Jaka, seorang siswa SMA yang biasa-biasa saja, seketika hidupnya berubah setelah ia tersambar petir. Ia bertemu dengan makhluk asing dari dunia lain, hingga akhirnya memahami bahwa di dunia ini ada kekuatan yang melebihi batas manusia biasa. Mereka semua disebut Esper, individu yang mampu menyerap energi untuk menembus batas dan menjadi High Human. Ada juga yang disebut Overload, tingkatan yang lebih tinggi dari Esper, dengan peluang mengaktifkan 100% kemampuan otak dan menjadi Immortal.
Lalu, takdir manakah yang akan menuntun Jaka? Apakah ia akan menjadi seorang Esper, atau justru seorang Overload?
Ikuti perjalanannya dalam kisah Limit Unlock.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jin kazama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Tiba Di Kota Nusantara
Bab 18. Tiba Di Kota Nusantara.
Empat hari kemudian.
Hari yang dinantikan pun telah tiba. Vila mewah milik Rama pada pagi itu terlihat ramai. Belasan mobil sport berjejer rapi.
Semuanya siap mengiringi keberangkatan Jaka, Rama, Alex, dan Dava ke Kota Nusantara.
Aliansi Sendok Emas atau yang disingkat dengan nama A.S.E bukanlah sebuah aliansi yang sederhana.
Ini adalah perkumpulan dan ajang prestisius yang hanya dihadiri oleh geng-geng sekolah elite dari seluruh penjuru kota besar di Nusantara.
Mereka bukan sekadar geng.
Mereka adalah putra-putri para konglomerat, pewaris bisnis besar, dan penerus kekuasaan dari keluarga kaya yang menguasai berbagai sektor, mulai dari bidang properti, manufaktur, hingga politik.
Dan satu hal yang pasti, di balik setiap keluarga selalu ada seorang ahli bela diri kelas tinggi yang menjadi pelindung mereka.
Bagi kebanyakan geng kecil yang tidak memiliki kekuatan mencolok, masuk ke dalam A.S.E sudah pasti hanyalah sebuah angan dan impian yang mustahil.
Sebelum berangkat, Jaka berkata kepada semua orang, atau lebih tepatnya, kepada semua anggota inti RPJ dan juga aliansi.
“Selama kepergian kami, keamanan wilayah di seluruh Kota Blue Star akan menjadi tanggung jawab kalian. Jangan membuat rusuh, jangan menyusahkan pihak berwajib. Kalau bisa, bantu mereka memberantas para pembangkang yang melanggar tata tertib.
“Kita, RPJ, bukan hanya sekadar geng biasa. Kita di sini untuk membangun prestise dan juga kepercayaan di masyarakat. Jangan melakukan hal-hal tidak penting yang mencemarkan nama baik RPJ di Kota Blue Star. Kota ini hanyalah wilayah kecil, dan panggung kita yang sebenarnya adalah Kota Nusantara. Siapa pun yang berani melanggar, jangan salahkan aku jika bersikap kejam dengan aturan tangan besi.” kata Jaka sambil mengeluarkan auranya setelah membuka segel sejenak.
“BOOM!”
Tekanan gravitasi yang begitu dahsyat menyebar. Semua orang, kecuali Nathan, Rama, Alex, dan Dava, spontan berlutut. Keringat mereka bercucuran, dan beban berat terasa seperti tertimpa benda raksasa yang menghimpit mereka.
Menciptakan perasaan tak berdaya dan putus asa seolah kematian berada tepat di depan mata.
Tiga detik berikutnya, Jaka pun menarik seluruh auranya. Semua orang yang sebelumnya sesak karena udara yang seolah membeku pun mulai bernapas lega.
Sambil menghirup udara dengan rakus, di dalam otak mereka terpatri satu hal: mereka tidak akan pernah memprovokasi atau membuat marah Jaka, sang pemimpin RPJ.
Di sisi lain, Rama, Alex, dan Dava, meskipun tidak terkena dampaknya, juga bisa merasakan adanya kekuatan mengerikan yang membuat mereka menciut seketika.
Hal ini memberikan gambaran visual tentang betapa menakutkannya Jaka, sosok yang usianya bahkan lebih muda dari mereka. Jika ingin menghancurkan mereka, maka tanpa ragu Jaka bisa melakukannya—bahkan mungkin hanya dengan lambaian tangannya saja.
Bahkan para penjaga (ahli bela diri) yang ditugaskan untuk melindungi mereka bertiga juga menunjukkan ekspresi yang sangat serius.
Hal ini juga dirasakan oleh semua anggota. Akan tetapi, daripada rasa takut, mereka justru memiliki rasa hormat yang lebih besar lagi.
Di dunia ini, yang kuat dihormati dan yang lemah diinjak. Memiliki kekuatan adalah segalanya. Itu merupakan kunci yang jauh lebih besar daripada kekuasaan dan kekayaan.
Saat semua orang tenggelam dalam pikirannya masing-masing, suara tegas Jaka kembali menggema.
“Apakah kata-kataku dapat dimengerti?”
Dan serempak semua orang menjawab,
“Kami mengerti, Bos! Kami tidak akan mengecewakan kepercayaanmu dan akan melakukan tugas sebaik-baiknya!” teriak semua orang, menggema di seluruh area vila.
Nampak puas, Jaka pun berbalik. Melirik ke arah Rama dan yang lainnya, ia berkata singkat,
“Ayo berangkat!”
Tidak ada jawaban, namun ketiganya mengangguk bersamaan.
Akhirnya, suara mobil sport pun meraung. Di dalam mobil, Jaka tersenyum menyeringai.
“A.S.E, kami RPJ siap mengguncang panggung kalian semua!” gumamnya pelan.
Untuk sejenak, suasana menjadi hening. Pikirannya sendiri entah kenapa tertuju pada pertemuan sebelumnya, kala itu Jaka bertanya,
“Rama! Jelaskan padaku sejauh mana kau tahu tentang susunan kekuatan para ahli bela diri!”
Mendengar itu, Rama hanya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
“Sebenarnya aku tidak terlalu mengetahui, tapi mungkin Paman Ben bisa menjawab semua pertanyaanmu.”
Paman Ben adalah penjaga elit yang khusus disiapkan oleh keluarga untuk melindungi Rama.
“Paman! Tolong duduklah sejenak dan jelaskan kepada teman saya ini!” kata Rama pada seorang pria paruh baya yang berdiri tegak bagaikan pilar.
Sebagai tanggapan, Ben mengangguk dengan hormat.
“Baik, Tuan Muda.”
Kemudian Ben menatap Jaka.
“Tuan Muda Jaka, jika berbicara tentang para ahli bela diri ini maka penjabarannya akan sangat panjang. Maka dari itu, saya akan menjelaskannya secara singkat. Para ahli bela diri dibagi menjadi sembilan tingkat, di antaranya: Pemula, Menengah, Elit, Master, Grand Master, Raja, Legenda, Kaisar, dan Immortal. Setiap tingkat dibagi menjadi sembilan level dan tiga tahapan, yaitu awal, menengah, dan puncak. Saya sendiri adalah seorang ahli bela diri Elit yang berada di level enam tahap puncak.”
Mendengar itu, Jaka mengangguk. Setidaknya ia memiliki pemahaman yang cukup jelas mengenai para ahli bela diri di dunia ini.
Ben pun melanjutkan, dan Jaka kembali mendengarkan dengan fokus.
“Tuan Muda, saat Anda tiba di A.S.E nanti, Anda akan melihat dunia yang sebenarnya. Di sana banyak sekali para ahli bela diri dengan kekuatan yang jauh melebihi bayangan. Terkadang, tidak jarang beberapa ahli bela diri tingkat Master dan Grand Master. Sementara tingkatan di atas itu sangat jarang muncul di permukaan,” ucap Ben mengakhiri penjelasannya.
Memejamkan mata, pikiran Jaka pun kembali ke masa sekarang. Mobil terus melaju bersama waktu yang terus bergulir.
...◦~●❃●~◦...
Beberapa jam kemudian,
Kota Nusantara.
Kota ini bagaikan dunia lain. Jalanan begitu bersih, gedung-gedung tinggi menjulang dengan papan nama asing yang belum pernah dilihat Jaka sebelumnya, dan yang jelas, suasana serta auranya sangat berbeda dari Kota Blue Star yang kecil.
Mobil-mobil supercar sering kali terlihat berlalu-lalang.
“Bos, kita sudah tiba. Selamat datang di Kota Nusantara,” kata Rama sambil tersenyum.
Jaka yang mendengarnya hanya mengangguk kecil. Namun di dalam hati, ia mengakui bahwa atmosfer di sini memang sangat berbeda.
“Kota Nusantara memang sesuai dengan reputasinya, sangat megah dan mewah,” bisiknya lirih sambil menatap sekeliling penuh minat.
Tiba-tiba suara Rama kembali terdengar.
“Bos, lihat itu. Sebuah gedung raksasa, yang paling tinggi di antara gedung lainnya.”
Tanpa sadar, Jaka mengalihkan pandangannya. Dan benar saja, di penglihatannya ada sebuah gedung raksasa yang sangat tinggi menjulang, terlihat megah, mewah, dan sangat berkelas jika dibandingkan dengan gedung-gedung lainnya.
Tersenyum kecil, Rama kembali berkata,
“Nama gedung itu adalah Astoria, tingginya mencapai 30 lantai, dan merupakan tempat yang akan kita tuju.”
Seketika mata Jaka menyipit.
“Jadi maksudmu?”
Rama mengangguk sambil tersenyum.
“Ya, di gedung Astoria itulah tempat diadakannya pertemuan besar A.S.E dan berkumpulnya para geng dari keluarga elit di seluruh Kota Nusantara.”
Minat Jaka semakin terusik. Pandangannya mengenai kekayaan, kekuasaan, dan kekuatan sekali lagi terguncang.
“Bos, karena ini adalah pertama kalinya bagimu datang ke A.S.E, maka aku akan memberikan gambaran singkat. Di dalam aliansi, status keanggotaan sangatlah penting. Status ini ditandai dengan kepemilikan kartu yang terbagi menjadi lima jenis, yaitu Bronze, Silver, Gold, Platinum, dan Diamond.”
“Semakin tinggi kepemilikan kartu, maka semakin besar pula hak-hak eksklusif yang dimilikinya di dalam aliansi. Selama bertahun-tahun kelompok kami hanya memiliki Bronze Card yang tidak terlalu penting di lingkaran aliansi. Akan tetapi, dengan kehadiranmu kali ini, aku jadi memiliki harapan. Mungkin kita bisa mengucapkan selamat tinggal pada Bronze Card dan beralih untuk mendapatkan Silver Card, bahkan mungkin Gold Card.”
Seketika, kening Jaka berkerut.
“Tunggu… apa yang sulit dari itu? Bukankah untuk mendapatkan kartu yang lebih tinggi hanya perlu mengeluarkan uang yang lebih banyak? Apa yang membuatmu begitu berpikir keras?”
Rama menggeleng.
“Tidak sesederhana itu, Bos. Uang saja tidak cukup untuk mendapatkan kartu yang lebih tinggi. Untuk memiliki Silver Card atau Gold Card, seseorang harus mendapatkan pengakuan dari aliansi melalui pertarungan di arena yang diatur dalam sistem poin.”
Seberkas keterkejutan melintas di mata Jaka.
“Oh… apakah ini sama dengan arena neraka milik kita?”
Sebagai tanggapan, Rama mengangguk.
“Ya, konsepnya hampir sama. Setiap kali menang akan mendapatkan satu poin. Dan jika berhasil mengumpulkan 100 poin, maka memiliki hak untuk membeli kartu yang lebih tinggi satu level di atasnya. Misalnya aku yang memiliki Bronze Card dengan 100 poin, maka saat itulah aku baru memiliki hak untuk membeli Silver Card.”
“Begitukah? Lalu berapa banyak poin yang kau miliki?”
Mendengar itu, Rama tersenyum malu.
“Aku hanya punya lima poin,” ucapnya dengan masam. Ada rasa tidak berdaya yang tersirat dalam nada suaranya.
Jaka langsung tertawa.
“Haha! Jadi begitu. Maka berjuanglah, kawan. Siapa tahu, di lain waktu kau akan beruntung.”
Mata Rama sedikit melotot.
“Sialan! Entah kenapa kata-katamu terdengar sangat menghina.”
Jaka tidak menjawab, tetapi hanya terkekeh.
Terlepas dari itu semua, matanya kembali menatap gedung Astoria yang menjulang tinggi. Dengan senyum kecil, ia bergumam,
“Hehe… ini semakin menarik. Segalanya tampak jauh melebihi ekspektasiku!”