Carmila harus menghadapi kenyataan pahit: suaminya membawa selingkuhan ke rumah, yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Pengkhianatan dari dua orang terdekatnya ini menghancurkan hati Carmila yang selama ini telah berjuang menjadi istri dan nyonya istana yang sempurna.
Dalam keterpurukannya, Carmila bertemu dengan Pangeran Kedua Kekaisaran, dan tanpa ragu mengajukan sebuah hubungan kontrak dengannya.
Apakah Pangeran Kedua itu akan menerima tawarannya, atau menolak secara dingin? Keputusannya akan menentukan arah permainan balas dendam Carmila, sekaligus membuka pintu pada skandal dan intrik yang tak terduga.
Revisi berjalan yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku tidak terima!
“Ternyata anggotanya cukup banyak, ya…” Carmila menatap sekeliling, suaranya pelan, hanya cukup terdengar oleh Alistair. Ia tetap tersenyum, sambil menjaga peran mereka di depan umum.
Perkumpulan semacam ini sudah menyebar jauh lebih dalam di kalangan bangsawan. Semua orang tampak menikmati permainan ini seolah itu hal biasa.
Saat matanya menyusuri ruangan, Carmila terpaku pada sosok pria tua yang berjalan sambil menggandeng seorang wanita muda.
“Jangan bilang itu… Duke Castiel?” bisiknya terkejut.
Alistair menatap sekilas, lalu hanya mengangguk pelan.
Perkataan Alistair sebelumnya memang benar. Duke Castiel ada di sana.
Penampilannya tidak jauh berbeda dari biasanya—berwibawa, elegan, dan penuh percaya diri. Hanya saja kali ini, ada gadis muda di sampingnya yang menautkan lengan dengan manja, seolah bangga jadi milik seorang Duke.
'Dasar pria gila!'
Carmila menahan kekesalannya. Pria yang selama ini di kenal setia pada istrinya, ternyata tak lebih dari pelaku perselingkuhan yang pandai menutupi aibnya.
Baru saja pikirannya melayang, suara Count Alaric memecah lamunan. “Para tamu di sini di bagi ke dalam ruangan sesuai gelar,” ujarnya sopan, sambil menatap mereka berdua. “Izinkan saya mengantar Yang Mulia dan Nyonya ke Ruang VIP.”
Count Alaric menuntun mereka melewati kerumunan, hingga tiba di sebuah pintu tersembunyi di sudut ruangan.
‘Ada pintu seperti ini di Le Voile?’ gumam Carmila dalam hati. Pintu itu nyaris menyatu dengan dinding hitam, seolah menyimpan rahasia agar apa pun yang terjadi di dalamnya tak akan bocor ke luar.
“Kalian bisa bersenang-senang di area umum, tapi untuk makan atau beristirahat dengan lebih nyaman, ruangan ini di sediakan khusus bagi para tamu VIP,” ucap Count Alaric.
“Terima kasih,” sahut Carmila sambil melangkah masuk, dan menatap ruangan yang terbuka di depannya.
Ruangan VIP ternyata tidak terlalu luas, di bagi menjadi area makan dan area santai dengan suasana tenang yang nyaman. Di meja bundar besar, beberapa tamu yang lebih dulu tiba sudah duduk. Banyak wajah yang di kenalnya—mereka adalah bangsawan atau orang-orang terkenal di lingkaran sosial itu.
Tiba-tiba, pandangan Carmila berhenti pada satu sosok yang membuatnya terkejut. Wajahnya menegang, “Tunggu… itu Valerian?”
Valerian dan Seraphina tampak duduk bersebelahan di meja makan. Carmila mengerutkan kening, seolah bertanya, kenapa mereka bisa berada di sini?
Begitu pandangan Valerian bertemu Carmila dan Alistair, ia jelas terkejut.
“Carmila?”
Seraphina, yang tadinya tertawa dan mengobrol di samping Valerian, ikut menoleh. Wajahnya seketika menegang.
"Astaga!" Orang yang paling terkejut adalah Count Alaric. Dengan panik, ia menatap mereka bergantian, lalu berbisik cemas, "Mohon maaf! Sepertinya ada kesalahan dari pihak staf. Saya sudah mewanti-wanti agar hanya Anda berdua yang masuk. Saya akan segera memindahkan mereka ke meja lain..."
“Tidak perlu,” potong Carmila.
Ia tersenyum tipis ke arah keduanya. Valerian masih terlihat terkejut, sementara Seraphina cuma menatapnya dengan ekspresi masam.
“Biarkan mereka tetap di sini," ucap Carmila. "Dan untuk Count Alaric bisakah Anda tinggalkan kami sebentar?" .
“Tentu,” sahut Alaric, wajahnya masih sedikit bingung, lalu ia segera meninggalkan Ruang VIP.
Carmila menggenggam tangan Alistair perlahan, ia menarik napas sejenak, lalu duduk di depan meja bundar.
Suasana yang tadi sempat tegang mulai mereda, di gantikan oleh rasa percaya diri Carmila, seolah ia benar-benar akan mengendalikan situasi ini.
......................
Hidangan di Ruang VIP mulai dihidangkan satu per satu. Alistair dan Carmila tetap tenang, menyantap makanan mereka seolah tak terjadi apa-apa. Sementara Valerian tampak melirik mereka beberapa kali.
Seraphina malah sebaliknya, ia menunjukkan secara terang-terangan bahwa ia tidak menyukai situasi ini, dan hanya mengaduk-aduk makanannya.
Dari meja lain, suara seorang wanita memecah keheningan di sekitarnya. “Bagaimana kalian semua bertemu satu sama lain? Saya penasaran,” ucapnya, memulai percakapan ringan dengan tamu di meja itu.
“Aku pertama kali bertemu dia setahun lalu di sebuah pesta. Meski kami sudah punya pasangan masing-masing, ada rasa yang tak bisa diabaikan. Lama-kelamaan, perasaan itu membuat kami saling tertarik,” jawab salah satu tamu.
Carmila yang mendengar itu hanya menghela nafas panjang.
Para tamu lain tampak santai, dan terbiasa dengan perkumpulan ini. Tapi bagi Carmila, suasana itu terasa tidak nyaman.
'Andai saja bukan karena kontrak dengan Alistair, aku tidak akan pernah berada di sini.'
Setiap kali ia melihat orang-orang di sini, ia teringat pada pasangan sah mereka. Carmila tahu betapa terpukulnya para pasangan itu jika mereka mengetahui bahwa belahan jiwa mereka hadir di Soirée Privée ini.
Satu persatu orang di meja itu mulai menceritakan kisah mereka.
Saat itulah, seorang bangsawan wanita melirik Carmila dan bertanya. "Bagaimana dengan Duchess Hamilton?"
"Ya?" Carmila memasang senyuman dan menoleh ke arahnya.
"Bagaimana Duchess Hamilton bisa bertemu dengan Yang Mulia Pangeran Kedua?"
“Benar, kami penasaran dengan kisah cinta Anda berdua. Kami sudah membacanya di koran, tapi kami ingin mendengarnya langsung.”
Semua orang tampak penasaran mendengar kisah mereka. Hanya saja, Valerian dan Seraphina tetap duduk tenang, seolah-olah tak peduli.
'Saatnya pakai jawaban yang sudah kita siapkan,’ gumam Carmila dalam hati. Meski kesal, ia tetap menjaga penampilan agar terlihat mesra di depan semua orang.
Carmila sudah menyiapkan setiap detail cerita pertemuan pertama mereka. Beberapa hari sebelumnya, ia dan Alistair sempat membahas bagaimana kisah itu akan di ceritakan agar terdengar manis dan memikat.
Perlahan Carmila menggenggam tangan Alistair dengan lembut. “Beberapa waktu lalu, aku ada urusan penting di Istana Kekaisaran… dan dari sanalah kisah kami di mulai.”
“Jadi, saat itu aku tak sengaja menjatuhkan sapu tangan, dan Alistair yang memungutnya. Dari sanalah kami berkenalan,” jelas Carmila dengan tenang, suaranya lembut namun penuh keyakinan.
“Manis sekali,” gumam seorang tamu, tak bisa menahan kekagumannya.
“Jadi begitu? Pertemuan pertama kalian menarik sekali!” ucap tamu lain, matanya berbinar penuh kagum.
Carmila tersenyum tipis dan dengan gerakan elegan, ia mengeluarkan sapu tangan putih dari saku, lalu menunjukkannya.
Seketika semua mata tertuju padanya.
Di sisi lain, Valerian menatap tajam, ia berusaha memahami apa yang sedang terjadi, sementara Seraphina terlihat kesal tapi menahan diri agar tidak mengacaukan suasana.
‘Apakah ini terlalu berlebihan?’ pikir Carmila. Ia segera melipat sapu tangannya kembali dan melanjutkan ceritanya dengan tenang dan anggun.
“Sebenarnya saat itu, saya sedang melalui masa-masa sulit karena perselingkuhan suami saya…” Carmila menatap lurus ke arah Valerian, dan menekankan beberapa kata dengan tajam.
“Seperti yang Anda semua tahu, saya sangat mencintai Valerian saat kami menikah. Tapi hanya dalam waktu tiga tahun, ia berselingkuh… dengan teman baik saya, Seraphina.”
“Alistair, yang saya temui tepat pada saat itu, menjadi satu-satunya penghibur saya.” Carmila menggenggam tangan Alistair, dan menatapnya dengan pandangan lembut penuh arti.
Seraphina, yang sejak tadi hanya menusuk-nusuk salad di piringnya, merasa darahnya mendidih, setiap kata yang terdengar membuatnya semakin panas, terutama saat Carmila menyinggung Valerian.
Sudut bibir Seraphina terangkat sinis. “Aku nggak terima dengan semua kebohongan itu…”
“Maksudmu?” tanya seseorang tamu lainnya dengan penasaran.
“Ya, aku nggak bisa terima semua yang Carmila katakan. Dari awal, justru dia yang ikut campur dalam hubungan kami,” jawabnya dengan nada tajam, penuh sindiran.