Dilahirkan dalam keluarga kaya, Alea Lily Armstrong tumbuh dalam penolakan. Dianggap pembawa sial, ia dikucilkan dan dibenci. Luka hati mengubahnya menjadi wanita dingin. Pertemuannya dengan Alexander, ketua mafia terluka, membawanya ke dunia gelap.
Lea menjadi "Ratu Mafia Tersembunyi," menyembunyikan identitasnya. Dendam membara, menuntut pembalasan atas luka lama. Di tengah intrik mafia, Lea mencari keadilan. Akankah ia temukan kebahagiaan, ataukah dendam menghancurkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chery red, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Tirai Kebohongan yang Terkuak
Keheningan yang mematikan di aula pesta pecah oleh jeritan ngeri dan gemuruh guntur yang menggelegar. Para tamu undangan berlarian panik, beberapa menutupi telinga, yang lain saling berpegangan dalam ketakutan. Namun, di tengah kekacauan itu, tiga sosok di atas panggung—Richard Amstrong, Tiara Amstrong, dan Belinda—justru tampak santai. Bahkan ada semacam kepuasan yang samar tersungging di bibir Richard Amstrong, seolah semua yang terjadi adalah bagian dari rencana besarnya.
Richard Amstrong mengangkat tangannya, meminta perhatian. Dengan suara yang lantang dan penuh percaya diri, seolah tak ada yang salah, ia melanjutkan konferensi persnya yang telah terinterupsi. "Hadirin sekalian, mohon tenang!" Suaranya terdengar jelas di atas riuhnya kepanikan. "Mungkin ada di antara kalian yang terkejut. Baiklah, saya akan menambahkan satu lagi pengumuman penting di malam yang istimewa ini."
Ia meraih tangan Belinda, tersenyum lebar. "Saya ingin memperkenalkan secara resmi, di hadapan Anda semua, wanita luar biasa ini. Dia adalah Belinda istri saya. Kami telah menikah secara siri sejak delapan belas tahun tahun yang lalu, dan tiga hari yang lalu, kami baru saja meresmikan dan mencatatkan pernikahan kami di catatan sipil."
Aula kembali hening, namun kali ini bukan karena ketakutan, melainkan karena keterkejutan yang jauh lebih dalam. Richard Amstrong, seorang pengusaha terkemuka yang selama ini dikenal sebagai sosok setia pada mendiang istrinya, Rosalind Amstrong, ternyata telah hidup dalam kebohongan. Pernikahan siri selama delapan belas tahun? Itu berarti Richard telah berselingkuh dari Rosalind hampir sejak awal pernikahan mereka, bahkan sebelum Alea lahir. Semua tamu undangan bertanya-tanya apakah Richard hanya memanfaatkan Rosalind saja ?
Bisik-bisik yang tadinya berupa kepanikan, kini berubah menjadi kemarahan dan cemoohan. Para rekan bisnis Richard, terutama yang memiliki kedekatan dengan Rosalind, menatapnya dengan jijik dan tak percaya. Para istri dari para pengusaha itu, yang sering bertemu dan mengagumi Rosalind, kini melayangkan tatapan penuh kutukan.
"Bajingan tengik!"
"Bagaimana bisa dia melakukan ini pada Rosalind?"
"Dia mengkhianati sahabat kami!"
"Bangsatt! Dia dengan bangganya mengumumkan pernikahan sirinya!"
"Kasihan Rosalind, ditipu habis-habisan oleh lelaki brengsekk macam Richard!"
Cacian-cacian itu mulai terdengar, meskipun samar, dari berbagai sudut ruangan. Reputasi Richard Amstrong hancur dalam hitungan detik. Media sosial mulai riuh, kamera-kamera awak media cetak dan online sibuk mengabadikan setiap momen kehancuran itu.
Di tengah kekacauan itu, Alea merasakan tubuhnya mendadak limbung. Sumpah yang ia ucapkan, ditambah dengan pengumuman mengejutkan Richard, telah menguras seluruh sisa tenaganya. Luka di telapak tangannya yang ia sayat sendiri mulai mengeluarkan darah lagi, membasahi perban dan menetes ke lantai. Pelipisnya juga terasa semakin nyeri. Pandangannya mulai buram.
Axel, yang sejak tadi berdiri di belakang Alea, merasakan tubuh gadis itu mulai goyah. Dengan sigap, ia merangkul Alea, menahannya agar tidak jatuh.
"Lea....Alea! Kau tidak apa-apa?!" tanyanya panik saat melihat darah kembali merembes dari perban Alea.
Harun dan Indira yang melihat kondisi Alea, segera mendekat. "Kita harus membawanya kembali ke rumah sakit!" perintah Harun. Tanpa menunggu lebih lama, Axel dibantu kedua orang tuanya, segera membawa Alea keluar dari aula yang penuh hiruk-pikuk itu. Mereka meninggalkan Richard Amstrong dan keluarganya yang kini menjadi pusat perhatian kebencian, bergegas kembali menuju Rumah Sakit Mahardika.
Sementara itu, di markas rahasia Alexander yang tersembunyi, suasana tegang. Alexander duduk di kursi rodanya, di hadapan monitor besar yang menampilkan rekaman siaran langsung pesta ulang tahun Tiara. Wajahnya keras, matanya menyorot tajam. Ia telah menyaksikan seluruh drama, dari kedatangan Alea, hingga sumpah yang diucapkan keponakannya, dan tentu saja, pengkhianatan Richard yang terkuak. Di sampingnya, Arman berdiri dengan rahang mengeras, emosi yang sama terpancar dari matanya.
"Keparrat ... Lelaki ini benar-benar tidak tahu malu!" geram Arman. "Beraninya dia mengatakan hal itu di depan umum! Dengan entengnya dia memberitahu pernikahan sirinya pada semua orang. Urat malunya sudah putus."
Sementara Arman hanya diam dengan wajah datar, menyembunyikan gejolak amarah. Dia tidak menerima jika Rosalind ternyata telah dikhianati oleh Richard, dia yakin jika Rosalind sebenarnya telah mengetahui hal ini.
Alexander menghela napas panjang. "Sudah kuduga, Richard Amstrong tidak akan pernah menjadi pria yang jujur. Tapi penghinaan publik ini... dia telah melewati batas." Ia menatap Arman. "Aku menerima laporan lengkap tentang semua yang terjadi. Bagus. Sekarang, ada satu hal lagi yang harus kita urus."
Alexander memberi perintah tegas kepada Arman. "Arman, aku ingin kau segera mengurus dokumen pergantian nama Alea. Pastikan tidak ada jejak nama Amstrong lagi padanya. Tambahkan nama Callahan di belakangnya. Alea Lily Callahan. Itu nama keluarga ku. Dia harus menggunakan nama Callahan untuk melawan si keparrat Amstrong sombong itu."
Arman mengangguk. "Siap, Alexander. Akan saya urus secepatnya." Ia tahu betul betapa pentingnya nama marga dalam dunia mereka, dan bagaimana perubahan ini akan menandai babak baru bagi Alea.
Kembali ke Rumah Sakit Mahardika, Alea kembali terbaring di kamar VVIP. Dokter Satria Mahardika dan timnya segera menangani lukanya tampak kesal, sambil membersihkan kembali sayatan di telapak tangannya, dan mengganti perban di pelipisnya dia tak henti-hentinya mengomel pada Alea dan Axel.
"Dasar bandel, sudah tau baru saja pulih dan sadar dari pingsan. Ini malah langsung pergi meninggalkan rumah sakit, mencabut infus, dan menambah luka di telapak tangan. Ckckckck... Kamu engga menyayangi tubuhmu? Dan kamu Axel.. Bukannya melarang malah ikut-ikutan pergi. Sekarang Alea harus istirahat total. Saya tidak menginginkan dan mendengar bantahan. Dan saya akan menempatkan beberapa orang penjaga untuk menjagamu." ucap dokter Satria, berdecak kesal dia mendelikkan matanya ke arah Axel , seakan menyalahkan nya atas pingsannya Alea kali ini. Dokter Satria juga mengomel panjang pendek pada Dion, anaknya yang dia tugaskan untuk menjaga Alea namun ternyata malah membantu Alea pergi ke hotel tempat diselenggarakannya pesta ulang tahun Tiara, mata dokter Satria melotot melihat Dion yang hanya cengengesan mendengar Daddy nya mengomeli Axel dan dirinya.
Kondisi Alea stabil, namun ia membutuhkan istirahat total untuk memulihkan diri dari cedera fisik dan guncangan emosional yang ia alami.
Axel duduk setia di samping ranjang Alea. Tangannya menggenggam lembut tangan Alea yang bebas infus. Matanya tak lepas dari wajah pucat gadis itu. Rasa khawatir, amarah, dan kekaguman bercampur aduk dalam dirinya. Setelah kejadian di sekolah dan pesta, Axel merasa bahwa ia tidak bisa lagi menyembunyikan perasaannya atau hubungannya dengan Alea. Dia telah terang-terangan mengklaim Alea sebagai pasangannya, baik melalui tindakannya di depan kedua orangtuanya, terlebih di depan teman-temannya. Axel mulai menunjukkan kebucinan akutnya dengan memperlihatkan kesetiaannya menemani Alea di rumah sakit. Baginya, Alea sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidupnya, dan ia akan melindunginya dengan segenap kemampuannya.
Axel menatap wajah Alea yang damai dalam tidurnya. Perban di pelipis dan di tangannya mengingatkan Axel akan semua penderitaan yang Alea alami. Tanpa sadar, tangannya terangkat, mengusap lembut pipi Alea. Ada dorongan kuat yang tak bisa ia tahan. Perlahan, Axel menundukkan kepalanya, mendekatkan bibirnya ke kening Alea. Ia menciumnya, lama. Sebuah ciuman lembut yang penuh kelembutan, dan janji untuk melindungi.
Tepat pada momen itu, pintu kamar VVIP terbuka perlahan. Harun, Indira, Alexander yang duduk di kursi rodanya, dan Arman melangkah masuk. Mereka datang untuk menjenguk Alea setelah menerima laporan kondisi Alea yang ngedrop.
"Axel..." suara Harun terdengar, sedikit tercekat karena terkejut.
Axel sontak mengangkat kepalanya, matanya membelalak, wajahnya langsung merona merah padam karena tertangkap basah. Ia nyaris melompat dari kursi. Mereka memergokinya dalam situasi yang memalukan! Astaga! Malu sekali!
Indira tersenyum geli, sementara Alexander mengangkat salah satu alisnya, senyum tipis tersungging di bibirnya seolah berkata, "Aku tahu apa yang sedang terjadi." Arman hanya menahan tawa, ekspresinya sulit ditebak.
Axel hanya bisa tergagap, tidak bisa berkata-kata, wajahnya semakin memerah. Ia hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, berharap lantai segera menelannya.