Hagia terkejut bukan main karena dirinya tiba-tiba dilamar oleh seorang pria yang jauh lebih muda dari usianya. Sebagai seorang janda beranak satu yang baru di ceraikan oleh suaminya, Hagia tidak menyangka jika tetangganya sendiri, Biru, akan datang padanya dengan proposal pernikahan.
"Jika kamu menolakku hanya karena usiaku lebih muda darimu, aku tidak akan mundur." ucap Biru yakin. "Aku datang kesini karena aku ingin memperistri kamu, dan aku sadar dengan perbedaan usia kita." sambungnya.
Hagia menatap Biru dengan lembut, mencoba mempertimbangkan keputusan yang akan diambilnya. "Biru, pernikahan itu bukan tentang kamu dan aku." kata Hagia. "Tapi tentang keluarga juga, apa kamu yakin jika orang tuamu setuju jika kamu menikahi ku?" ucap Hagia lembut.
Di usianya yang sudah matang, seharusnya Hagia sudah hidup tenang menjadi seorang istri dan ibu. Namun statusnya sebagai seorang janda, membuatnya dihadapkan oleh lamaran pria muda yang dulu sering di asuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Diantara banyaknya kebahagiaan dan kehangatan keluarga yang Hagia rasakan, hatinya masih was-was, bertanya-tanya di part manakah Allah akan mengujinya. Apa yang tidak ia dapatkan dalam pernikahan pertamanya, kini ia dapatkan di pernikahan kedua.
Suami yang baik, pengertian, mencintai, menjaga, dan selalu memastikan dirinya baik-baik saja. Jika dulu Hagia menjadi menantu kesayangan Bu Fatma, kini ia menjadi menantu kesayangan Abi Ismail dan Umi Salma, bonus adik ipar yang sangat pengertian seperti Bilal.
Bisa dikatakan, jika kehidupan pernikahan kedua Hagia hampir sempurna. Namun, ia sangat menyadari jika tidak ada kehidupan yang lurus dan mulus. Entah ujian apa yang Allah siapkan untuknya, kenapa seolah Allah memberikan kebahagiaan yang berlimpah, tanpa ada tanda-tanda cobaan itu datang.
Dalam setiap sujud nya, Hagia selalu meminta agar Allah menguatkan hatinya, meluaskan rasa sabar, untuk menghadapi segala cobaan yang telah dipersiapkan. Ia sadar jika dirinya hanya seorang hamba, yang hidupnya pasti akan selalu di uji.
Biru keluar dari dalam mobil dan berlari kecil membuka pintu mobil sebelahnya, dengan hati-hati ia menuntun Hagia keluar dari mobil.
"Pelan-pelan sayang." katanya mengingatkan, padahal tangan kanan Hagia sudah ia genggam dengan erat.
"Terimakasih," ucap Hagia tersenyum manis, meskipun sudah berulang kali Hagia ingatkan, jika dirinya hanya hamil, bukan orang yang sakit parah. Tapi, Biru tetaplah Biru dengan segala protokol yang tidak bisa di tawar.
Setelah mengetahui Hagia hamil empat bulan yang lalu, pria 27 tahun itu semakin protective pada istrinya. Semua yang berhubungan dengan Hagia harus melaluinya, termasuk makanan dan minuman yang dikonsumsi sang istri.
"Bundaaaa." seru Hasya tersenyum lebar melihat kedatangan ibunya.
Hagia membalas senyum putrinya dan melambaikan tangan kirinya. "Hai sayang, bunda."
Biru juga tersenyum pada Hasya. "Bentar ya sayang, bunda biar duduk dulu." katanya lembut, lalu ia mendudukkan Hagia di sofa yang ada di ruang tamu.
Umi Salma berjalan dari arah dapur, membawa beberapa buah potong dalam piring. "Ehhh, kalian sudah datang?" ia duduk di samping Hagia, sedangkan Hasya duduk disamping lainnya. Membuat Biru sedikit cemberut melihat istrinya di kuasai oleh ibu dan putrinya.
"Gimana kata dokter? Bayinya sehat kan?" tanya Salma, tangannya mengusap perut bulat Hagia yang tertutup gamis warna hijau muda.
Hagia tersenyum dan ikut mengusap perutnya. "Alhamdulillah sehat, Umi." jawabnya.
Hasya juga tidak mau kalah, ia mengusap dan mencium perut bundanya. "Dedeknya kapan keluar, bunda? Hasya mau main boneka sama dedek." pertanyaan polos itu membuat Umi Salma dan Hagia tertawa pelan.
Namun belum sempat Hagia menjawab, Biru lebih dulu berkata, "Hasya kan bisa main sama Abi, dedeknya masih kecil, belum bisa main boneka." katanya, waktu bermainnya dengan Hasya memang sangat berkurang. Sebab, bocah kecil itu selalu ikut kemanapun Umi Salma dan Abi Ismail pergi.
"No, no, no, Abi. Hasya mau main boneka sama dedek," tolaknya. "Bunda, nanti dedek nya lambutnya pajang kayak rambut Hasya, ya." ia berharap jika calon adiknya adalah perempuan.
Biru, Hagia, dan Umi Salma tertawa mendengar kata-kata Hasya. Kepolosan nya selalu membuat suasana rumah menjadi ramai, Hasya juga termasuk anak yang penurut, itu sebabnya Umi Salma suka membawanya pergi bersama.
"Isya Allah ya, sayang. Semoga Allah memberikan Hasya adik yang sholeh dan sholehah." kata Hagia sambil memeluk Hasya. Umi Salma dan Biru mengaminkan kata-kata Hagia.
.....
Meskipun kehidupan rumah tangga Biru lancar tanpa ada masalah yang berarti, bukan berarti Hilya sudah melepaskan ego dan obsesi nya. Tidak, meskipun selama ini ia diam dan terlihat tenang, namun jauh dalam lubuk hatinya selalu memanggil nama sang suami.
Hanya saja, kini Hilya sudah bisa mengendalikan diri, ia menjalani hari-hari nya seperti biasanya. Mengajar, kajian, dan menjadi Ning kebanggaan keluarganya.
"Umi masak banyak banget, mau ada tamu ya?" tebaknya, melihat Umi Maryam sibuk di dapur bersama beberapa santriwati dan pekerja rumahnya.
"Iya, Abah bilang bakal ada tamu spesial yang akan datang." sahut Umi Maryam sambil mengelap keringat di dahinya nya.
Hilya manggut-manggut paham, sudah biasa jika Abah Yai Khalid kedatangan tamu. Mungkin guru-guru besar dari beberapa universitas, atau sesama Kyai dari beberapa kota.
"Apa yang bisa Hilya bantu?" tanyanya menawarkan diri.
Umi Maryam menoleh kearah putrinya, "Kamu gak ada kelas lagi?" tanyanya memastikan, Hilya tersenyum dan menggeleng sebagai jawaban. "Ya sudah, kamu bantu mbak Farida, dia lagi goreng ayam." titahnya, Hilya langsung menuju tempat kakak iparnya.
"Butuh bantuan, bumil?" tanyanya riang.
Ustazah Farida tersenyum melihat kedatangan adik ipar nya. Istri dari Gus Hanan itu memegang pinggangnya yang terasa sedikit pegal.
"Kebetulan banget, udah pegel ini, pinggangnya." katanya menyerahkan serok dan sutil pada Hilya.
Hilya menerima dua alat dapur itu dengan senyum hambar. "Sepertinya calon bibi yang baik dan cantik ini datang tepat waktu." sindirnya pada sang kakak ipar.
Ustazah Farida tersenyum lebar. "Bibi Hilya yang terbaik." katanya menirukan suara anak kecil, membuat Hilya tertawa.
Setelah membantu Umi Maryam menyiapkan banyak makanan, Hilya pergi ke kamarnya. Ia memang tidak pernah ikut menyambut tamu-tamu Abah Yai Khalid, namun sepertinya kali ini berbeda. Abah Yai Khalid malah mengharuskan Hilya ikut menyambut kedatangan tamunya.
Dengan berat hati Hilya menuruti perintah Abah nya, kini gadis itu sudah rapih dengan gamis berwarna coklat, senada dengan hijab nya.
"Siapa sih Mi, tamunya. Kayaknya Abah bahagia banget." bisik Hilya melihat kearah mobil yang baru saja berhenti di halaman rumah nya.
"Umi juga gak tahu." jawab Umi Maryam pelan.
Terlihat Abah Yai Khalid menyambut tamunya dengan tangan terbuka, seorang pria yang seumuran dengan Abah Yai Khalid, bersama seorang wanita, dan juga pria yang lebih muda, Hilya yakin jika mereka adalah istri dan anaknya.
Abah Yai Khalid sangat ramah dan mempersilahkan tamunya untuk masuk, mereka langsung menuju meja makan untuk menikmati makan siang bersama.
Setelah selesai makan siang bersama, Abah Yai Khalid mulai mengenalkan tamunya pada istri dan anak-anaknya. Beliau adalah seorang penceramah juga, dari kota sebelah. Namanya, Kyai Hasan Al Ishaaq, istrinya Umi Siti Latifah, dan putranya Rayhan Al Ishaaq.
Dari nada bicara Abah Yai Khalid, Hilya bisa mengerti jika ia akan di jodohkan dengan putra Kyai Hasan, yaitu rehan. Dengan cepat ia mencari alasan untuk pergi dari ruangan itu.
"Abah, maaf menyela." katanya pelan, membuat Abah Yai Khalid yang sedang berbincang dengan Kyai Hasan berhenti.
"Hari ini Hilya kurang enak badan, apa boleh Hilya istirahat?" tanyanya dengan tatapan memohon.
Abah Yai Khalid mengerutkan keningnya. "Ning, kita masih ada tamu." katanya pelan sambil tersenyum.
Kyai Hasan langsung menyela. "Kalau Ning sedang tidak enak badan, istirahat saja. Lagi pula kita sudah bertemu." katanya tersenyum penuh makna. "Bukan begitu, Reyhan?" tanyanya pada sang putra, membuat pria itu sedikit salah tingkah.
"I-iya, Bi." jawabnya gugup, namun Kyai malah tertawa puas.
Abah Yai Khalid akhirnya mengijinkan Hilya untuk kembali ke kamarnya, membahas tentang perjodohan Hilya dan Rayhan, membuat Umi Maryam dan Gus Hanan yang mendengarnya ketar-ketir. Sebab Abah Yai Khalid belum tahu jika putri bungsunya sudah berstatus menjadi istri orang, walaupun hanya istri rahasia.
*
*
*
*
*
TBC