Lionel Danny, adalah pria berpengaruh yang kejam. Karena dendam ia terpaksa menikahi putri musuhnya sendiri.
Namun, tepat setelah pernikahan selesai dilangsungkan, ia justru menghabisi seluruh keluarga istrinya, Maura.
Karena benci dan dendamnya akhirnya Maura sengaja mendekati pria kaya raya bernama Liam. Siapa sangka jika Liam benar-benar jatuh hati kepada Maura.
Mungkinkah Danny luluh hatinya dan berusaha merebut kembali miliknya?
Bagaimana jadinya jika ternyata Liam justru pria yang lebih kejam dari Danny?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Rumah Bordil
Mobil yang ditumpangi Liam melaju cepat, meninggalkan tempat yang menjadi lokasi kerusuhan.
Maura masih bersandar dengan kondisi tubuh yang masih lemas. Sesekali Liam melirik ke arahnya.
"Maura, kenapa bisa kamu berada di tempat tadi? Apa kau pernah ke sana?" tanya Liam, ekspresi wajahnya menggambarkan pria yang sedang cemas bercampur penasaran.
Namun, semua itu justru disambut dengan raut tersentak oleh Maura.
"Aku belum pernah ke sana. Memangnya tempat apa itu? Bukankah itu hanya kafe?" Kening Maura berkerut saat bertanya. Seolah menandakan ia memang tak tahu itu tempat apa.
Liam menghela napas berat. "Itu rumah bordil, Maura."
Pria berwarna nyaris sempurna itu mengusap kasar keringat yang masih tertinggal di wajahnya.
Maura melotot, bibirnya bahkan ternganga.
"Kau ... ke tempat bordil?"
"Kau sepertinya sedang salah paham lagi padaku." Liam tersenyum kecut.
Maut pun membalas tersenyum. "Kamu ... sebenarnya pria seperti apa, Tuan Liam? Kenapa kamu sering terlibat kekacauan? Katamu, kau adalah pria baik. Lalu bagaimana aku yakin kau orang baik. Sementara setiap kali kita bertemu, aku selalu melihatmu membunuh atau bahkan hal lain yang bersifat keji."
"Kau akan tahu pada waktunya. Sekarang, kau mau di antar ke mana?" tanya Liam.
Wanita itu langsung terbelalak. Mengingat ia meninggalkan adiknya. Ingatannya kembali diputar. Ia langsung mengingat saat Julio memukul tengkuknya hingga tak sadarkan diri.
Dan ketika itu, Maura tanpa sadar meraba tengkuknya sendiri yang masih terasa nyeri.
"Tadi ... aku menjenguk adikku di rumah sakit. Kemudian seseorang memukul tengkukku. Sisanya aku tidak sadar dan tiba-tiba sudah berada di tempat ini," terang Maura dengan kening berkerut.
"Kau tinggal dengan siapa selama ini, Maura?"
"Kenapa?" tanya Maura.
"Bisa jadi kamu yang akan menjadi target perdagangan manusia," sahut Liam dengan ekspresi datar.
Maura terbelalak. Jantungnya berdentum keras. Ia benar-benar tidak menduga kalimat seperti itu akan keluar dari Liam.
'Jadi, pria biadab itu ... apakah benar-benar akan menjualku?' tanya Maura dalam hatinya.
"Maura?" Liam menepuk bahu wanita itu karena masih belum menjawab.
"Ummm, tidak penting aku tinggal dengan siapa. Apakah kau mengenal Lionel Danny?" Maura memperhatikan manik lawan bicaranya.
Lagi dan lagi, Liam dibuat terkejut dengan pertanyaan dari Maura.
Liam menatap tanpa kedip dengan ekspresi kaku.
"Kau mengenalnya, Maura? Jauhi dia!" Liam berbicara dengan suara yang terdengar gemetar.
"Dia orang yang membakar seluruh keluargaku. Adikku selamat, dia melakukan operasi, kemudian sesaat setelahnya dinyatakan koma. Hari ini aku ingin melihat kondisinya. Tapi...." Maura menangis.
"Aku mengenalmu, Maura. Kamu bahkan bisa bela diri. Tetapi kenapa ketakutan? Aku pernah melihatmu berseteru dengan preman, aku juga pernah melihatmu mengorbankan diri demi aku. Tetapi tidak selemah hari ini. Sebaiknya, tinggal saja denganku dulu." Liam mencoba memberikan perlindungan setelah mendengar pengakuan Maura.
****
Mobil meluncur pelan, memasuki halaman rumah besar bernuansa putih. Dikelilingi banyak kaca, membuat kesan megah dengan gaya modernnya.
Matahari bersinar cukup cerah untuk ukuran pukul 14.00 menjelang sore. Setelah mesin benar-benar dimatikan, Liam segera turun dan membukakan pintu mobil untuk Maura.
Wanita itu, akhirnya ikut turun dan berjalan mengekor meski dengan wajah yang masih ditekuk.
Di depan pintu, salah seorang pengawal Liam berlari mendekat.
"Ke mana saja Anda, Tuan?" tanya pengawal itu sambil menyodorkan potret seseorang.
Maura langsung mendelik melihat Julio memakai pakaian dokter dan sedang mendorong adiknya yang sudah membuka maya.
"Liam, ini adikku," tukas Maura dengan mata berkaca-kaca.
Pria bertubuh tegap di sampingnya itu, langsung meraih ponsel sang pengawal lalu menyodorkannya ke Maura agar lebih dekat.
"Kamu tidak salah, Maura?" tanya Liam mencoba memastikan.
"Tidak, dia Yura adikku." Liam mendengarkan dengan kening berkerut.
"Apa ini artinya kau putri Tuan Antoni?" tanya Liam lagi, mendesaknya.
Maura menutup bibirnya. Bagaimana tidak? Liam dan Lionel Danny mengenal ayahnya, padahal mereka berdua hidup dari kubangan hitam. Lalu, Maura penasaran. Apa sebenarnya profesi ayahnya sebelum meninggal?
"Kau mengenal ayahku, Liam?" tanya Maura ragu-ragu.
Pria itu mengangguk. Lalu kemudian ia menarik lengan Maura agar mau masuk ke rumahnya.
"Ceritakan padaku yang sebenarnya, kenapa Danny sangat membenci ayahku?" tanya Maura penasaran.
"Aku tidak tahu," balas Liam.
Pria itu terus melangkah masuk ke ruangan lebih dalam. Maura masih melihat darah merembes di lengan Liam.
"Apa ada kotak obat?" tanya Maura tiba-tiba.
Liam berhenti melangkah, lalu ia memberikan perintah kepada seorang maid agar membawakan kotak obat ke kamarnya.
Liam tersenyum, lalu menggenggam jemari Maura dan membawanya ke kamar pribadinya.
"Ini kamar, Anda?" tanya Maura, ragu.
Ia ingat benar pernah menginap di kamar ini. Malam ketika Danny membuat jantungnya berdebar karena menyelinap masuk kala itu.
"Ya. Aku tidak pernah mengizinkan perempuan manapun tinggal. Bahkan waktu itu aku tidak tahu kamu putri seorang penjahat kelas atas sekalipun."
Maura terkesiap. Tetapi beberapa detik setelahnya, ia tampak kaget karena mungkin tak menyangka jika Liam terus menatapnya.
"Apa kau tahu, pekerjaan ayahku sebelum ini?" Liam memalingkan wajahnya, lalu berdehem gelisah.
"Sejak kapan kamu mencurigai Ayahmu sendiri, Maura?" tanya Liam dengan nada kecewa sekaligus tak suka.
"Karena dia mengenal Anda dan juga Danny. Kurasa ... itu bukan hal yang baik." Maura memejamkan matanya.
Bulir bening seketika merembes melewati pipi mulusnya. Liam mendekatkan wajahnya, lalu mengecup bibirnya.
Wanita langsung membuka mata.
"Apakah begini caramu memperlakukan setiap wanita?" tanya Maura.
"Terlalu banyak wanita yang menggodaku, Maura. Tetapi tak satu orangpun kusentuh." Buku jemari Liam menelusuri bibir Maura yang memerah.
Tak lama berselang, suara ketukan pintu membuat Maura menghempaskan tangan Liam.
"Berhentilah menggangguku, Tuan!" bentak Maura dengan sorot mata tajam mengiris.
"Berhentilah memanggilku Tuan, cukup Liam."
"Aku serius. Jangan kasihan atau dekat lagi denganku," cetus Maura.
Lalu wanita itu meraih kotak obat dari dang maid. Lalu dengan gerakan isyarat melambai, Liam menyuruh maid itu pergi dan memberikan mereka berdua ruang.
Maura mencoba menggunting lengan kemeja Liam. Tetapi pria itu justru melakukan gerakan tak terduga. Ia justru melepaskan seluruh kemejanya. Seolah sengaja ingin mempertontonkan bagian dadanya yang bidang.
"Kenapa kau menolongku, kalau kau sendiri tidak memiliki perasaan apapun padaku?" tanya Liam pada akhirnya.
"Liam!" Dia berteriak panik ketika pria itu mulai mendekat dengan bertelanjang dada.
"Apa yang kau lakukan?" serunya marah.
Liam mengulum senyum. Lalu menyodorkan lengannya yang tergores.
"Kau!" Maura mendelik kesal.
"Aku jatuh cinta padamu, Maura," akunya.
Mulut perempuan itu sedikit ternganga, panik bercampur takut.
Rasanya, Maura benar-benar ingin menghilang saat itu juga. Ia mengoleskan salep luka dengan tangan bergetar. Bagaimana tidak. Liam terus menatapnya. Wajah Maura semakin memucat meski wajahnya berpura-pura menyemburkan tawa.
Lalu berlari ke sisi dekat kamar mandi.
"Hooooeeeek!"
Perempuan itu membungkuk di wastafel, tubuhnya sedikit terhuyung. Sementara Liam yang semula mengawasi langsung memijit tengkuknya.
update lebih bnyk lgi sehari 2-3 bab hehe...