Argani Sebasta Ganendra adalah pewaris muda dari keluarga yang berdiri di puncak kejayaan. Ayahnya seorang CEO tambang emas, ibunya desainer ternama dengan butik yang selalu menjadi pusat perhatian sosialita. Semua yang ia butuhkan selalu tersedia: mobil sport mewah, sekolah elit dengan fasilitas kelas dunia, dan hidup yang diselimuti gengsi serta hormat dari sekitarnya. Di sekolah, nama Argani bukan sekadar populer—ia adalah sosok yang disegani. Wajah tampan, karisma dingin, dan status pewaris membuatnya tampak sempurna. Namun, di balik citra itu, Argani menyimpan ruang kosong di hatinya. Sebuah perasaan yang ia arahkan pada seorang gadis—sederhana, berbeda, dan jauh dari dunia yang penuh kemewahan. Gadis itu tak pernah tahu kalau ia diperhatikan, dijaga dari kejauhan oleh pewaris yang hidupnya tampak sempurna. Kehidupan Argani semakin rumit ketika ia dipaksa mengikuti jejak keluarga: menjadi simbol keberhasilan, menghadiri pertemuan bisnis, bahkan menekan mimpi pribadinya. Di satu sisi, ia ingin bebas menjalani hidupnya sendiri; di sisi lain, ia terikat oleh garis keturunan dan kewajiban sebagai pewaris
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CantiknyaKamu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ASTORIA
Mercedes AMG G63 itu akhirnya berhenti perlahan di halaman rumah Ganendra yang luas. Sinar matahari siang menyorot lembut di antara pepohonan tinggi di sekitar halaman.
Argani turun lebih dulu, kemudian berbalik membuka pintu untuk Arsela. Cewek itu tersenyum manis, merapikan coat panjangnya, lalu menatap sekeliling.
“Hmm… masih sama seperti dulu. Enggak ada yang berubah dari rumah ini.” ucap Arsela sambil menghirup dalam-dalam aroma khas halaman rumah Ganendra.
“Ya, memang enggak perlu berubah.” jawab Argani singkat.
Pintu utama terbuka. Mama dan papa Argani sudah menunggu, berdiri berdampingan dengan wajah hangat.
“Arsela sayang… akhirnya kamu pulang juga.” seru mama Argani dengan senyum lebar, segera meraih gadis itu dalam pelukan erat.
“Om, Tante…” Arsela membungkuk sopan setelah melepaskan pelukan. “Rasanya nyaman sekali bisa pulang ke sini lagi.”
Papa Argani hanya mengangguk dengan senyum tipis, lalu menepuk bahu Arsela pelan. “Kamu makin mirip mamamu. Semakin dewasa.”
Arsela tersipu, lalu melirik sekilas ke arah Argani yang berdiri agak di belakang, seperti biasa menjaga jarak. Ia menarik napas, lalu bicara, “Terima kasih sudah izinkan aku tinggal beberapa waktu di sini, Om, Tante.”
“Tentu saja. Rumah ini sudah seperti rumahmu sendiri, Arsela.” sahut mama Argani lembut.
Pelayan datang membawa koper-koper Arsela, sementara mama langsung merangkulnya lagi. “Ayo masuk, Sel. Tante sudah minta siang ini disiapkan makan bersama. Kamu pasti lapar setelah perjalanan jauh.”
Arsela menoleh sekilas ke Argani, seolah ingin memastikan sesuatu. Argani hanya mengangkat alis tipis lalu berjalan lebih dulu ke dalam rumah.
“Masih dingin seperti dulu…” batin Arsela sambil tersenyum tipis, lalu mengikuti mama masuk ke ruang makan.
Meja makan siang keluarga tampak hangat. Sup ayam, tumis sayur, dan ayam panggang madu tersaji dengan aroma menggoda. Mama duduk di samping papa, sementara Argani duduk di sebelah Arsela—posisi yang sudah otomatis diberikan karena mereka semua tahu hubungan keduanya.
“Sel, makan yang banyak ya. Tante masakin menu kesukaan kamu,” ujar mama sambil menambahkan lauk ke piring Arsela.
Arsela tersenyum lebar, matanya berbinar. “Tante masih inget aja… makasih ya. Aku kangen banget masakan rumah.”
Papa menatap mereka sambil melipat majalahnya. “Kalian udah tiga tahun pacaran, tapi aku baru sadar… kalian berdua hampir enggak pernah makan bareng di meja ini. Sibuk terus.”
Argani hanya menunduk, menyendok nasi dengan ekspresi datar, tapi tangannya sempat menyinggung piring Arsela, lalu otomatis menambahkan sayur ke piringnya. “Makan yang bener, jangan cuma ayam aja,” katanya pelan.
Arsela meliriknya sekilas lalu tersenyum kecil, merasa diperhatikan meski gaya cowok itu dingin. “Hehe, iya. Kamu juga jangan kebanyakan minum air putih doang.” balasnya sambil menaruh potongan ayam ke piring Argani.
Mama dan papa saling pandang, senyum tipis terlukis di wajah mereka.
“Gan, jangan terlalu dingin sama pacarmu sendiri. Untung Arsela sabar,” celetuk mama.
Arsela cepat menimpali, “Enggak kok, Tante. Justru aku suka karena dia perhatian dengan caranya sendiri.” ucapnya lembut, menoleh ke Argani dengan senyum yang tulus.
Argani meneguk air putihnya, lalu menatap Arsela sekilas. “Habis ini mau aku antar jalan-jalan?” tanyanya singkat.
Arsela terkekeh kecil. “Tuh kan, enggak dingin-dingin amat kok kalau lagi berdua.”
Papa tertawa kecil, mengangguk puas. “Bagus. Nikmati masa muda kalian. Yang penting saling jaga.”
Suasana pun jadi lebih cair, obrolan ringan mengalir, sementara Arsela merasa sedikit lega karena bisa duduk kembali di meja keluarga Argani setelah lama di London.
Usai makan siang, Argani dan Arsela pamit pada orang tua. Mobil Mercedes hitam milik Argani melaju mulus ke arah basecamp,sebuah tempat nongkrong semi-rumahan yang jadi titik kumpul geng mereka.
Arsela duduk di samping, menatap ke luar jendela sambil tersenyum tipis. “Gan, udah lama banget aku enggak ketemu yang lain. Pasti mereka udah banyak cerita, kan?”
Argani hanya menoleh sebentar, satu tangan di setir, wajah tetap tenang. “Iya. Mereka kangen juga. Makanya aku ajak kamu ke sana.”
Setibanya di basecamp, suara musik akustik ringan terdengar dari dalam. Zayn sudah duduk di sofa dengan gitar, Kavi sibuk dengan laptopnya, sementara Amora dan Zamora mengobrol sambil ngemil. Albiru datang belakangan dengan baju santai.
Begitu pintu terbuka, semua mata langsung tertuju pada sosok perempuan yang berdiri di samping Argani.
“WOI! Arsela balik Indo juga!” seru Zayn bangkit duluan, senyum lebarnya khas.
Arsela tertawa, melepas rindu dengan pelukan singkat pada Amora dan Zamora. “Ya ampun, kalian makin cantik aja.”
“Dan kamu masih sama aja, cantik plus cerewet,” celetuk Kavi tanpa mengalihkan pandangan dari laptop, bikin semua tertawa.
Argani duduk santai di kursi, sementara Arsela dengan cepat larut dalam suasana. Amora menggoda, “Sumpah ya, Sel… cowokmu ini masih dingin kaya freezer. Kamu masih tahan aja?”
Arsela menoleh ke Argani, tersenyum nakal. “Tahan dong. Aku kan udah terbiasa.”
Zamora terkikik, “Kalian couple goals sih. Tiga tahun, tetep awet.”
Albiru mengangkat gelas minumnya. “Cheers buat kembalinya Arsela ke markas!”
“Cheers!” sahut yang lain kompak.
Argani hanya mengangkat alis tipis, tapi matanya sempat melirik Arsela,seakan puas karena pacarnya kembali di tengah lingkaran mereka.