NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Sang CEO

Istri Rahasia Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pengantin Pengganti
Popularitas:23.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ayu Lestary

"Aku tidak mencintaimu, Raya. Kau hanya pelengkap... sampai dia kembali."

Itulah kalimat pertama yang Raya dengar dari pria yang kini secara sah menjadi suaminya, Arka Xander — CEO dingin yang membangun tembok setebal benteng di sekeliling hatinya.

Raya tak pernah memilih jalan ini.
Di usia yang baru dua puluh tahun, ia dipaksa menggantikan kakak tirinya di altar, menikah dengan pria yang bahkan tak ingin melihat ke arahnya.
Pernikahan mereka adalah rahasia keluarga—dan dunia mengira, kakak tirinya lah yang menjadi istri Arka.

Selama dua tahun, Raya hidup dalam bayang-bayang.
Setiap pagi, ia tersenyum palsu, berusaha tidak berharap lebih dari tatapan kosong suaminya.
Sampai suatu malam, satu kesalahan kecil—sepotong roti—mengubah segalanya.
Untuk pertama kalinya, Arka menatapnya bukan sebagai pengganti... melainkan sebagai wanita yang menggetarkan dunianya.

Namun, ketika cinta mulai mekar di tengah dinginnya hubungan, masa lalu datang menerjang tanpa ampun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch : Sembilan Belas

Namun saat dunia seakan hanya milik berdua, suara ketukan pintu mendadak terdengar—keras, bertubi-tubi.

Raya tersentak, menoleh dengan panik. “Siapa pagi-pagi begini?” gumamnya, berusaha meraih kembali kesadarannya.

Arka menggeram pelan, jelas kesal karena momen mereka terpotong. Ia sempat menahan tangan Raya, seolah ingin mengabaikan suara itu. Tapi ketukan yang tidak berhenti membuat keduanya akhirnya harus menyerah.

Dengan enggan, Raya bangkit. Ia meraih pakaiannya, mengenakannya terburu-buru, lalu menata rambutnya seadanya. Tatapannya sempat beradu dengan Arka yang masih terbaring, wajahnya jelas tak puas.

“Aku buka pintunya,” bisik Raya, melangkah ke arah ruang tamu.

Begitu gagang pintu diputar dan pintu apartemen terbuka, tubuhnya langsung menegang. Mata Raya terbelalak tak percaya.

“Amara…”

Sosok gadis itu berdiri di hadapannya, dengan senyum sumringah yang lebar, seolah kedatangannya adalah kejutan menyenangkan. Rambut hitamnya tergerai rapi, wajahnya tampak bercahaya, kontras dengan guncangan yang kini memenuhi dada Raya.

“Hai, adikku. Lama tidak bertemu.” ucap Amara riang, matanya menatap Raya dengan penuh antusias, tanpa menyadari betapa rumitnya situasi yang baru saja ia datangi.

Dari balik punggung Raya, langkah Arka terdengar mendekat. Dengan kemeja kusut dan rambut masih berantakan, ia berhenti tepat di belakang Raya. Tatapannya langsung mengeras ketika melihat Amara berdiri di ambang pintu.

"Amara,” ucap Arka datar.

Untuk pertama kalinya sejak lama, ketiganya berada dalam satu ruang yang sama. Udara seolah menebal, sulit dihirup.

Senyum Amara melebar, tapi ada bayangan samar di matanya, sesuatu yang sulit ditangkap. “Kau masih mengingatku rupanya, Arka.”

Arka mengepalkan tangannya di sisi tubuh. “Bagaimana mungkin aku bisa melupakan seseorang yang meninggalkan hari pernikahannya begitu saja.”

Kata-kata itu menusuk, dan Raya merasakan tubuhnya menegang. Ia menoleh ke arah Arka, lalu kembali ke Amara—seakan terjebak di antara dua arus besar yang siap menenggelamkannya.

*

Arka dan Amara berdiri di balkon dengan pintu kaca tertutup rapat. Dari meja makan, Raya bisa melihat bayangan mereka berdua; tubuh Arka yang tegap, wajahnya tegang, dan Amara yang sesekali menoleh, menampilkan senyuman samar yang sulit ditebak.

Jari-jari Raya tanpa sadar memutar gelas yang ada di hadapannya. Tatapannya tak pernah lepas dari dua sosok itu. “Apa yang mereka bicarakan…” gumamnya pelan, hampir tak terdengar.

Ketika Amara menoleh ke arahnya, senyuman penuh teka-teki itu lagi-lagi terukir di bibirnya. Senyuman yang membuat jantung Raya berdegup lebih keras, seakan ada rahasia besar yang tidak ia ketahui. Sedangkan Arka… tetap sama. Wajahnya keras, tak menunjukkan emosi apa pun.

Namun, momen ketika tangan Arka terulur dan menggenggam pergelangan Amara—cukup untuk membuat dada Raya terasa sesak. Ia menggigit bibir, menahan gejolak yang merambat di dadanya. Ada sesuatu di sana, rasa tak nyaman yang sulit ia akui, tapi tak bisa ia abaikan.

Waktu seolah berjalan lambat. Dua puluh lima menit terasa seperti berjam-jam. Hingga akhirnya, pintu balkon terbuka. Arka melangkah masuk lebih dulu, berjalan mantap ke arah Raya. Sementara Amara memilih menepi, duduk anggun di sofa ruang tamu dengan tatapan santai—seolah dirinya sudah bagian dari rumah itu sejak lama.

“Raya.” Suara Arka terdengar tenang, tapi justru itulah yang membuat hati Raya semakin berdebar.

Ia bangkit dari duduknya. “Ya?”

Arka menatapnya lekat, lalu mengucapkan kalimat yang membuat dunia Raya seakan runtuh.

“Apakah kau keberatan jika Amara tinggal di sini… bersama kita?”

Raya terdiam. Kata-kata itu bergaung di kepalanya, menimbulkan kekosongan yang tak bisa segera ia isi dengan jawaban.

Matanya teralih pada Amara, yang kini menatapnya sambil tersenyum—senyum yang terasa seperti sebuah tantangan.

“Tentu,” Raya menjawab lirih, sebelum akhirnya menambahkan dengan senyum samar. “Lagi pula, sejak awal rumah ini memang kakak yang seharusnya tempati. Andai saja… tidak menghilang di hari pernikahannya.”

Ucapan itu terdengar halus, namun tegas—tajam seperti bilah tipis yang menusuk tanpa darah.

Sindiran itu hanya di balas dengan senyuman penuh arti dari Amara, sedangkan Arka memilih untuk tidak berkomentar.

“Untuk sementara kau bisa tidur di kamar, Raya,” ujar Arka tanpa menatap Amara, tatapnya masih tertuju pada Raya. Suaranya datar, nyaris tanpa ekspresi. “Aku akan bersiap ke kantor.” Lanjut Arka.

Raya menoleh cepat, menatap punggung Arka yang telah berjalan menuju kamar gantinya. “Tapi—” suaranya tertahan di tenggorokan, karena pria itu sama sekali tidak berhenti untuk mendengar kelanjutannya.

Hanya langkah-langkah berat yang menjauh, diikuti suara pintu yang tertutup rapat.

Raya berdiri mematung di tempat, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.

Untuk sementara?

Kata itu menggema di kepalanya, menimbulkan perih aneh di dada.

Beberapa menit kemudian, Arka keluar dari kamar dengan setelan jas rapi. Ia tampak seperti biasanya—tenang, berwibawa, tapi kali ini ada sesuatu yang berbeda di sorot matanya. Dingin. Seolah jarak di antara mereka kembali menganga.

“Kau tidak sarapan?” tanya Raya pelan, mencoba menjaga nada suaranya tetap ringan.

“Tidak sempat.” jawab Arka singkat, tanpa menoleh. Ia hanya mengambil ponselnya di meja, lalu menatap Amara sekilas yang tengah duduk di sofa ruang tamu dengan secangkir teh.

“Kalau begitu aku berangkat dulu,” katanya pada keduanya—tapi pandangannya hanya berhenti pada Amara. Bukan Raya.

Raya menatap punggung Arka yang pergi, sampai suara pintu tertutup kembali menggema di ruang apartemen yang kini terasa lebih hampa dari sebelumnya.

Hening.

Dan dalam hening itu, Raya merasakan sesuatu yang ia kenal dengan baik: rasa kehilangan.

*

Suasana kantor siang itu terasa berbeda. Tidak ada yang benar-benar berubah—orang-orang masih sibuk menatap layar, suara telepon masih bersahutan, aroma kopi masih tercium dari pantry—tapi bagi Raya, semuanya terasa asing.

Langkah kakinya terasa pelan saat memasuki ruang kerjanya.

Pagi tadi… ia masih bisa merasakan sisa hangat di kulitnya, sisa dari malam yang seharusnya membuat jarak di antara mereka lenyap. Tapi kini, semua terasa dingin, seolah kebersamaan mereka hanyalah mimpi yang salah alamat.

Ia menatap layar komputer yang tak menampilkan apa-apa selain berkas presentasi yang belum sempat ia selesaikan. Jemarinya berhenti di atas keyboard, tapi pikirannya berlari jauh—ke wajah Arka pagi tadi.

Wajah itu begitu dekat, dengan napas yang memburu di antara mereka, dengan genggaman yang ia pikir… jujur.

Namun di kantor ini, wajah yang sama kembali berubah menjadi sosok asing.

“Selamat siang, Pak Arka,” sapa seseorang, memecah lamunan Raya. Suara itu membuat Raya menoleh sekilas—dan ia melihat pria itu.

Arka.

To Be Continued 🦚

1
partini
kenapa ga pergi jauh ke lai kota,,ayo be smart jadi sukses ,,cintai dir sendiri baru cintai orang lain
Randa kencana
Ceritanya sangat menarik
Ayu_Lestary: Terima kasih 💞
total 1 replies
sutiasih kasih
lagian untuk ap km mngekang raya.... & mmbuat raya dlm situasi sulit....
km sbg suaminya raya sja tak mmberinya kpastian tentang posisi raya... apa lgi km jga GAJE... mmbiarkn masa lalumu hidup bebas dlm satu atap dgnmu dan raya....
rmh tangga macam apa ini arka........
Ayu_Lestary: Arka juga gak tau ini pernikahan macam apa 😭😭
total 1 replies
Dwi Estuning
wah...
momsRaydels
semangat selalu awal yang sangat menarik semangat kak 💪🏼
Ayu_Lestary: Terima kasih 🙏🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!