikan balasan apa yang akan ia dapat dari Dion.
Sementara Dion menghela nafas tak percaya saat mendapat pesan dari Amara. Ia tak menyangka jika Amara lebih dulu mengirimkannya surat cerai. Bahkan Amara tak membutuhkan bantuannya untuk bertahan hidup di luar sana.
" Amara, aku bahkan tak memberikan uang sepeserpun padamu. Bagaimana kamu bisa mengurus surat cerai secepat ini?." gumam Dion tak percaya.
Ia bergegas pulang untuk mengecek apa benar perkataan Amara atau hanya kebohongan belaka.