Sebelas tahun lalu, seorang gadis kecil bernama Anya menyelamatkan remaja laki-laki dari kejaran penculik. Sebelum berpisah, remaja itu memberinya kalung berbentuk bintang dan janji akan bertemu lagi.
Kini, Anya tumbuh menjadi gadis cantik, ceria, dan blak-blakan yang mengelola toko roti warisan orang tuanya. Rotinya laris, pelanggannya setia, dan hidupnya sederhana tapi penuh tawa.
Sementara itu, Adrian Aurelius, CEO dingin dan misterius, telah menghabiskan bertahun-tahun mencari gadis penolongnya. Ketika akhirnya menemukan petunjuk, ia memilih menyamar menjadi pegawai toko roti itu untuk mengetahui ketulusan Anya.
Namun, bekerja di bawah gadis yang cerewet, penuh kejutan, dan selalu membuatnya kewalahan, membuat misi Adrian jadi penuh keseruan… dan perlahan, kenangan masa lalu mulai kembali.
Apakah Anya akan menyadari bahwa “pegawai barunya” adalah remaja yang pernah ia selamatkan?
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Hari-hari setelah lamaran itu seperti mimpi yang berjalan di dunia nyata. Kafe Sweet Anya, yang dulunya hanya tempat kecil di sudut kota, kini menjadi saksi banyak cerita bahagia. Foto Adrian berlutut di depan Anya dengan cincin di tangannya tersebar ke media sosial. Beberapa pelanggan yang hadir saat itu merekam momen berharga itu dan mengunggahnya.
Keesokan harinya, nama Anya menghiasi berbagai portal berita.
“CEO Muda Mahendra Group Bertunangan dengan Pemilik Kafe Sederhana.”
“Cinta Sejati di Balik Kesederhanaan: Kisah Adrian dan Anya.”
Namun tak sedikit pula yang sinis.
“Apakah ini kisah cinta atau sekadar pencitraan?”
“Benarkah gadis biasa ini bisa masuk ke dunia keluarga Mahendra?”
Anya sempat panik membaca komentar-komentar pedas. Tetapi Adrian memeluknya malam itu, menenangkan dengan suara lembutnya.
“Sayang, biarkan dunia bicara. Kita hanya perlu buktikan bahwa cinta kita lebih kuat daripada kata-kata mereka.”
Dan kata-kata itu selalu jadi jangkar bagi hati Anya.
--
Dua minggu kemudian, keluarga besar Adrian menggelar acara pertunangan resmi di ballroom hotel mewah milik keluarga mereka. Awalnya Anya menolak ia tidak pernah suka keramaian penuh sorotan.
“Sayang, ini bukan hanya tentang status. Ini tentang menunjukkan bahwa kau sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Kau tidak lagi sendiri.” ujar Mommy Amara meyakinkannya.
Hari itu, Anya mengenakan gaun sederhana berwarna pastel yang dipilihkan Andara. Rambutnya digelung anggun, namun tetap meninggalkan kesan natural. Saat ia berjalan masuk menggandeng Adrian, semua mata tertuju padanya.
Ada decak kagum, ada pula lirikan meremehkan. Tapi Anya berusaha menegakkan kepala. Adrian meremas tangannya pelan, memberi kekuatan.
Acara berjalan hangat. Mommy dan Daddy berdiri memberi sambutan, memperkenalkan Anya sebagai calon menantu mereka.
“Anya bukan hanya pilihan Adrian,” kata Daddy lantang. “Ia adalah anugerah yang membuat anak kami menemukan kebahagiaan sejati.”
Tepuk tangan menggema, meski masih ada bisik-bisik kecil.
Di sudut ruangan, seorang wanita paruh baya dengan dandanan glamor terlihat menatap Anya dengan sorot tajam. Ia adalah Tante Ratna, adik dari Daddy Adrian, yang dikenal cukup sinis dan perfeksionis. Seusai acara, ia mendekati Anya.
“Kamu manis sekali, Anya,” ucapnya dengan senyum tipis. “Tapi… apakah kamu yakin bisa masuk ke dunia kami? Dunia bisnis, pesta sosial, jaringan internasional… itu semua tidak sederhana.” ujar Tante Ratna
Anya tercekat. Sebelum ia sempat menjawab, Adrian tiba-tiba muncul. “Tante, jangan khawatir. Dunia Anya mungkin sederhana, tapi justru itu yang membuatku jatuh cinta. Aku tidak butuh dia jadi orang lain. Aku hanya butuh dia jadi dirinya sendiri.”
Tante Ratna terdiam, lalu tersenyum tipis meski jelas ada ketidaksetujuan dalam matanya.
Anya menunduk, perasaan campur aduk. Dalam hatinya, muncul lagi ketakutan lama: bisakah ia benar-benar bertahan di dunia ini?
---
Setelah pertunangan, rutinitas Anya berubah drastis.
Pagi-pagi ia tetap membuka kafe, tapi kini sering ada wartawan yang mencoba datang, berpura-pura menjadi pelanggan. Ada juga pelanggan yang hanya datang untuk melihat-lihat, bukan membeli.
“Rasanya kafe ini jadi tempat wisata, bukan tempat jualan,” keluh Anya pada Andara.
Adik Adrian itu hanya terkekeh. “Ya, Kak, tapi lihat sisi positifnya. Kafe jadi makin terkenal.”
Benar saja. Penjualan meningkat tajam. Banyak orang penasaran ingin mencicipi roti buatan calon istri seorang CEO besar. Namun Anya tak ingin usahanya sekadar bergantung pada gosip. Ia tetap menjaga kualitas, menambah menu baru, bahkan merekrut dua karyawan tambahan.
Di sisi lain, Adrian makin sibuk. Pertunangan ini membuatnya semakin jadi sorotan media. Para investor terus menekan, lawan bisnis menyebar isu, dan jadwalnya padat hingga larut malam.
Kadang Anya hanya bisa melihatnya lewat layar televisi, saat Adrian diwawancarai tentang strategi bisnis.
Namun meski sibuk, Adrian selalu menyempatkan waktu. Kadang jam 11 malam ia tiba-tiba datang ke kafe hanya untuk memeluk Anya sebentar. Kadang ia mengirim bunga dengan pesan kecil.
Suatu malam, saat Anya sedang menutup kasir, Adrian datang dengan wajah letih. Ia langsung menaruh kepala di bahu Anya.
“Capek sekali hari ini,” gumamnya.
Anya mengusap rambutnya lembut. “Aku tahu. Tapi kau tidak sendirian. Aku di sini.”
Saat itu Adrian tersenyum, meski matanya berat. “Kau rumahku, Anya. Jangan pernah pergi.”
Kalimat itu menghapus semua keraguan dalam hati Anya.
---
Namun, badai benar-benar datang.
Sebuah tabloid gosip menulis artikel berjudul:
“Apakah Anya Hanya Mengincar Harta?”
Isinya penuh tuduhan: kafe Anya disebut-sebut akan bangkrut sebelum Adrian datang, lalu tiba-tiba ramai setelah gosip kedekatan mereka menyebar. Beberapa foto diedit untuk menunjukkan Anya “memanfaatkan” momen.
Artikel itu viral. Banyak komentar pedas memenuhi media sosial.
Anya membaca dengan hati hancur. Ia menangis sendirian di dapur kafe, tubuhnya gemetar.
Saat Adrian datang malam itu, ia mendapati Anya terduduk dengan mata sembab.
“Kenapa baca hal-hal seperti itu?” Adrian berlutut di hadapannya.
“Aku tidak kuat, Adrian… Semua orang menuduhku… mereka pikir aku hanya numpang nama, hanya mengincar kekayaanmu…”
Adrian menggenggam wajahnya, menatap tegas. “Lihat mataku, Anya. Apa aku terlihat peduli dengan semua itu? Aku tahu siapa kamu. Keluargaku tahu siapa kamu. Itu cukup. Dunia boleh bicara apa saja, tapi hatiku hanya milikmu.”
Tangis Anya pecah, kali ini bukan karena sakit, melainkan karena keyakinan.
---
bersambung
lgian,ngpn msti tkut sm tu nnek shir....
kcuali kl ada rhsia d antara klian....🤔🤔🤔