 
                            Clara Moestopo menikah dengan cinta pertamanya semasa SMA, Arman Ferdinand, dengan keyakinan bahwa kisah mereka akan berakhir bahagia. Namun, pernikahan itu justru dipenuhi duri mama mertua yang selalu merendahkannya, adik ipar yang licik, dan perselingkuhan Arman dengan teman SMA mereka dulu. Hingga suatu malam, pertengkaran hebat di dalam mobil berakhir tragis dalam kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya. Tapi takdir berkata lain.Clara dan Arman terbangun kembali di masa SMA mereka, diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya… atau mengulang kesalahan yang sama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 17.Kebenaran.
Mall sore itu ramai oleh pengunjung. Lampu-lampu gantung berkilau, musik lembut mengalun dari speaker, dan aroma kopi bercampur wangi roti panggang memenuhi udara.
Clara dan Ria baru saja keluar dari toko aksesoris, tangan mereka penuh kantong belanja kecil. Ria sibuk mencoba gelang barunya, sementara Clara hanya berjalan di sampingnya, menikmati suasana.
“Clar, aku bilang juga apa, belanja itu terapi terbaik buat cewek yang lagi banyak pikiran,” kata Ria dengan nada riang.
“Kamu sih yang banyak pikiran, bukan aku,” jawab Clara sambil terkekeh kecil.
Ria pura-pura mendelik. “Iya, iya. Tapi lihat deh, kamu kelihatan lebih ceria sekarang.”
Clara tersenyum pelan, “Berkat mu!,tapi kamu juga senang bukan?.”
“Tentu saja, sudah lama kita tidak shopping bersama seperti ini”
Saat mereka berdua berjalan menuju food court di lantai atas. Clara hendak mengeluarkan ponsel dari tas ketika langkahnya tiba-tiba berhenti. Senyumnya memudar.
Beberapa meter di depan sana, di salah satu meja dekat jendela kaca besar, duduk Lukman ayah Clara.
Ia tertawa kecil, wajahnya tampak hangat, bahagia... di hadapannya ada Rosi dan Desi.
Rosi terlihat lembut mengenakan dress biru muda, menatap Lukman dengan tatapan penuh kasih. Di sampingnya, Desi putri Rosi,yang dikehidupan sebelumnya mereka berdua merampas kebahagian miliknya.ketika Clara melihat sendiri bagaimana Desi memegangi tangan Lukman bertingkah manis seperti gambaran kehidupan yang akan terjadi dimasa depan. Dimana mereka bertiga tampak seperti keluarga kecil yang utuh dan bahagia.
Clara terpaku di tempat. Dunia di sekelilingnya seakan melambat.ia tidak percaya dengan yang baru dirinya lihat, kenyataan itu serasa menyakitkan.
“Tidak mungkin? bagaimana bisa?, ”pertanyaan yang tidak terdengar jelas. “Ria, shopping kita akhiri sampai disini. aku ada perlu sebentar!. ”dimana pandangan Clara terus tertuju pada tempat itu.
Suara Ria menghilang, lampu-lampu terasa terlalu terang, dan napasnya mendadak berat.
“Clar? Ada apa?” tanya Ria pelan, mengikuti arah pandangan sahabatnya.
“Itu...” suara Clara bergetar nyaris tak terdengar, “Ayahku.”
“Iya, itu paman. tapi sedang apa dia disini dengan dua wanita itu? ”
“Aku tidak tahu, dan sekarang aku harus mencari tahu sendiri. sebaiknya kamu pulang saja!. ”
Clara langsung pergi kearah tempat ayahnya dengan Rosi dan Desi.
Ria langsung terdiam. Ia menatap sosok yang dimaksud Clara, lalu kembali menatap sahabatnya pergi. “Sebaiknya aku ikuti saja Clara,aku tidak mau terjadi hal yang tidak diinginkan pada Clara.”
Ria lalu menyusul Clara yang sudah berjalan duluan,Clara lalu duduk di kursi yang ada dibelakang mereka, dengan tempat duduk Clara membelakangi posisi mereka bertiga dan Ria sebagai mata Clara untuk mengawasi gerakan mereka bertiga.
Ria yang menutupi setengah wajahnya dengan buku menu di meja foodcourt, Ria yang penasaran dengan hubungan ayah Clara dengan kedua wanita itu.
“Memangnya siapa mereka Clar? terlihat begitu akrab dengan paman. ”
“Dia itu teman mamaku dan anaknya, aku juga belum jelas dengan hubungan mereka bertiga. ”
“Maksudmu tante Rosi dan Desi putrinya. Mereka… yang kamu bilang baik dan ramah itu.”
“Dulu awalnya aku pikir begitu, tapi kenyataannya mereka punya maksud lain untuk menghancurkan keluargaku. ”
Dalam keheningan panjang itu Ria seakan tidak percaya ayah Clara yang perhatian dengan mama dan Clara,ternyata pria pecundang.
Mereka berdua memperhatikan pembicaraan mereka, dan sikap mereka dari kejauhan.
Hanya suara sendok dan tawa anak-anak di sekitar yang terasa memecah udara.
Clara menunduk, jemarinya menggenggam erat gelas jus yang belum disentuh. Jantungnya berdetak cepat, dan udara di sekitar seakan menipis. Ia bisa mendengar suara tawa kecil ayahnya dari meja di depan sana,suara yang jarang ia tunjukkan pada dirinya malah begitu lepas saat bersama mereka berdua.
Ria yang duduk di depannya, mencoba bersikap tenang meski matanya terus mengintip dari sela buku menu.
“Clar... mereka kelihatan akrab banget. Lihat tuh, Rosi bahkan ngelap remah di baju paman,” bisiknya pelan.
Clara tidak menjawab. Pandangannya tajam, tapi suaranya nyaris tak terdengar. “Dengar baik-baik, Ria. Aku ingin tahu apa sebenarnya hubungan mereka.”
Beberapa menit berlalu dalam ketegangan. Ria mencoba menajamkan pendengarannya di tengah riuh food court yang mulai ramai. Percakapan mereka bertiga di meja seberang terdengar samar, tapi cukup jelas untuk membuat dada Clara semakin sesak.
“Desi makin mirip kamu waktu muda, Lukman,” ucap Rosi lembut sambil tersenyum.
Lukman tertawa kecil. “Kau selalu bilang begitu. Tapi memang... dia punya senyum yang sama seperti aku, ya?”
Desi yang duduk di sampingnya tersipu malu. “Ayah… nanti orang-orang dengar,” katanya manja.
Kata “Ayah” itu—
Clara sontak tertegun. Suara itu menggema di kepalanya seperti letupan keras yang memecah segala sesuatu yang masih tersisa dalam hatinya.
Sekarang Clara mengerti kenapa di kehidupan dulu, ayahnya terlalu sayang dengan Desi daripada dirinya anak kandungnya. ternyata ini adalah kebenarannya, Desi adalah putri kandung Lukman dan itu berarti mereka saudara tiri.
“Sekarang aku mengerti”suara lirih Clara.
Ria langsung menatap Clara dengan mata membesar, bibirnya tak sanggup berkata apa-apa.
“Clar”ucapnya lembut sambil memegangi tangan Clara untuk membuatnya tenang.
“Aku tidak apa-apa Ria”ucapan balasan agar Ria tidak khawatir tentang dirinya.
Rosi tersenyum hangat pada Desi dan Lukman. “Biarkan saja, sayang. Lagipula... sudah waktunya kita berhenti bersembunyi, kan, Lukman?”
Lukman menghela napas berat, lalu mengangguk pelan. “Iya, aku juga lelah terus berpura-pura. Aku akan segera bicara dengan Clara dan ibunya. Mereka berhak tahu semuanya.”
“Berhak tahu...?” gumam Clara pelan. Tubuhnya membeku, tangannya gemetar hebat.
Ria menelan ludah. Ia tahu sahabatnya sedang menahan sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar marah,ini luka yang dalam, yang lama disembunyikan tapi kini terkuak tanpa ampun.
Rosi melanjutkan dengan suara lembut tapi menusuk, “Desi juga butuh status resmi sebagai putrimu. Kau ayah kandungnya, Lukman. Dunia tidak akan berakhir hanya karena itu akhirnya terbuka.”
Clara menutup mulutnya dengan tangan. Air matanya mengalir begitu saja tanpa bisa ditahan.
Ria langsung memegang tangan Clara di bawah meja. “Clar, sabar dulu. Jangan... jangan bikin keributan di sini.”
Tapi suara Clara pecah dalam bisikan marah. “Aku tahu Ria, tapi mereka tega menipu mamaku seperti itu, aku kira Rosi janda genit tapi justru mereka berdua br$e#$$k”
Ria menatapnya dengan tatapan sedih. “Clara, tolong, tenang dulu.”
Clara akhirnya berusaha menenangkan hatinya, dia tahu jika membuat kegaduhan didepan umum bukan jalan yang terbaik.
Setelah mereka bertiga pergi meninggalkan foodcourt itu, Clara dan Ria hanya bisa duduk disana dengan perasaan yang campur aduk.
Kebenaran dari sikap Lukman saat menyayangi Desi lebih dari dirinya sekarang sudah terjawab di kehidupan kedua Clara, tidak ada air mata menetes hanya amarah karena penipuan yang dilakukan mereka bertiga pada Clara dan mamanya.
penasaran bangetttttttt🤭