NovelToon NovelToon
"Blade Of Ashenlight"

"Blade Of Ashenlight"

Status: sedang berlangsung
Genre:Dunia Lain
Popularitas:361
Nilai: 5
Nama Author: stells

Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan Di Balik Dinding

Malam di Kastil Harren sunyi, tapi keheningan itu bukan ketenangan melainkan ancaman.

Edrick berdiri di balkon kamarnya, memandang bulan pucat di langit utara. Angin membawa suara-suara samar: langkah kaki di lorong, bisikan yang segera hilang, gesekan logam pada batu.

Ia menaruh tangannya di gagang Ashenlight. Bilahnya bergetar pelan, seolah ikut mendengar.

Selene masuk, wajahnya muram. “Aku sudah meneliti anggur itu. Racun ada di dalamnya, racun yang lambat tapi mematikan. Kau masih hidup karena pedang itu melindungimu.”

Edrick menatapnya. “Jadi Harren memang mencobanya.”

Selene menggeleng. “Itu yang aneh. Racun itu bukan racun bangsawan. Ini buatan penyihir—jejak sihir gelap ada di dalamnya. Aku yakin… agen Malrik ada di kastil ini.”

Sir Alden masuk, wajahnya keras. “Aku baru saja menangkap seorang pelayan di lorong belakang. Ia membawa belati berlapis racun yang sama. Tapi sebelum aku bisa menginterogasinya, dia menggigit sesuatu di mulutnya mati seketika.”

Keheningan menegang.

“Bayangan Malrik sudah masuk jauh ke dalam dinding ini,” kata Edrick lirih. “Harren mengira dia mengendalikan panggung, tapi ternyata ia juga bidak.”

Malam itu, Edrick tidak tidur. Ia berjalan di koridor batu, mendengar bisikan gelap dari celah-celah, merasakan mata-mata yang tidak terlihat.

Di ruang bawah tanah, ia menemukan tanda sebuah lingkaran darah yang dilukis di lantai, dengan simbol bayangan bercakar.

Selene berjongkok, wajahnya tegang. “Ini bukan sekadar agen. Mereka sedang memanggil sesuatu. Kalau ritual ini selesai, Harren mungkin tidak akan sadar sampai seluruh kastil miliknya terbakar dari dalam.”

Sir Alden menghunus pedang. “Kalau begitu kita harus menghancurkannya sekarang.”

Edrick menggeleng. “Tidak. Kalau kita bertindak gegabah, Harren akan mengira kita menuduhnya. Dia akan mengusir kita sebelum kita bisa membuka matanya. Kita butuh bukti. Kita harus membuatnya melihat dengan matanya sendiri.”

Tiba-tiba, suara langkah kaki datang. Bayangan bergerak di ujung lorong.

Edrick memberi isyarat, mereka semua bersembunyi di balik tiang batu.

Seorang pria berjubah hitam berjalan membawa wadah perak. Ketika ia membuka tutupnya, asap hitam keluar, berputar di udara. Bayangan di dinding bergerak seolah hidup, membentuk mata yang mengawasi.

Selene menutup mulutnya, berbisik. “Itu mata Malrik… ia melihat dari kejauhan.”

Edrick mengepalkan tangan di gagang pedangnya. “Kalau begitu, biarlah dia juga melihatku.”

Ashenlight menyala tiba-tiba, membelah kegelapan lorong. Api biru memantul ke mata bayangan, membuat jubah hitam itu menoleh panik.

“Pangeran Hale…” desisnya, lalu ia berlari.

Alden mengejar, langkahnya menghantam batu. Selene menyiapkan mantra, tapi Edrick mengangkat tangan. “Jangan bunuh dia. Kita butuh dia hidup. Dia kunci agar Harren percaya bayangan sudah masuk ke rumahnya.”

Dan mereka bertiga berlari dalam kegelapan, mengejar bayangan yang mencoba melarikan diri ke dalam perut kastil.

Edrick berlari di depan, Ashenlight menyala biru, cahayanya mendorong bayangan menjauh. Selene dan Sir Alden menyusul, napas mereka terengah, langkah menghentak batu tua.

Dari jauh, terdengar lantunan. Suara rendah, bergema seperti datang dari sumur tanpa dasar.

“Umbra vocat… sanguinem… aperire portam…”

Selene terhenti, wajahnya pucat. “Itu mantra pemanggilan darah. Kalau selesai… sesuatu dari luar akan masuk.”

Edrick tidak melambat. “Kalau begitu kita hentikan sebelum pintu itu terbuka.”

Mereka sampai ke aula bawah tanah. Dinding batu berlumur lumut, udara lembab, tapi di tengahnya ada lingkaran besar dilukis dengan darah segar.

Enam pria berjubah hitam berdiri mengelilinginya, tangan terangkat, suara mereka bergema.

Di dalam lingkaran, asap hitam berputar, membentuk cakar raksasa yang perlahan keluar dari celah di udara.

Agen yang mereka kejar berdiri di depan lingkaran, mulutnya penuh senyum keji.

“Pangeran Hale… Malrik sudah tahu gerakanmu. Kau pikir kau bisa menyalakan api di utara? Kau hanya datang untuk menyalakan pintu bagi kami!”

Edrick menghunus pedang, api biru menyala terang. “Kalau begitu, pintumu akan tertutup dengan darahmu sendiri.”

Para jubah hitam menyerang. Senjata mereka aneh belati hitam yang berasap, bergerak lebih cepat daripada manusia biasa.

Alden menahan serangan pertama, pedangnya beradu dengan belati, percikan api beterbangan. “Mereka bukan manusia biasa!”

Selene melantunkan mantra, melemparkan kilat biru yang menghantam satu jubah hitam, tubuhnya terbakar sebelum sempat menjerit.

Edrick maju, Ashenlight beradu dengan dua musuh sekaligus. Api biru menelan belati mereka, seolah baja biasa tidak bisa menahan cahaya pedang itu.

Tapi lingkaran terus bergetar. Asap hitam semakin padat, cakar itu keluar lebih jauh.

Selene berteriak. “Kalau kita tidak menghancurkan lingkaran itu sekarang, makhluk itu akan bebas!”

Edrick menepis dua lawan, lalu berlari ke tengah. Agen utama menghadang, belatinya meneteskan darah hitam.

“Api biru melawan api gelap…” katanya, lalu menyerbu.

Benturan mereka mengguncang aula. Ashenlight beradu dengan belati kegelapan, cahaya dan bayangan meledak, membuat dinding retak.

Edrick menekan, matanya menyala. “Api biru bukan milik satu orang. Api ini milik mereka yang percaya pada terang!”

Ia menebas ke bawah, membelah belati gelap menjadi dua. Agen itu menjerit, terlempar ke dalam lingkaran darah.

Asap hitam segera melahap tubuhnya, jeritannya berubah jadi bisikan mengerikan sebelum lenyap.

Lingkaran itu goyah. Cakar raksasa berusaha keluar, tapi Edrick menancapkan Ashenlight ke pusat simbol.

Api biru meledak, menyebar ke seluruh lingkaran, membakar darah di lantai.

Teriakan bergema, bukan dari manusia, tapi dari sesuatu di balik pintu. Suara itu membuat telinga mereka berdarah.

Namun akhirnya, lingkaran itu runtuh. Asap hitam menghilang, dinding batu menjadi retak, tapi hening kembali.

Edrick terhuyung, tapi tetap berdiri. Ia mengangkat pedangnya, nyala biru bergetar namun tidak padam.

Sir Alden datang, memegangi bahunya. “Kau menutup pintu itu… tapi dunia ini semakin rapuh.”

Selene menatap lingkaran hangus di lantai. “Malrik tidak hanya mengirim tentara. Ia mengundang neraka ke Averland.”

Edrick mengepalkan tangan di gagang pedangnya. “Kalau begitu, kita harus jadi api yang membakar setiap pintu yang ingin ia buka.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!