Cha Yuri berkerja sebagai perkerja paruh waktu pada sebuah minimarket.
menjalani hidup yang rumit dan melelahkan membuatnya frustasi .
Namun Suatu Hari dia bertransmigrasi ke Dunia Isekai dengan bantuan sistem dia mencoba untuk menjalani setiap misi yang diberikan.
Sampai pada akhirnya dia tanpa sengaja mengubah plot nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kimlauyun45, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Artefak dalam perpustakaan
Langkah mereka bertiga terdengar bergema di koridor belakang akademi, jalur yang selama ini dikunci dan jarang dilalui. Liangyi berjalan di depan tanpa banyak bicara, disusul Xuanwei yang tampak waspada, sementara Yu Zhan berjalan santai seolah misi ini tak berarti apa pun baginya.
Perpustakaan lama berdiri di tengah reruntuhan taman batu. Kabut masih belum sepenuhnya hilang dari udara pagi. Bangunannya tinggi, gelap, dan nyaris tertelan waktu. Pilar-pilar di sisinya sudah retak, dan pintunya tertutup oleh lapisan sihir pelindung kuno.
Instruktur Qing berdiri di hadapan mereka, menggenggam gulungan kristal yang kini telah menyala terang.
"Kalian bertiga akan masuk dan mengambil tiga artefak yang tersegel di dalam. Jangan sembarangan menyentuh apa pun selain yang diperintahkan. Perpustakaan ini bukan tempat biasa. Ia hidup. Dan ia mengingat."
Sorot mata Qing tajam, seperti hendak mengingatkan bahwa nyawa mereka benar-benar dipertaruhkan.
Setelah mantra pelindung dibuka, pintu tua itu terbuka dengan derit panjang.
Saat mereka melangkah masuk, Liangyi merasakan hawa yang berbeda. Suhu turun drastis, dan cahaya dari luar seolah tak mampu menembus ruangan.
“Bagian barat. Artefak pertama ada di sana,” kata Liangyi datar, membaca kompas kristal yang diberikan Qing.
“Kau yakin tahu arah? Jangan sampai kita tersesat hanya karena kau sok tahu,” gumam Yu Zhan.
Liangyi tidak menjawab. Ia hanya menoleh sebentar, menatap Yu Zhan dengan ekspresi netral yang menyimpan ribuan opini yang tak diucapkan.
Xuanwei menyusul di sisi kirinya.
“Jangan terpancing. Fokus saja,” katanya lirih.
Liangyi hanya menoleh sedikit. Biasanya ia akan menyindir balik. Tapi kali ini… ia hanya mengangguk tipis.
Hal yang membuat Xuanwei sedikit tercengang.
“...Apa kau barusan—”
“Diam dan jalan.”
Mereka terus menelusuri lorong panjang yang kini bercabang. Cahaya dari kristal mereka mulai meredup, seolah sesuatu di tempat ini menyerapnya perlahan.
Tiba-tiba, sistem muncul di hadapan Liangyi dalam layar kecil:
[Energi di area ini terdeteksi sebagai Residual Will of Origin. Sistem tidak dapat menjangkau penuh ruang ini. Host disarankan untuk menjaga kesadaran dan menghindari kehancuran struktur emosi.]
Liangyi mencibir dalam hati.
“Jadi bahkan kau pun takut tempat ini.”
Di depan mereka, muncul sebuah aula tua dengan meja-meja berderet dan rak-rak buku yang runtuh. Di tengahnya, ada sebuah pilar batu dengan segel merah yang menyala.
“Itu artefak pertama,” gumam Xuanwei.
Liangyi melangkah mendekat, tapi saat jari-jarinya hampir menyentuh permukaan segel—lantai di bawah mereka mendadak bergetar. Sebuah tekanan menekan dari atas. Rak-rak bergetar, debu turun seperti hujan.
“Kita tak sendiri,” desis Yu Zhan. Ia menghunus senjatanya.
Seketika, dari bayangan antara rak buku, muncul sosok hitam berkerudung dengan wajah retak seperti porselen. Tidak bersuara, tapi auranya menyesakkan. Aura yang... seolah mengenali Liangyi.
Sistem muncul cepat:
[Bahaya tak teridentifikasi. Sistem kehilangan akses penuh. Mode bimbingan dimatikan sementara.]
Liangyi tetap tenang. Matanya menyipit.
“Xuanwei, jagain belakang. Yu Zhan, jangan sok jago.”
Sosok itu meluncur. Serangan pertama ditangkis Liangyi dengan mantra defensif sederhana. Tapi tak lama kemudian, kilasan cahaya keluar dari sisi kiri—Xuanwei melindungi punggung Liangyi dengan serangan elemen angin.
“Jangan sampai kamu mati sebelum minta maaf soal pagi tadi!” serunya sambil menangkis serangan kedua.
Liangyi mengerutkan kening. Dia ingin membalas. Tapi di saat bersamaan, sesuatu dalam dirinya bergerak. Bukan sistem. Bukan logika. Tapi semacam... keinginan untuk tertawa.
“Kau ini… menyebalkan sekali.”
Xuanwei sempat melirik, tetapi tak ada waktu menjawab. Sosok hitam itu meluncur kembali, lebih cepat dari sebelumnya. Sekilas seperti asap padat, namun setiap kali mendekat, bentuknya berubah menjadi tangan-tangan keriput dan wajah-wajah tanpa mata.
“Mundur!” seru Liangyi, lalu mengayunkan telapak tangan ke depan.
Ledakan cahaya biru melengkung keluar dari mantranya—tapi sosok itu menembusnya seolah perisai itu hanya kabut tipis. Mantra biasa tak mempan. Ruang ini menolak energi luar.
[Sistem non-aktif. Data musuh tidak tersedia.]
“Kalau begitu kita pakai cara lama,” gumam Liangyi, lalu menarik belati pendek dari lengan bajunya.
Yu Zhan sudah melompat ke atas meja, tubuhnya ringan, gerakannya lincah. Ia memutar pedang tipisnya dan menebas makhluk itu secara diagonal.
Darah hitam menyembur, bukan cairan... tapi serpihan bayangan.
“Kau kira itu cukup? Lihat!” seru Xuanwei.
Di balik rak sebelah kiri, tiga sosok lain bermunculan, melayang di udara. Setiap dari mereka membawa aura tekanan yang berbeda—satu panas membakar, satu dingin menggigit, dan satu seperti hisapan ruang hampa.
Perpustakaan ini… memang hidup. Dan sekarang, ia sedang marah.
Rak-rak bergetar. Buku-buku tua berjatuhan dan beterbangan seperti proyektil, menyerang secara acak.
Liangyi melompat ke samping, satu buku hampir menghantam wajahnya. Tapi ia menangkapnya di udara, lalu membantingnya ke bawah. Buku itu meledak menjadi debu.
“Buku-bukunya bisa meledak sekarang?! Serius?!”
Yu Zhan tertawa kecil, seolah menikmati kekacauan ini.
“Kau harus tahu, gadis kutukan, tempat ini bukan ruang pelatihanmu! Ini medan perang.”
Liangyi menggeram.
Tapi sebelum sempat membalas, salah satu sosok bayangan menerjang ke arahnya—cepat, mendesak, seolah ingin menelan dirinya bulat-bulat.
Xuanwei tiba-tiba bergerak, tangannya menyentuh bahu Liangyi dan menariknya ke belakang. Sebuah dinding angin muncul memisahkan mereka dari makhluk itu.
“Kau bisa mati kalau terus bengong!”
Liangyi menatap Xuanwei dengan alis terangkat.
“Kau menyentuhku.”
“AKU menyelamatkanmu, dasar keras kepala!”
Namun makhluk-makhluk itu tidak berhenti. Mereka kini menyatu, membentuk satu sosok lebih besar di tengah ruangan. Suaranya muncul dari seluruh arah, gemetar seperti gema dari lemari penuh tengkorak.
“Kau... yang tidak seharusnya di sini...”
Liangyi menegang. Kata-kata itu bukan ditujukan ke mereka semua. Tapi padanya. Sosok itu tahu siapa dirinya.
Sistem sempat muncul sebentar dengan warna merah pekat.
[Peringatan. Identitas host terdeteksi. Bahaya maksimal. — Mode pemusnahan aktif—]
“TIDAK.” Liangyi menolak. “Tutup. Semuanya TUTUP.”
Layar sistem meledak menjadi kilatan cahaya, menghilang.
Xuanwei menatapnya. “Apa kau barusan—mematikan sistemmu sendiri?”
Liangyi tidak menjawab.
Ia hanya berdiri, lalu menarik lengan jubahnya hingga lengan telanjang terungkap. Ada rune biru tua yang tersembunyi di bawah kulit, berdenyut seolah mendengar panggilan dari sosok bayangan itu.
“Kalian jaga belakang,” ucapnya dingin. “Aku akan bicara dengan... ‘perpustakaan’.”