Bram, playboy kelas kakap dari Bekasi, hidupnya hanya tentang pesta dan menaklukkan wanita. Sampai suatu malam, mimpi aneh mengubah segalanya. Ia terbangun dalam tubuh seorang wanita! Sialnya, ia harus belajar semua hal tentang menjadi wanita, sambil mencari cara untuk kembali ke wujud semula. Kekacauan, kebingungan, dan pelajaran berharga menanti Bram dalam petualangan paling gilanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaenal 1992, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Jahat Clara dan Siska Berujung Bumerang
Malam itu, Sinta (Bram) dan Maya begadang menyusun strategi. Pengalaman Sinta sebagai mantan playboy ternyata berguna banget buat membaca pikiran Clara dan Siska.
"Mereka pasti bakal nyerang gue lewat pekerjaan," kata Sinta (Bram) sambil mengetuk-ngetuk dagunya. "Clara bakal berusaha bikin gue keliatan buruk di depan Rian."
Maya mengangguk setuju. "Bener juga. Mereka bakal sabotase kerjaan lo. Mungkin ngasih lo tugas yang susah atau nyembunyiin dokumen penting."
Sinta (Bram) tersenyum sinis. "Oke, kita mainkan permainan mereka. Gue bakal bikin mereka gigit jari."
Keesokan harinya, Clara dan Siska mulai menjalankan rencana mereka. Siska yang punya akses ke sistem perusahaan, mulai mengubah beberapa data penting yang berkaitan dengan proyek yang sedang dikerjakan Sinta. Tujuannya jelas, membuat Sinta terlihat tidak kompeten di depan Rian.
"Gimana, Sis? Lancar?" tanya Clara dengan nada penuh harap.
Siska menyeringai. "Tenang aja. Sebentar lagi, si anak baru itu bakal kena masalah besar. Rian pasti kecewa berat sama dia."
Sementara itu, Sinta (Bram) merasa ada yang aneh dengan pekerjaannya. Data yang kemarin sudah ia susun rapi, tiba-tiba berubah dan berantakan. Ia mencoba memperbaikinya, tapi selalu ada saja halangan.
"Sial! Kenapa jadi begini?" gerutunya sambil memijat pelipisnya.
Di saat yang sama, Rian datang menghampirinya. "Sinta, bisa bicara sebentar?"
Jantung Sinta (Bram) berdegup kencang. Ia tahu, ini saat yang genting.
"Ada apa, Pak?" tanyanya berusaha tenang.
Rian menunjukkan beberapa data yang bermasalah. "Saya lihat ada beberapa kesalahan di laporan kamu. Bisa kamu jelaskan?"
Sinta (Bram) menjelaskan dengan detail apa yang terjadi, bahwa ada perubahan data yang tidak ia lakukan. Namun, Clara dan Siska sudah menyiapkan skenario. Mereka menyebarkan desas-desus bahwa Sinta tidak becus bekerja dan hanya memanfaatkan kedekatannya dengan Rian untuk mendapatkan posisi.
Rian tampak kecewa, tapi ia berusaha menahan diri. "Saya harap kamu bisa lebih hati-hati lain kali. Jangan sampai kesalahan ini terulang lagi."
Setelah Rian pergi, Sinta (Bram) merasa sangat terpukul. Ia tahu, ini semua ulah Clara dan Siska. Tapi, ia tidak mau menyerah begitu saja. Pengalamannya sebagai Bram di masa lalu, membuatnya tahu betul bagaimana cara menghadapi wanita yang bermain kotor seperti ini.
"Oke, ini saatnya bermain," gumamnya dengan senyum sinis.
Sinta (Bram) mulai menyusun strategi. Ia mendekati beberapa karyawan yang ia percaya dan meminta bantuan mereka untuk mencari tahu siapa dalang di balik sabotase ini. Ia juga mulai mengumpulkan bukti-bukti yang bisa membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
Di sisi lain, Rian sebenarnya tidak sepenuhnya percaya dengan desas-desus yang beredar. Ia melihat ada sesuatu yang aneh dengan situasi ini. Ia ingat betul bagaimana Sinta menyelamatkan Fahri, keponakannya. Sejak saat itu, ia diam-diam mengagumi Sinta. Ia tahu, Sinta adalah orang yang cerdas dan pekerja keras.
"Aku harus mencari tahu kebenaran," batin Rian.
Rian mulai melakukan penyelidikan sendiri. Ia memeriksa rekaman CCTV dan bertanya pada beberapa karyawan. Akhirnya, ia menemukan petunjuk yang mengarah pada Clara dan Siska.
Suatu malam, Sinta (Bram) tidak sengaja bertemu dengan Rian di parkiran kantor. Rian menghampirinya dengan wajah serius.
"Sinta, ada yang ingin saya bicarakan," kata Rian.
Sinta (Bram) menatap Rian dengan tatapan penuh tanya.
"Saya tahu apa yang sebenarnya terjadi," lanjut Rian. "Saya tahu Clara dan Siska yang melakukan ini padamu."
Sinta (Bram) terkejut, tapi juga lega. Akhirnya, ada yang mempercayainya.
"Saya punya bukti-buktinya," kata Rian lagi. "Besok pagi, saya akan mengumpulkan semua karyawan dan mengungkap kebenaran."
Sinta (Bram) tersenyum. "Terima kasih, Pak Rian. Saya tahu, Bapak adalah orang yang adil."
Rian tersenyum balik. "Saya hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Kamu adalah karyawan yang berharga bagi perusahaan ini."
"gue jadi penasaran, kira-kira apa yang akan terjadi besok ya? Clara dan Siska pasti panik berat!" kata Sinta (Bram) dalam hati.