Setelah terusir dari rumah dan nyaris menjadi korban kebejatan ayah tirinya, Lisa terpaksa hidup di jalanan, berjuang mati-matian demi bertahan.
Ketika kehormatannya terancam, takdir mempertemukannya dengan Javier Maxim, CEO muda nan arogan, yang muncul sebagai penyelamat tak terduga.
Namun, kebaikan Javier tak datang cuma-cuma. "Tuan bisa menjadikan saya pelayan Anda," tawar Lisa putus asa.
Javier hanya menyeringai, "Pelayanku sudah banyak. Aku hanya memerlukan istri, tapi jangan berharap cinta dariku."
Dan begitulah, sebuah pernikahan kontrak pun dimulai. Sebuah ikatan tanpa cinta, yang hanya berfungsi sebagai kunci bagi Javier untuk mengklaim warisannya. Namun, seiring waktu, pesona dan kecantikan Lisa perlahan menyentuh hati sang CEO.
Seiring kebersamaan mereka, sebuah rahasia besar terkuak: Lisa bukanlah wanita sembarangan, melainkan pewaris tersembunyi dari keluarga yang tak kalah terpandang.
Mampukah cinta sejati bersemi di tengah perjanjian tanpa hati ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tangisan dalam tidurku
Sementara itu, di rumah keluarga Maxim, Lisa duduk di balkon kamar atas. Matanya menatap kosong ke taman. Foto-foto dalam amplop itu masih mengganggu pikirannya. Ia sudah menyimpannya rapat di laci, tapi bayangannya tetap menghantui.
Setiap langkah, setiap sudut rumah, seolah penuh mata.
Ponselnya bergetar. Sebuah nomor tidak dikenal mengirimkan pesan:
> “Menikmati rumah barumu? Jangan lupa dari mana kau berasal.”
Lisa menggenggam ponsel erat-erat. Bibirnya gemetar.
Beberapa meter di seberang jalan luar rumah Maxim, sebuah mobil tua terparkir diam. Di dalamnya, Bagas duduk sambil menyesap kopi dari termos.
Ia menatap rumah megah itu sambil terkekeh.
“Selamat datang di neraka kecilmu, Lisa…”
☘️
Pagi itu, mentari belum tinggi saat Lisa terbangun dengan kepala berat dan tubuh menggigil. Tenggorokannya perih, kering. Ia berusaha bangkit dari tempat tidur, tapi tubuhnya limbung, seperti kehilangan keseimbangan. Suhu tubuhnya tinggi—ia tahu itu. Tapi bukan hanya karena sakit fisik.
Beban pikiran, kecemasan, dan rasa takut yang terus menghantuinya seperti racun pelan-pelan yang menyerap energi hidupnya.
Ia duduk di pinggir tempat tidur, menarik napas panjang, mencoba menahan gemetar. Tapi tubuhnya tak mau kompromi. Kakinya lemas.
Saat itulah suara ketukan pelan terdengar dari arah pintu.
“Lisa?” suara Javier. Tenang, tapi kali ini terdengar cemas?
Lisa tidak menjawab. Ia hanya menunduk dan berharap suara itu pergi. Tapi pintu perlahan terbuka, dan Javier masuk, masih mengenakan setelan jas hitamnya, lengkap dengan dasi yang belum dilepas. Namun wajahnya langsung berubah saat melihat kondisi Lisa.
“Lisa?” ujarnya cepat, menghampiri dan langsung berlutut di depannya. “Kau sakit?”
Lisa mencoba tersenyum, tapi hasilnya justru semakin menunjukkan betapa pucat wajahnya. “Aku cuma sedikit pusing. Mungkin masuk angin.”
“Kau menggigil.” Javier menyentuh dahinya, dan langsung mengerutkan kening. “Demammu tinggi.”
Ia berdiri dengan sigap, menekan tombol interkom kamar. “Mbak Rina, tolong bawa kotak P3K dan termometer ke kamar atas. Segera!"
Lisa ingin berkata bahwa dia bisa mengurus dirinya sendiri. Tapi bahkan untuk berdiri saja, ia nyaris tumbang.
Javier menangkapnya tepat waktu. Ia mengangkat tubuh Lisa pelan dan membaringkannya di tempat tidur. Gerakannya lembut, tapi mata tajamnya menunjukkan sesuatu yang tak biasa kepedulian yang tulus.
“Kenapa tidak bilang kalau kau merasa tidak enak badan?” tanyanya pelan.
Lisa hanya menatap langit-langit. “Aku tidak mau merepotkan siapa-siapa.”
Javier menatapnya. “Merepotkan?” Ia menghela napas. “Lisa, kita memang memulai semua ini karena kontrak. Tapi itu tak berarti aku tak peduli pada kondisi istriku.”
Deg.
Kalimat itu, ‘istriku’, terasa begitu aneh tapi hangat di telinga Lisa.
Mbak Rina masuk membawa termometer, handuk dingin, dan obat. Javier mengurus semuanya sendiri memastikan suhu tubuh Lisa, mengompres keningnya, bahkan membuatkan teh hangat yang dibawakan dari dapur.
“Minumlah. Sedikit saja,” ucap Javier sambil menyodorkan gelas. “Kau akan merasa lebih baik.”
Lisa menerimanya pelan, dan saat tangan mereka bersentuhan, Javier seperti terpaku sesaat. Tapi ia cepat-cepat mengalihkan pandangan.
“Aku akan minta dokter datang,” lanjutnya.
Lisa menahan tangannya. “Tidak usah. Aku hanya butuh istirahat.”
Javier menatapnya lama. “Kau bilang begitu karena tidak ingin terlihat lemah, atau karena kau sedang menyembunyikan sesuatu dariku?”
Lisa terdiam. Dan dalam diam itu, Javier menarik kursi, duduk di sampingnya, lalu berbicara lebih pelan.
“Aku tidak akan paksa kau bicara. Tapi aku tahu ada sesuatu. Aku tahu, Lisa.”
Air mata nyaris jatuh dari mata Lisa. Tapi ia menahannya.
“Tidurlah,” ucap Javier akhirnya. “Aku akan tetap di sini sampai kau merasa lebih baik.”
“Kenapa?” bisik Lisa.
Javier menoleh. “Karena entah kenapa, aku tak tahan melihatmu terluka.”
Lisa akhirnya memejamkan mata. Tapi kali ini, bukan karena lelah, melainkan karena hatinya mulai goyah. Javier... bukan sekadar pria yang menolongnya dulu. Ia mulai menempati ruang yang lebih dalam dari sekadar suami kontrak.
Dan sementara tubuhnya melawan demam, hatinya justru mulai terbakar oleh rasa yang selama ini ia tolak untuk diakui.
Hari ketiga.
Javier masih berada di rumah. Sebuah keputusan yang tak biasa untuk seorang CEO muda seperti dirinya, apalagi saat perusahaan sedang dalam tahap negosiasi merger besar. Tapi Javier tak peduli. Ia tak bisa meninggalkan Lisa. Bukan karena kontrak. Tapi karena hatinya... tak memberinya pilihan lain.
“Max, aku percaya padamu untuk urus semua hari ini,” ujarnya di telepon pagi itu, sambil melirik ke arah tempat tidur tempat Lisa terbaring lemah.
“Baik, Bos. Tapi semua orang di kantor bertanya-tanya kenapa Anda mendadak cuti. Bahkan Pak Adam sempat—”
“Biarkan dia bertanya-tanya. Prioritasku sekarang bukan kantor.” Javier memutus sambungan, lalu mendekat ke sisi ranjang.
Lisa masih tertidur. Napasnya lebih tenang dari hari sebelumnya. Tapi wajahnya masih pucat. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Javier mengusap rambut gadis itu pelan, menyelipkan anak-anak rambut ke belakang telinga.
Entah sejak kapan hatinya menjadi selembut ini untuk seseorang.
Ia menarik selimut, membetulkan posisinya, lalu duduk di sisi tempat tidur dengan buku yang tak dibacanya sama sekali. Matanya hanya terpaku pada Lisa. Bahkan saat dia tertidur, Javier tak ingin kehilangan satu detik pun untuk menjaganya.
Malam ketiga.
Lisa mulai gelisah.
Tubuhnya bergerak tak tenang, bibirnya bergumam tak jelas. Javier yang duduk di sofa mendongak, mendekat cepat ke ranjang.
“Lisa?” panggilnya pelan.
Lisa mengerang dalam tidur. Tangan mengepal. Napas berat.
“Jangan... jangan sentuh aku...”
Javier membeku.
Lisa menggeliat, tangannya seolah menepis sesuatu yang tak terlihat. “Aku bilang jangan!!”
Jantung Javier berdegup keras. Ia menggenggam tangan Lisa yang gemetar.
“Lisa, kau aman. Ini aku, Javier,” ucapnya, lembut namun tegas.
Namun Lisa tetap bergumam, tangisnya mulai pecah. “Jangan... aku mohon... jangan buka pintu kamarku lagi...”
Deg.
Kata-kata itu menghantam Javier seperti palu godam. Ia memeluk tubuh Lisa yang menggigil, mendekapnya erat seolah ingin menarik semua rasa takut itu ke dalam pelukannya.
“Aku di sini. Tidak ada yang akan menyakitimu. Aku janji,” bisiknya di telinga Lisa.
Lisa menangis di pelukannya, masih dalam mimpi buruknya. Tapi pelan-pelan, tangisnya mereda. Napasnya stabil. Dan ia kembali tertidur, masih dalam dekapan Javier.
Namun malam itu, Javier tidak tidur.
Ia hanya menatap wajah Lisa yang tertidur di dadanya. Tangannya mengusap lembut rambut perempuan itu, tapi dalam pikirannya, badai mulai menggulung.
"Aku janji tak akan biarkan siapa pun menyakitimu lagi, Lisa."
Keesokan paginya.
Setelah memastikan Lisa tertidur dengan tenang, Javier turun ke ruang kerja. Ia membuka laptop, membuka mesin pencarian, dan mengetik satu nama.
Bagas Surya Putra. Nama itu sempat Lisa sebutkan tadi malam. Javier penasaran dengan nama itu.
Tak butuh waktu lama sebelum beberapa hasil mulai muncul.
Mantan pegawai kontraktor bangunan swasta.
Pernah dilaporkan karena penganiayaan rumah tangga, tapi kasus menghilang.
Alamat terakhir daerah pinggiran kota, Bagas adalah ayah tiri Lisa.
Javier mengetikkan kata berikutnya Lisa Putri Atmaja.
Dan di sana beberapa artikel lama muncul.
> Remaja perempuan dikeluarkan dari rumah oleh ibu kandungnya. Dugaan konflik keluarga. Sumber menyebutkan remaja tersebut sempat tinggal di jalan selama beberapa hari sebelum menghilang.
Javier mengepalkan tangan.
"Ini bukan konflik keluarga biasa," gumamnya. "Kau dikhianati oleh keluargamu sendiri, ya, Lisa?"
Ia memejamkan mata sejenak, lalu menghubungi seseorang.
“Max, aku butuh bantuan. Cari semua informasi tentang pria bernama Bagas Surya Putra. Terutama aktivitas dan jejak keuangannya beberapa bulan terakhir.”
“Tentu, Bos. Ada hal yang mencurigakan?”
Javier menatap foto Lisa di dompetnya. Foto yang ia ambil diam-diam saat mereka tertawa bersama di dapur suatu hari.
“Dia orang yang menyakiti seseorang yang sangat berarti buatku.”
☘️
Siang itu.
Lisa terbangun dengan pelan. Tubuhnya masih lemah, tapi jauh lebih baik. Ia menoleh, dan menemukan Javier duduk di samping ranjang, menggenggam tangannya.
“Kau belum ke kantor lagi?” suaranya serak.
“Tidak. Aku tidak akan ke mana-mana sampai kau sembuh.”
Lisa tersenyum samar. “Tuan tidak harus melakukan ini.”
Javier menatap matanya lekat-lekat. “Kau juga tidak harus menyimpan semua rasa sakitmu sendirian.”
Lisa tercekat.
“Aku tahu ada sesuatu yang kau sembunyikan. Semalam, kau mengigau. Menangis. Memohon agar pintu kamar tak dibuka...”
Lisa langsung menunduk. Bahunya menegang.
“Aku tidak ingin mengungkitnya jika kau belum siap,” ujar Javier. “Tapi tolong... jika suatu saat kau ingin bicara, aku ada di sini.”
Lisa menggigit bibirnya, menahan air mata yang hendak jatuh. Lalu perlahan, ia berbisik.
“Aku takut, Tuan.”
Javier langsung memeluknya. Erat.
“Aku tahu. Tapi sekarang kau tidak sendirian lagi.”
Di pelukan itu, Lisa merasa sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Aman.
Dan untuk pertama kalinya, ia membiarkan dirinya percaya bahwa mungkin pernikahan ini bukan sekadar kontrak.
Mungkin ini awal dari penyembuhan.
Dan Javier tahu, ia tak akan berhenti. Ia akan menemukan Bagas. Dan memastikan pria itu tak akan pernah bisa menyentuh Lisa lagi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...