Aisyah yang mendampingi Ammar dari nol dan membantu ekonominya, malah wanita lain yang dia nikahi.
Aisyah yang enam tahun membantu Ammar sampai berpangkat dicampakkan saat calon mertuanya menginginkan menantu yang bergelar. Kecewa, karena Ammar tak membelanya justru menerima perjodohan itu, Aisyah memutuskan pergi ke kota lain.
Aisyah akhirnya diterima bekerja pada suatu perusahaan. Sebulan bekerja, dia baru tahu ternyata hamil anaknya Ammar.
CEO tempatnya bekerja menjadi simpatik dan penuh perhatian karena kasihan melihat dia hamil tanpa ada keluarga. Mereka menjadi dekat.
Saat usia sang anak berusia dua tahun, tanpa sengaja Aisyah kembali bertemu dengan Ammar. Pria itu terkejut melihat wajah anaknya Aisyah yang begitu mirip dengannya.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Ammar akan mencari tahu siapa ayah dari anak Aisyah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Di Apartemen Alby
Aisyah tampaknya masih syok dengan apa yang terjadi hari ini. Tak menyangka kalau dirinya hamil anak pria itu. Dia berusaha memejamkan mata, walau sebenarnya pikirannya masih terus terbayang.
Aisyah duduk diam di sudut sofa apartemen Alby, memandang ke luar jendela, tetapi pikirannya jauh sekali dari pemandangan kota yang ramai di luar sana. Hatinya masih berdesir tak menentu, berputar-putar di dalam kegamangan setelah mengetahui berita besar yang mengguncang hidupnya. Hamil. Ya, dia hamil anak mantan kekasihnya, Ammar. Hari-hari sebelumnya, dia berhasil menyingkirkan kenangan itu dari pikirannya, tetapi kini, segalanya kembali menghantui.
"Apa yang harus aku lakukan? Mempertahankan atau menggugurkan saja?" tanya Aisyah dalam hatinya.
Kembali air mata jatuh membasahi pipinya. Dia tak tahu, kenapa ujian hidup seakan enggan pergi. Selalu saja datang silih berganti.
"Sebenarnya aku telah capek banget. Banyak beban pikiran yang aku pendam sendirian. Banyak keluh kesah yang sulit ku ceritakan. Jujur ... saat ini aku sangat terjatuh dan ingin sekali menyerah. Aku nggak bisa terus pura-pura kuat, padahal hatiku sangatlah hancur. Aku sudah nggak sanggup terus pura-pura tersenyum, padahal batinku menjerit. Aku sudah capek banget harus pura-pura tertawa hanya untuk menyembunyikan air mataku. Aku juga ingin bahagia."
Aisyah memegang perutnya. Dia lalu meremasnya. Berharap apa yang dia lakukan akan membuat janin itu tak berkembang. Entah bisikan dari mana, akhirnya dia memukul perutnya.
"Kenapa kamu harus hadir? Aku tau ini salahku, kenapa mudah tergoda bujuk rayunya. Tapi, kenapa hanya aku yang menanggungnya, sedangkan Ammar bisa hidup bahagia," ucap Aisyah.
Alby yang baru masuk melihat Aisyah memukul perutnya langsung berlari mendekati gadis itu.
Alby langsung menghampiri Aisyah dan memegang tangannya, mencegahnya memukul perutnya lagi. "Aisyah, jangan lakukan itu! Kamu tidak boleh menyakiti diri sendiri atau bayi tak berdosa ini," ucap Alby dengan suara yang tegas namun penuh perhatian.
Aisyah menangis keras, merasa frustrasi dan kesal dengan keadaan yang dia hadapi. "Kenapa aku harus menanggung semua ini? Aku tidak ingin hamil, aku tidak ingin memiliki bayi," teriak Aisyah dengan suara yang terisak-isak.
Alby memeluk Aisyah dengan erat, berusaha menenangkannya. "Aku di sini, Aisyah. Aku akan membantu kamu melalui ini. Kita akan menghadapi ini bersama-sama," bujuk Alby dengan suara yang lembut.
Aisyah tak memberontak saat Alby memeluknya. Saat ini dia memang butuh dukungan. Tangisnya pecah. Alby membiarkan wanita itu mengeluarkan tangisnya, tanpa memintanya untuk diam dan tenang. Berharap setelah menangis, gadis itu akan melupakan semua kesedihannya.
Alby memeluk Aisyah dengan erat, membiarkan dia menangis tanpa gangguan. Dia memahami bahwa Aisyah membutuhkan waktu untuk melepaskan semua emosi yang terpendam. Alby membiarkan Aisyah menangis sampai dia merasa puas, tanpa memintanya untuk berhenti atau tenang.
Setelah beberapa saat, tangisan Aisyah mulai mereda. Walau dia masih terisak-isak, tapi Alby bisa melihat sedikit kelegaan di wajahnya. Alby menyentuh wajah Aisyah dan memandangnya dengan penuh perhatian. "Apa kamu sekarang sudah merasa baik-baik saja?" tanya Alby dengan suara yang lembut.
Aisyah mengangguk pelan, masih terisak-isak. Alby memeluknya lagi, memberikan dukungan dan kenyamanan. "Aku di sini, Aisyah. Aku akan selalu ada untukmu," ucap Alby selanjutnya dengan suara yang hangat.
Aisyah melepaskan pelukannya. Dia lalu menghapus air mata yang mengalir di pipi. Hari ini terasa sangat berat baginya.
"Aisyah berjanjilah, jika kamu tak akan melakukan hal konyol seperti tadi lagi. Walau dia hadir karena kesalahan kalian berdua, dia juga berhak untuk dipertahankan," tutur Alby.
Aisyah menunduk, merasa malu dengan perilakunya tadi. Dia mengangguk pelan, memahami kata-kata Alby. "Aku berjanji, Pak. Aku tidak akan melakukan hal seperti itu lagi," kata Aisyah dengan suara yang lembut.
Alby memandang Aisyah dengan mata yang penuh perhatian. "Aku percaya kamu, Aisyah. Kita akan menghadapi ini bersama-sama," kata Alby dengan suara yang hangat.
Aisyah memandang Alby, merasa sedikit lega karena pria itu tidak meninggalkannya. Dia tahu bahwa dia memiliki kesalahan, tapi Alby masih mau membantunya. "Terima kasih, Pak," kata Aisyah dengan suara yang lembut.
Aisyah menunduk, merasa malu dengan perilakunya tadi. Dia mengangguk pelan, memahami kata-kata Alby. "Aku berjanji, Pak. Aku tidak akan melakukan hal seperti itu lagi," kata Aisyah dengan suara yang lembut.
Alby memandang Aisyah dengan mata yang penuh perhatian. "Aku percaya kamu, Aisyah. Kita akan menghadapi ini bersama-sama," ucap Alby mengulangi kata-katanya tadi, dengan suara yang hangat.
"Pak, aku tak tau harus berkata apa. Hanya ucapan terima kasih yang bisa aku katakan. Dukungan Bapak saat ini sangat berarti untukku. Sekali lagi terima kasih, Pak," ucap Aisyah dengan tersenyum.
"Sekarang sebaiknya kamu mandi agar merasa lebih nyaman. Aku siapkan makan malam dulu. Sekali lagi aku katakan, jangan pernah mencoba mengakhiri semua dengan cara tadi. Suatu hari nanti kau pasti akan berterima kasih pada keadaan saat!" seru Alby.
Aisyah mengangguk, merasa sedikit lebih tenang setelah mendengar kata-kata Alby. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan merasa lebih nyaman. Saat dia mandi, dia tidak bisa tidak memikirkan keadaan yang dia hadapi sekarang.
Setelah selesai mandi, Aisyah keluar dan melihat Alby sudah menyiapkan makan malam di meja. Dia memilih duduk di sebelah Alby untuk makan bersama. "Terima kasih, Pak," kata Aisyah dengan suara yang lembut.
Alby tersenyum dan memandang Aisyah dengan mata yang hangat. "Aku senang kamu mau mendengar ucapanku tadi. Mulai sekarang kamu harus lebih menjaga kesehatanmu. Sekarang kamu harus makan," ucap Alby dengan suara yang penuh perhatian.
Aisyah menggelengkan kepala pelan. "Nggak usah, aku ... aku nggak lapar."
Alby berusaha tersenyum, tetapi tatapan matanya menunjukkan keprihatinan yang mendalam. "Makan sedikit aja, Aisyah. Ini penting, terutama buat kamu yang ...." Ucapan Alby terhenti, itu membuat Aisyah menatap ke lantai, wajahnya merona merah.
Alby yang melihat perubahan wajah Aisyah, merasa tak enak hati lalu berkata, "Maaf, bukannya aku mau ikut campur."
"Tak apa, Pak. Aku justru sebaliknya. Aku ingin mengucapkan terima kasih atas semuanya," balas Aisyah.
Aisyah tersenyum lembut, mata yang sebelumnya redup kini sedikit bersinar. "Terima kasih, Pak. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan tanpa kamu," ucap Aisyah selanjutnya dengan suara yang tulus.
Alby tersenyum kembali, merasa lega bahwa Aisyah tidak tersinggung dengan pernyataannya. "Aku hanya ingin membantu, Aisyah. Aku ingin kamu tau, aku peduli dengan kamu," ujar Alby.
Aisyah tersenyum menanggapi. Dia akhirnya memutuskan untuk ikut makan. Mereka berdua makan dalam keheningan yang nyaman, sesekali saling menatap dengan mata yang hangat dan penuh pengertian. Suasana yang sebelumnya tegang kini terasa lebih rileks dan damai.
"Aisyah aku akan mendampingi kamu hingga rasa bersalah yang kamu rasakan itu hilang. Aku sudah berjanji di depan jenazah Syifa, kalau aku akan melindungi wanita yang hamil tanpa suami," gumam Alby dalam hatinya.
,
seperti cintanya alby yg nyantol di hati wanita yg sudah hamil anak orang lain.../Smile//Smile/
next...
alby rela melakukan ini...