Jihan Alessa. Gadis ceria yang selalu mengejar cinta lelaki bernama Abintang Sagara.
Namun, ternyata perasaannya itu justru menambah luka di hidupnya. Hubungan yang seharusnya manis justru berakhir pahit. Mereka sama-sama memiliki luka, tetapi tanpa sadar mereka juga saling melukai karena itu.
"Suka lo itu bikin capek ya."
"Gue nggak pernah minta lo suka gue."
Rumah yang seharusnya tempat paling aman untuk singgah, justru menjadi tempat yang paling bahaya bagi Jihan. Dunia seakan mempermainkan hidupnya bagai badai menerjang sebuah pohon rapuh yang berharap tetap kokoh.
"Kamu adalah kesialan yang lahir!"
Itulah yang sering Jihan dengar.
Pada akhirnya aku pergi—Jihan Alessa
__________
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Affara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jihan sakit
...Kamu. Dan keindahan malam....
..._____________________...
Suara dering ponsel terdengar menggema di ruangan serba gelap itu. Nama yang tertera di layar membuat Jihan lagi-lagi menghiraukan panggilan telpon tersebut. Sudah beberapa kali ponselnya berbunyi, tapi Jihan enggan menjawab dan memilih fokus menghafal materi pelajaran yang akan muncul di UTS besok.
Gadis itu duduk selonjoran di kasur. Satu tangannya memegang buku, dan satunya lagi untuk menulis informasi yang di dapat supaya menguatkan ingatan nya.
Beberapa menit kemudian kepalanya berdenyut nyeri. Jihan memijat pelipisnya pelan. Tersadar saat tangannya menyentuh kulit wajahnya, ia merasakan sensasi panas. Helaan napas terdengar. Sepertinya Jihan terkena demam gara-gara tadi sempat kehujanan saat pulang.
Drrttt!
Drtttt!
Untuk terakhir kalinya, suara dering ponselnya berbunyi. Jihan berdecak kesal mengambil handphonenya dan memencet tombol hijau di layar.
"Kenapa?" Ujarnya mengawali obrolan.
"Kenapa baru diangkat telponnya?" Tanya Abintang di seberang sana. Suara lelaki itu terdengar serak namun lembut di telinganya.
"Lagi belajar," Jawab Jihan tak kalah lembut. Mungkin karena demam, jadi suaranya sedikit melemah dari biasanya.
"Udah malem. Kenapa gak istirahat dulu? Tadi di sekolah juga kan, aku udah nyuruh kamu dateng ke perpus buat belajar bareng." Jihan terlihat kesal dengan perkataan Abintang. Apa cowok itu masih tidak paham juga?!!
Ingin rasanya Jihan berteriak pada lelaki ini. Namun, kenapa mulutnya justru tertutup rapat. "Kalo udah gak ada yang penting. Aku tutup telponnya."
Abintang terkejut. "Jihan... Jangan di matiin."
"Terus kamu mau ngomong apa Abi?"
Abintang terdiam sejenak mendengar suara Jihan yang sedikit berbeda dari biasanya. Bahkan beberapa kali terdengar suara batuk yang sengaja di redam, mungkin supaya Abintang tidak mendengarnya. Namun pendengaran cowok itu sangat tajam.
"Kamu sakit?" Katanya dengan nada khawatir.
Jihan reflek menggeleng meski Abintang tak melihatnya. "Enggak. Cuma keselek aja kok!" Balasnya asal membuat Abintang menghela napas.
"Kenapa bisa sakit?"
"Aku nggak sakit Abi. Di bilangin cuma kese—" Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Jihan terbatuk begitu saja.
Shibbal! Umpat Jihan dalam hati.
"Angkat video call nya. Aku mau liat wajah kamu," Pinta Abintang tak Ingin dibantah.
Jihan pasrah. Dia menerima saja saat Abintang mengalihkan panggilan suara menjadi video call. Di arahkan kamera hp itu ke wajahnya. Gadis itu tersentak saat melihat Abintang yang bertelanjang dada sedang berbaring di ranjang. Kepalanya bertumpu pada bantal. Jantungnya berdebar kencang melihat ketampanan lelaki itu dari layar.
Sungguh, Jihan tak pernah bosan memandangnya.
"Masih sakit? Atau pusing? Besok jangan berangkat dulu," Ujar Abintang saat menatap wajah Jihan yang pucat. Anehnya terlihat lebih cantik di matanya. Apalagi ada satu helai poni yang melengkung di hidungnya, membuat keindahan alaminya terpancar. Cantik. Batin Abintang.
Jihan mengigit bibir bawahnya. "Gak bisa. Besok harus berangkat. Kan hari pertama UTS, masa aku gak berangkat."
"Masih ada susulan Jihan. Jangan dipaksa."
Abintang tidak paham keadaan Jihan. Jika ia tidak berangkat besok, sudah di pastikan ia akan habis di tangan Hendra.
"Aku gak pa-pa kok. Masih kuat buat berangkat. Jangan khawatir." Jihan mencoba tersenyum.
"Ngeyel!" Dapat terlihat wajah Abintang yang murung. Menyembunyikan wajahnya pada bantal. Posisi lelaki itu tengkurap di kasur, dan ponselnya di depan wajahnya yang bertumpu pada bantal.
"Kenapa jadi kamu yang marah?" Heran Jihan melihat Abintang tak ingin menatapnya. Sebenarnya terlihat lucu jika lelaki itu sedang marah seperti ini.
"Abii... " Panggilnya pelan, tapi Abintang tak merespon. Masih menyembunyikan wajahnya pada bantal. Ngambek nih orang?
"Yaudah aku matiin aja—"
"Jihan!!" Abintang langsung menatap tajam gadis itu meski dari layar.
Tawa Jihan langsung pecah. Baru pertama kali ia bisa mengerjai lelaki ini. Ternyata seru juga. Pusing di kepalanya terasa sedikit lebih ringan.
Abintang berdecak kesal. "Gak ada yang lucu!"
Gadis itu berdehem. Menyingkirkan buku-bukunya, dan menaruhnya di meja sebelah ranjang, kemudian membaringkan tubuhnya sedikit memiring menatap ponselnya. "Kamu yang lucu."
"Apa?"
"Pacar aku yang lucu." Telinga Abintang memerah mendengarnya. Ia membuang pandang sejenak ke samping, menahan malu. Kenapa Jihan selalu membuat dia salah tingkah.
"Tidur Jihan," Ucapnya mengalihkan pembicaraan.
"Iya habis ini tidur."
"Jangan di matiin video call nya," Ujar Abintang pelan. Maklum, gengsinya setinggi langit.
Senyum Jihan mengembang tipis. Matanya ikut melengkung kecil. "Iyaa." Dia mencari posisi nyaman. Beberapa kali terbatuk kecil karena tenggorokan nya terasa sakit.
"Masih pusing?" Tanya Abintang.
Jihan menggeleng setelah menyelimuti tubuhnya. "Sedikit."
"Yaudah tidur."
"Iya."
Malam ini Jihan lupa jika mereka sempat bertengkar satu sama lain. Tapi ia senang jika Abintang bersikap manis seperti ini. Meskipun ia bisa menebak ini hanya sementara saja.
"Ilove you Abii," Ucap Jihan pelan masih bisa di dengar Abintang.
"Hmm"
Ilove you to— Batin Abintang
..._______________...
Maap ya pren radak telat up. Soalnya fokus ujian hehe😣
Makasih yang mau baca. Meskipun yang baca aku sendiri sih😎 GG emang.