NovelToon NovelToon
Wanita Istimewa

Wanita Istimewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Mafia / Single Mom / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Berkisah mengenai Misha seorang istri yang baru saja melahirkan anaknya namun sayangnya anak yang baru lahir secara prematur itu tak selamat. Radit, suami Misha terlibat dalam lingkaran peredaran obat terlarang dan diburu oleh polisi. Demi pengorbanan atas nama seorang istri ia rela dipenjara menggantikan Radit. 7 tahun berlalu dan Misha bebas setelah mendapat remisi ia mencari Radit namun rupanya Radit sudah pindah ke Jakarta. Misha menyusul namun di sana ia malah menemukan sesuatu yang menyakitkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Saya Tak Bisa

Aksi Hana melabrak Misha di Warung Bahagia terekam jelas oleh kamera ponsel warga. Video itu, diunggah dengan judul provokatif, menyebar dengan cepat di media sosial. Kali ini, bukan Misha yang menjadi sasaran hujatan, melainkan Hana. Netizen, yang sudah tahu kebenaran di balik kasus Misha, berbalik menyerang Hana.

Komentar-komentar buruk membanjiri akun media sosial Hana. "Dasar perebut suami orang! Sekarang baru tahu rasanya karma!" "Sudah merebut, sekarang menyalahkan korban. Tidak tahu malu!" "Anak-anaknya pasti malu punya ibu seperti dia!"

Hana yang melihat semua komentar itu, merasa sangat frustrasi. Ia menggebrak meja, membanting ponselnya. Emosinya menjadi tidak stabil. Ia tidak bisa lagi mengendalikan dirinya. Ia merasa, seluruh dunia menentangnya. Ia merasa, ia tidak pantas hidup.

Di tengah kegelisahannya, Wina, putri kecilnya, datang. Ia membawa sebuah boneka beruang lusuh. "Mama, Papa mana? Wina kangen Papa," tanyanya, suaranya polos.

Mendengar pertanyaan Wina, Hana semakin emosi. Ia menatap Wina dengan tatapan penuh amarah. "Papa kamu pergi! Pergi! Gara-gara wanita sialan itu!" teriaknya.

Wina terkejut. Ia tidak mengerti mengapa mamanya marah. Ia hanya ingin tahu di mana papanya. Wina mulai menangis. "Wina mau Papa!"

Tangisan Wina membuat amarah Hana semakin menjadi-jadi. Ia merebut boneka beruang di tangan Wina, lalu melemparkannya ke tembok. "Jangan ganggu Mama! Pergi sana! Pergi!" bentaknya.

Wina ketakutan. Ia menangis histeris. Ia tidak menyangka mamanya akan semarah itu. Ia berlari ke kamarnya, lalu mengunci pintunya.

Hana terduduk di lantai, menangis. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan. Ia memukul, memarahi, dan membentak Wina, putrinya sendiri. Ia merasa sangat bersalah. Namun, amarah dan frustrasi yang ia rasakan terlalu besar.

Ia menatap boneka beruang yang tergeletak di lantai. Ia mengambilnya, lalu memeluknya. Air mata membasahi boneka itu. "Maafkan Mama, Nak," bisiknya, suaranya parau. "Mama tidak bermaksud begitu. Mama... Mama hanya lelah."

Hana menangis. Ia tahu, ia sudah berbuat salah. Ia sudah menyakiti Wina. Ia tahu, ia harus minta maaf pada Wina. Namun, ia tidak tahu bagaimana caranya. Ia merasa, ia tidak pantas menjadi seorang ibu.

Di dalam kamar, Wina meringkuk di pojokan. Ia memeluk lututnya, menangis. Ia tidak mengerti mengapa mamanya marah. Ia tidak mengerti mengapa papanya pergi. Ia merasa sangat sendirian.

****

Rona senja memudar, namun amarah di hati Bu RT belum juga meredup. Ia masih duduk di teras rumahnya, sesekali misuh-misuh, menatap tajam ke arah Warung Bahagia. Meskipun Bu Ratmi sudah ditahan dan Bu Endah serta Bu Nanik memilih diam, Bu RT tetap menyimpan dendam.

"Dasar Misha! Kenapa sih hidupnya nggak bisa hancur kayak Bu Ratmi!" gumam Bu RT, suaranya serak. Ia tidak peduli dengan orang-orang yang menatapnya. Ia hanya ingin Misha merasakan penderitaan yang sama.

Bu Endah dan Bu Nanik yang sedang lewat, memilih untuk tidak menghiraukan Bu RT. Mereka sudah kapok. Mereka tidak mau lagi terlibat dalam urusan Misha, yang hanya akan membawa masalah bagi mereka.

"Kamu mau ke mana, Bu Endah?" tanya Bu RT, suaranya dipenuhi nada mencemooh.

"Mau pulang, Bu RT," jawab Bu Endah singkat.

"Kenapa? Kamu takut sama si Misha itu?" ejek Bu RT.

"Bukan takut, Bu. Tapi saya sudah lelah," kata Bu Endah, lalu pergi.

Bu RT mendengus kesal. Ia tidak menyangka, teman-temannya akan meninggalkan dirinya. Ia merasa sendirian. Ia merasa, semua orang menentangnya.

Tiba-tiba, Bu Susi datang. Ia baru pulang dari pengajian di masjid. Wajahnya yang damai kini terlihat prihatin. Ia melihat Bu RT yang duduk sendirian, memaki-maki. Ia tahu, ia harus melakukan sesuatu.

"Assalamualaikum, Bu RT," sapa Bu Susi.

"Waalaikumsalam," jawab Bu RT, suaranya terdengar datar.

Bu Susi duduk di samping Bu RT. "Bu RT, saya ingin bicara," katanya lembut.

"Mau bicara apa? Soal si Misha itu?" tanya Bu RT, suaranya terdengar sinis.

"Iya, soal Misha. Dan juga soal Ibu," jawab Bu Susi, matanya menatap Bu RT dengan tulus. "Bu RT, apa yang Ibu rasakan sekarang?"

"Saya kesal! Saya marah! Saya ingin dia menderita!" jawab Bu RT, suaranya meninggi.

Bu Susi mengangguk. "Saya mengerti, Bu. Tapi, apakah dengan marah-marah seperti ini, hidup Ibu akan lebih baik? Apakah dengan membenci Misha, Ibu akan lebih bahagia?"

Bu RT terdiam. Ia tidak bisa menjawab.

"Bu RT, kita semua ini adalah umat Allah," kata Bu Susi. "Kita tidak boleh membenci sesama. Kita tidak boleh memfitnah orang lain. Apa yang Ibu lakukan, apa yang Bu Ratmi lakukan, itu semua salah."

"Tapi, Bu Susi! Dia yang salah! Dia yang menggoda suami saya!" teriak Bu RT, suaranya bergetar.

"Apa Ibu punya bukti?" tanya Bu Susi. "Suami Ibu sendiri sudah bilang, dia tidak ada hubungan apa-apa dengan Misha. Kenapa Ibu tidak percaya?"

Bu RT tidak bisa lagi berkata-kata. Ia hanya bisa menangis. "Saya... saya cemburu, Bu Susi. Saya takut suami saya pergi."

"Rasa cemburu itu wajar, Bu," kata Bu Susi. "Tapi, kecemburuan yang berlebihan itu bisa merusak diri sendiri. Seharusnya, Ibu lebih banyak berdoa, lebih banyak meminta perlindungan pada Allah. Bukannya malah memfitnah orang lain."

Bu RT tidak menjawab. Ia hanya terus menangis. Ia merasa sangat bodoh. Ia merasa sangat bodoh karena sudah menghancurkan hidup orang lain.

"Bu RT," kata Bu Susi, suaranya melembut. "Allah itu Maha Pemaaf. Ibu masih punya kesempatan untuk bertaubat. Ibu masih punya kesempatan untuk meminta maaf pada Misha. Misha itu anak yang baik. Dia pasti akan memaafkan Ibu."

Namun, ucapan Bu Susi justru membuat Bu RT tersinggung. Ia menatap Bu Susi dengan mata memerah. "Maksud Ibu, saya ini orang berdosa?! Maksud Ibu, saya harus minta maaf sama dia?!"

"Bukan begitu, Bu," kata Bu Susi, mencoba menjelaskan.

"Sudah! Saya tidak mau dengar lagi!" Bu RT bangkit dari kursinya, lalu masuk ke dalam rumah. Ia membanting pintu, meninggalkan Bu Susi yang masih duduk di teras, menghela napas panjang. Bu Susi tahu, ia tidak bisa memaksa Bu RT. Ia hanya bisa berdoa, semoga hati Bu RT bisa dilembutkan.

****

Di bawah terik matahari, Warung Bahagia semakin ramai. Bahkan, jauh lebih ramai dari sebelumnya. Kisah Misha yang viral, tentang penderitaannya dan kebenaran yang akhirnya terungkap, menarik banyak orang. Mereka tidak hanya datang untuk makan, tetapi juga untuk bertemu langsung dengan Misha.

"Mbak Misha, saya salut sama Mbak," seorang pembeli berkata. "Mbak adalah wanita yang sangat kuat."

Misha hanya tersenyum, hatinya terasa hangat. Ia tidak menyangka, kisahnya akan menginspirasi banyak orang.

Tentu saja, banyak dari mereka adalah laki-laki. Mereka tidak hanya datang untuk makan, tetapi juga untuk melamar Misha. Setiap hari, ada saja yang datang dengan membawa bunga, cincin, atau bahkan mahar.

"Mbak Misha," seorang pria muda berkata, berlutut di depan Misha. "Saya tahu, saya tidak pantas untuk Mbak. Tapi, saya ingin menjadi pendamping hidup Mbak. Saya ingin menjaga Mbak, dan membuat Mbak bahagia."

Misha terkejut. Ia tidak menyangka, ia akan dilamar di depan banyak orang. Ia menunduk, tidak tahu harus menjawab apa.

"Maaf, Mas," Misha berkata, suaranya pelan. "Saya... saya tidak bisa."

"Kenapa, Mbak? Apa karena saya tidak kaya?" tanya pria itu, wajahnya menunjukkan kekecewaan.

"Bukan begitu, Mas," jawab Misha. "Saya... saya masih belum siap untuk menjalin hubungan lagi."

Pria itu mengangguk. Ia bangkit, lalu berjalan pergi. Misha menghela napas panjang. Ia tahu, ia harus lebih berhati-hati.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!