Shanca Evalyne Armandez tak pernah meminta hidup seperti ini. Sejak kedua orang tuanya tewas dalam kecelakaan misterius, ia menjadi tawanan dalam rumah sendiri. Dihabisi oleh kakak tirinya, dipukuli oleh ibu tiri yang kejam, dan dijual seperti barang kepada pria-pria kaya yang haus kekuasaan. “Kau akan menyenangkan mereka, atau kau tidak akan makan minggu ini,” begitu ancaman yang biasa ia dengar. Namun satu malam mengubah segalanya. Saat ia dipaksa menjebak seorang pengusaha besar—yang ternyata adalah pemimpin mafia internasional—rencana keluarganya berantakan. Obat yang ditaruh diam-diam di minumannya tak bekerja seperti yang diharapkan. Pria itu, Dario De Velluci, tak bisa disentuh begitu saja. Tapi justru Shanca yang disentuh—dengan cara yang tak pernah ia duga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CantiknyaKamu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MBM
Sancha duduk santai dengan tangan sesekali mengelus perutnya yang mulai membesar. Wajahnya berseri, tubuhnya lebih segar dari biasanya. Di sebelahnya, Mama Uca tertawa sambil menyuapkan potongan buah ke mulut Sancha.
“Kau ini, Aca… makin cantik saja setelah hamil. Dulu galaknya minta ampun, sekarang malah jadi manja,”
ujar Mama Uca sambil tersenyum.
Nadya, yang duduk di seberangnya, ikut tertawa. “Itu namanya efek cinta dan hormon, Tante. Tapi memang sih, aura bumil seperti Sancha ini bikin iri. Glowing-nya alami!”
Sancha menutupi wajah dengan kedua tangan, malu. “Aduh, Ka… kalian ini bikin aku tambah malu aja,” katanya sambil tertawa kecil.
Tio, suami Nadya, menyambar. “Malu kenapa? Kau bawa anaknya Alaska, pria paling ditakuti se-benua. Wajar kalau kau bersinar sekarang. Anak itu nanti pasti warisi dua-duanya cantik dan mematikan.”
Tio tertawa, diikuti oleh Arvino, adik angkat Alaska yang selama ini jarang muncul.
“Eh tapi ngomong-ngomong… Alaska itu bisa juga ya berubah? Dulu lihat wanita lewat aja enggak peduli, sekarang? Baru istrinya muntah sedikit aja, langsung panggil tiga dokter,”
celetuk Arvino sambil mengambil air jeruk dari gelasnya.
Semua kembali tertawa. Sancha mengangguk pelan. “Aku pun masih tidak percaya. Tapi… dia berubah, Vin. Dia perhatian, kadang terlalu perhatian malah… tapi aku bersyukur.”
Mama Uca memegang tangan Sancha dengan lembut. “Itu namanya cinta sejati, Aca. Anak-anak zaman sekarang susah dapat cinta seperti itu. Kau jaga baik-baik ya hubungan kalian.”
Sancha menatap semua yang hadir di meja itu. Hangat. Sederhana. Tapi membuat hatinya tenang. Tanpa sadar, air matanya menetes kecil.
“Aku juga ingin menjaga kalian. Terima kasih sudah menerima aku… dulu aku pikir aku hanya sekadar wanita yang terseret ke dalam hidupnya. Tapi ternyata… aku bagian dari rumah ini.”
Nadya ikut mengusap pundaknya. “Kau lebih dari itu. Kau keluarga.”
Dan semua kembali tertawa, bercanda, hingga pembicaraan berpindah ke hal-hal lucu: cerita masa kecil Alaska yang tak diketahui Sancha, bagaimana Arvino dulu pernah menyembunyikan kucing di kamar, hingga kejadian Tio nyaris dijodohkan oleh Eyang.
Namun jauh dari sana, di Singapura, Alaska sedang duduk di balik meja konferensi dengan layar penuh angka dan grafik.
Tapi tangannya tetap menggenggam ponsel, dengan wallpaper bergambar Sancha dan hasil USG si kembar yang membuat hatinya hangat, meski ia berada jauh dari rumah.
“Tunggu aku pulang, Ca… Kita akan membangun semua ini lebih kuat dari sebelumnya,” gumamnya dalam hati.
Gelak tawa mulai mereda ketika Nadya menyentuh ringan tangan suaminya, Tio, memberi isyarat lembut. Senyum kecil terukir di wajahnya senyum yang berbeda, ada makna lebih dalam di baliknya.
Sancha, yang menyadari itu, langsung menoleh penasaran.
“Ka, kalian kenapa? Dari tadi seperti menyimpan sesuatu…” tanyanya dengan dahi berkerut tapi penuh rasa penasaran.
Tio saling pandang dengan Nadya, lalu tertawa pelan. Ia mengangguk pelan pada istrinya seakan memberi izin. Nadya pun menghela napas pelan, sebelum membuka suara dengan penuh rasa haru:
“Sebenarnya… aku dan Tio juga sedang menunggu kehadiran malaikat kecil kami.”
Mata Sancha membulat sempurna. “Ka Nadya… hamil!?” serunya, nyaris berdiri dari kursinya.
Mama Uca langsung memeluk Nadya dengan mata yang berkaca-kaca. “Syukur, Ya Tuhan… Akhirnya rumah ini diberi dua anugerah sekaligus.”
Arvino menepuk bahu Tio dengan keras. “Wah, bro! Ini baru kejutan namanya! Dua generasi penerus dalam satu waktu!”
Tio tersenyum penuh bangga, lalu menatap Sancha dan berkata,
“Aca, aku tau Alaska pria keras, tapi dia pasti bahagia mendengar kabar ini. Anak-anak kita nanti akan tumbuh bersama. Mereka akan tumbuh di rumah yang kuat dan penuh kasih… dan mereka akan jadi lebih kuat dari kita semua.”
Sancha yang tadinya hendak menangis kini tertawa sambil menutup wajahnya.
“Aku pikir tadi aku wanita satu-satunya yang akan bergulat dengan hormon dan ngidam. Ternyata aku punya partner!” serunya sambil menunjuk Nadya. Nadya tertawa dan mengangguk mantap.
Mama Uca mengelus perut Sancha dan Nadya bergantian.
“Kalian ini pembawa terang. Di tengah dunia yang keras, dua perempuan kuat sedang menyiapkan kehidupan baru. Ini bukan hanya soal anak… tapi soal harapan.”
Arvino, yang biasanya cuek, ikut larut dalam suasana. “Kalau nanti anak-anak ini lahir, dunia bakal goyang. Bayangkan saja: anak Alaska dan anak Tio… kombinasi gila.”
Meja makan itu terasa seperti pusat kekuatan baru. Tawa, air mata, dan cinta bersatu membentuk atmosfer yang tidak hanya hangat,tapi penuh harapan. Sebuah keluarga yang perlahan terbentuk dari luka, pertemuan tak terduga, dan kini… dua kehidupan baru yang sedang tumbuh.