menceritakan tentang seorang wanita yang terlahir lagi menjadi seorang mafia untuk membalaskan dendam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ridwan jujun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
holiday
Waktu itu, setelah penyerangan terjadi pasti setelah ini akan ada penyerangan lagi dan penculikan dirinya. Marvin akan menculiknya di waktu dirinya sedang tidur, walaupun bukan sekarang setidaknya perlu persiapan karena semua perubahan waktu tidak sama seperti sebelumnya.
Liana harus keluar dan jangan sering-sering di kamar karena saat terjadi sesuatu ia bisa meminta bantuan.
𝘛𝘪𝘯𝘨!
Suara notifikasi dari ponsel, ia mengecek dan ternyata sang Ayah yaitu Kevin.
"Berarti hp Ayah sudah di perbaiki," gumam Liana, ia pun membalas pesan sampai lift turun di lantai bawah.
[𝘈𝘺𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘭𝘶𝘢𝘳 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘣𝘪𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘢𝘯𝘺𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪, 𝘬𝘢𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘭𝘶𝘢𝘳 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘶𝘭𝘢𝘯,]
Itu pesan dari Kevin, Liana pun berjalan keluar untuk melihat suasana malam sambil membalas pesan.
𝘊𝘭𝘪𝘬!.
𝘋𝘶𝘨𝘩!
"Aww!"
"ASTAGA, LIANA!"
Karena tidak memperhatikan jalan, Liana tidak tahu kalau ada orang yang mendorong pintu dari luar jadinya Liana terbentur pintu karena ada yang mendorong masuk pintu Mansion.
Rupanya Elvano yang mendorong pintu dan di belakangnya ada Kenzo dan Arion.
"Maaf Li, aku tidak sengaja. Kau baik-baik saja?!" Elvano memeluk sambil mengusap kening Liana.
Liana memegang keningnya yang terbentur.
"Mana coba lihat?!" Elvano melihat kening Liana yang sedikit merah.
"Maaf aku tidak melihat ada kamu di depan pintu," Elvano mengusap lembut kening Liana dan meniupnya serta mengecvp luka.
"Tidak apa, aku baik-baik saja,"
Karena tadi Elvano sedang berbicara pada Kenzo dan Arion jadi ia sering menoleh ke belakang bahkan saat ingin membuka pintu pun ia tidak tahu kalau Liana ingin keluar juga. Tapi untungnya benturan tidak terlalu keras, hanya memerah saja.
"Maaf, maaf ya Li," Elvano memeluk Liana lagi dan mengusap punggung Liana.
"Perhatikan jalan lain kali, Vano!" Arion.
"Apa kena ujung pintu?" tanya Kenzo.
"Tidak kok," senyum Liana tipis.
"Memangnya kau mau kemana?" tanya Kenzo.
"Ke luar sebentar,"
"Ngapain?"
"Tidak apa. El, bisa kau lepaskan pelukanmu?"
Elvano masih memeluknya, mungkin merasa bersalah karena kejadian tadi. Elvano melepaskan pelukannya dan menatap Liana.
"Ini bukan salah mu, tapi salah ku karena lagi fokus di hp,"
"Saat di luar jangan sering menatap ponsel, kau tahu bahaya?" Arion menekan kening Liana.
"Duhh!" kesal Liana.
Arion tersenyum tipis seperti gemas melihat Liana.
"Aku akan menemani mu ke luar,"
"Tidak usah, lagian hanya sebentar kok," Liana menyela jalan mereka dan keluar.
Begitu lama sekali mereka bertugas sampai malam baru pulang, itu tidak heran hanya saja terkadang Liana ingin tahu apa yang mereka kerjakan sampai pulang seharian.
Liana mendongak melihat langit-langit gelap, ternyata benar. Sepertinya tadi banyak bintang dan sinar bulan, tapi sekarang bintang-bintang itu seperti menghilang satu persatu. Cahaya bulannya juga sudah tidak terang, Liana melihat warna yang begitu gelap gulita di atas. Itu seperti awan yang akan menutupi semua langit, apa malam ini akan hujan? Atau memang seperti itu? Musim hujan akan datang beberapa minggu lagi seperti perkiraan.
𝘛𝘪𝘯𝘨!
[𝘉𝘪𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘶𝘭𝘢𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨, 𝘈𝘺𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱 𝘬𝘢𝘶 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵𝘯𝘺𝘢,]
Pesan dari Kevin. Liana tersenyum, ia jadi merindukan Ayahnya. Dulu mereka sering menghabiskan waktu setiap malam di luar menikmati suasana yang sunyi dan cerah, di temani cemilan atau membakar jagung dan ubi. Sekarang mereka sudah tidak lagi, kadang sibuk pekerjaan, sibuk tugas dan ... situasi yang berbeda.
Liana selalu menginginkan momen itu setiap hari, eh tidak lebih tepatnya setiap malam tanpa mengenal batas waktu bersama sang Ayah.
Setelah membalas pesan Ayahnya, Liana masuk lagi ke dalam karena angin malam memang dingin apalagi dia hanya menggunakan pakaian pendek.
"Kau habis dari mana?" tanya Lucas begitu Liana menutup pintu.
"Dari luar, ada apa?"
"Tidak, aku tanya karena melihat mu dari luar,"
"Itu tahu, kenapa tanya?"
Lucas terdiam sejenak lalu terkekeh, "Kau ini, kemari. Ada yang perlu kita bicarakan," Lucas menarik tangan Liana.
"Bicara soal apa?"
"Ikut saja," senyum Lucas.
Liana hanya nurut membiarkan Lucas membawanya ke tempat yang dituju. Setelah menaiki lift, keduanya masuk ke dalam ruangan lantai 2 dan di sana sudah ada yang lain tengah duduk di sofa.
Lucas menggiring Liana untuk duduk sampingnya dan di samping Liana juga ada Revan.
"Oke, untuk besok serahkan saja semuanya pada David dan Ravin. Toh, mereka sudah kelar tugas mereka," Elvano.
"Jangan lupa, semua markas harus di jaga ketat jangan sampai kecolongan seperti kemarin!" Arion.
"Suruh saja Yohan, dia sudah menemui Johnny 'kan?"
"Ya,"
"Andalkan Yohan saja, daripada dia hanya jadi asisten pribadi di Mansion lebih baik tugaskan saja dia di sana!"
"Atur semuanya!"
"Oke!"
"Nah, sekarang kita bahas tentang rencana besok!" Felix semangat.
Ntahlah Liana berpikir untuk apa Lucas membawanya, ini 'kan sudah berada di luar pembahasan Liana. Ia tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, jika ini rencana mereka untuk musuh kenapa harus bawa-bawa dirinya? Apa mereka tahu kalau kehidupan sebelumnya ia pernah diculik oleh musuh mereka? Ah mana mungkin, yang tahu ini hanya Liana saja bahkan sang Ayah saja tidak tahu kalau dirinya pernah meninggal.
"Karena di Mansion selalu jenuh, bagaimana kalau holiday?" Felix.
Mereka langsung menoleh ke arah Liana seperti meminta pendapat, Liana sedikit terkejut kenapa mereka malah menatapnya?
"A–apa?"
"Bagaimana menurutmu?"
"Menurut apa?"
"Holiday, sayang ku~"
"Kita?"
"Ya iyalah. Itung-itung kita cuci mata," senyum Felix.
"Cukup dengan air dingin sudah segar menurut ku," Liana.
Felix mendatarkan tatapan, "Ey baby, ayolah. Aku tidak sedang bercanda, lagian kau juga harus butuh refreshing setelah pusing dengan tugas kuliah mu,"
"Ini sudah biasa,"
"Liana ...."
"Kenapa harus butuh pendapatnya? Membuang waktu saja, putuskan saja besok langsung terbang ke tempat yang diinginkan!" Arion tidak ambil pusing.
"Huh, baiklah! Aku tidak tahu tempat yang bagus untuk liburan,"
"Tempat yang pernah kita kunjungi dulu saat bersama Johnny?" saran Carlos.
"Mikir sedikit kau ini! Liana ikut, kau ingin liburan kali ini melakukan adrenalin?!" celutuk Felix.
"Oh iya," gumam Carlos.
"Bukannya liburan penghilang stress malah tambah stress," kekehan Lucas.
"Jangan tanya dia!" Arion.
Saat Felix ingin bertanya pada Liana, Arion langsung memotongnya. Karena ia tahu jawaban Liana, daripada muter-muter lebih baik jangan pernah bertanya sekalipun soal pendapat.
Liana memajukan bib1rnya sedikit, kenapa Arion terus menyalahkannya? Lagian jika ditanya tetap saja ia tidak tahu, sebenarnya lebih baik tidak usah bertanya padanya. Hanya saja ini membuat ku kesal. Pikir Liana.
𝘊𝘶𝘱.
Lucas mengecvp bib1r Liana membuat gadis itu terkejut dan menutup bib1rnya.
"Lain kali kalau mau cemberut jangan di perlihatkan, jadi kena santapan 'kan?" senyum jahil Lucas.
"Apaan sih?!" Liana mendorong bahu Lucas yang tertawa.
"Ah, aku tahu tempat yang bagus," Edgar.
Mereka menatap Edgar, pria itu malah tersenyum.
-
-
-
Keesokkan harinya, Liana dan yang lain benar akan holiday hari ini. Tempat sudah ditentukan jadi mereka tinggal mempersiapkan saja untuk keberangkatan. Mereka pergi dengan helikopter yang mereka miliki, sebelumnya Liana kira mereka akan naik pesawat negara.
Liana mengagumi pemandangan yang indah dari atas, laut yang biru, daratan yang hijau serta padat akan bangunan. Liana mengambil gambar menggunakan ponselnya, sungguh sayang sekali ia lewatkan.
Liana tersenyum melihat hasil jepretannya, kemudian ia melirik Arion yang duduk menyilangkan kedua tangannya sambil memakai kacamata hitam, kemeja hitam dengan kancing baju terbuka dan rambut yang tidak tertata rapih membuat pesona Arion yang sangat tampan dan pria arogan.
𝘊𝘬𝘳𝘦𝘬!
Arion melirik setelah mendengar suara jepretan kamera, Liana tersenyum lebar pada Arion karena ia mengambil fotonya tanpa diketahui Arion.
"Kau mengambil gambar ku tanpa izin!"
"Memangnya kenapa?"
"Katakan jika kau ingin foto ku,"
"Percaya diri sekali, aku juga mengambil gambar pemandangan yang di sebelah mu sana,"
"Mana lihat!"
"Tidak!"
"Lihat!"
"Tidak! Kau ingin menghapusnya 'kan?"
"Jadi benar kau mengambil gambar ku?"
"Tidak juga,"
"Lihat,"
"Tidak mau," Liana menyembunyikan ponselnya dan sedikit bergeser.
Arion menghela nafas, kemudian ia menarik pinggang Liana sampai Liana bergeser mepet dengannya. Liana terkejut, sekarang mereka duduk tanpa celah sedikitpun.
Arion mengambil ponsel Liana dan melihat benar saja, gadis ini mengambil fotonya. Tapi hasilnya tidak mengecewakan, apalagi posisi gambar itu menyamping terlihat hidung mancung Arion dan bulu mata yang panjang serta rahang tegasnya begitu terlihat jelas. Yang jelas, tampan.
Liana mengalihkan pandangan malu, seharusnya ia mematikan suara kameranya.
Arion meluruskan tangannya ke atas sambil memegang ponsel Liana.
"Lihat kemari,"
Liana menggelengkan kepalanya, pasti akan ditatap dingin.
Arion menolehkan wajah Liana dengan memegang rahang Liana.
𝘊𝘬𝘳𝘦𝘬!
Liana belum siap berpose sudah di tekan tombol kameranya.
"Loh, aku belum siap!" kesal Liana.
Arion melihat hasilnya, terlihat wajah Liana yang polos dengan mata bulat di tambah tangan Arion memegang pipi Liana. Arion terkekeh kemudian ia kirimkan hasil foto pada ponselnya.
"Mana lihat!"
Tetapi Arion tidak langsung memberikannya karena ia sedang mengirimkan foto pada nomornya.
Liana merebut ponselnya, "Tuh 'kan, wajah ku kek orang linglung!" kesal Liana.
Arion terkekeh, "Tidak juga, aku lebih suka wajah mu yang di foto. Terlihat lebih lucu dan polos,"
Liana melirik kesal.
"Hey, kalian asik sendiri foto berdua!" kesal Edgar yang berada kursi depan.
"Kita gak di ajak?" Kenzo menyahut, ia lah yang mengendalikan helikopter.
"Nanti kita foto bersama kalau sudah sampai," Liana.
"Maunya berdua!" kompak Edgar dan Kenzo.
Liana melirik Arion yang menatapnya sambil tersenyum tipis, memang yah tubvh mereka aja yang kekar tapi sikapnya seperti anak kecil.
•••
TBC.