NovelToon NovelToon
Penguasa Subuh

Penguasa Subuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Epik Petualangan / Mengubah sejarah / Persahabatan
Popularitas:743
Nilai: 5
Nama Author: godok

Kemampuan dan kelebihan yang membawa pada kesombongan.
Jangan pernah berpaling dan melupakan Sang Penguasa Subuh. Selalu rapalkam dalam hati 'Ilmu, Kebijaksanaa, dan Rendah Hati.' Jangan sampai tergoda oleh para pembisik, mereka pandai menggelincirkan keteguhan hati manusia.

Ketika dunia sudah mulai kehilangan keasliannya, banyak terjadi kejahatan, hal menyimpang, bahkan normalilasi terhadap hal yang tidak normal. Sebuah suku tersembunyi yang masih memegang erat sejarah, mengutus anak terpilih yang akan kembali membuka mata dunia pada siapa mereka sebenarnya.

Perjalanan Warta Nalani yang membawa sejarah asli dunia dimulai dengan usahanya harus keluar dari hutan seorang diri. Banyak hal baru yang ia temui, teman baru, makanan baru, dan juga kesedihan baru.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon godok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bandit

Sanakh, nama pemuda yang datang dengan keadaan kurus kering dan juga penuh luka itu mengatakan bahwa dirinya sedang dikejar-kejar oleh para bandit hutan yang telah merampas barang bawaannya.

Ketiganya kini tengah mengelilingi api. Warta tengah membagi sayuran yang akhirnya matang menggunakan batok kelapa yang sekaligus akan mereka jadikan sebagai mangkuk. Batok itu ditemukan oleh Dana, saat sedang sibuk membongkar semak-semak saking bosannya ia menunggu sayur mereka matang. Padahal di sekitar mereka tidak ada pohon kepala sama sekali.

"Mungkin bekas para bandit," ujar Sanakh, kedua tangannya menerima potongan batok kelapa yang sudah Warta isi dengan sayur.

Dana dan Warta menatap Sanakh dengan kening berkerut, raut mereka seolah sedang kebigungan.

"Biasanya ada pemborong kelapa yang masuk kedalam hutan ini. Mereka terkadang mengeluh karena harus memberikan setengah dari kelapa hasil panjatan mereka. Sebagai pertukaran pembebasan diri dari para bandit." lanjut sanakh.

Warta dan Dana mengangguk bersamaan, "Wah, kau sangat mengetahui daerah sini, ya?" tanya Warta.

Sanakh mengangguk, "Bisa dibilang. Orang-orang dari kampungku biasa masuk untuk mencari bahan makanan atau sekedar menjadi penunjuk arah bagi para pendatang."

Dana menengguk kuah sayur sampai terdengar bunyi khas dari tenggorokan yang sedang menelan. Tangan kanan Dana yang sedang memegang mangkuk menunjuk Sanankh, seolah ia menawarkan mangkuk miliknya. "Kampungmu itu, yang letaknya berada di sisi luar hutan?"

Sanakh mengangguk, "Bagaimana kau bisa tau?"

"Ah, itu," Dana kembali menenggak sayurnya. "Wahh, rasanya segar sekali." Puji Dana pada sayur yang ia lihat di dalam batok mangkuknya sudah hampir tandas.

Dana kembali menatap Sanakh, "Aku melewati kampungmu sebelum sampai ke tempat ini. Mereka menawaran jasa pemandu, tapi aku tolak. Harganya tidak masuk diakal, rasanya aku seperti akan di rampok-"

"Oi!" Warta menegur Dana dengan kata-katanya karena melihat iris Sanakh yang bergetar seperti merasa bersalah.

Sanakh tertawa canggung, tangan kirinya mengelus belakang pundak dengan terbata. "Tidak apa, memang seperti itu. Biaya hidup cukup sulit Kalau belanja ke pasar yang sudah tercampur dengan budaya moderen, semua harga pasti melonjak naik. Ditambah lagi ada para bandit,"

"Cukup berbahaya bagi penduduk kalau mencari makan di dalam hutan, ya?" intonasi Warta menurun dengan sedih. Daerah hutan yang mengelilingi desanya cukup aman, gangguan umunya di sebabkan oleh hewan buas. Para penduduk desa pun membuat lumbung padi dan kebum bersama. Masalah makanan, desanya bisa dibilang cukup makmur. Ia tidak dapat membayangkan jika harus hidup di wilayah seperti Sanakh.

"Eh? kau dari luar hutan, kan?" tanya Warta yang mendadak semangat.

Sanakh mengangguk, membuat Warta menampikan senyum lebar dan tatapan berbinar.

"Kau bisa membantu aku keluar dari hutan ini?" Sanakh kembali menangguk. Membuat Warta semakin kegirangan dibuatnya.

"Bisa bantu aku keluar dari sini? aku akan bayar sesuai harga normal di kampung mu, kebetulan aku belum memakai uang sepeser, pun," Warta menatap Sanakh penuh harap dengan tatapan berbinar.

"Hey, kalau jalan keluar aku juga tau. Kau bisa meminta bantuanku!" Ungkap tegas Dana yang sedang kembali mengisi batoknya.

"Bagaimana, kau mau?" tapi Warta tidak mendengar perkataan Dana karena dirinya masih terus menatap Sanakh dengan antusias.

"Ba-baiklah. Tapi jangan protes kalau harganya sangat mahal."

Warta mengangguk dengan semangat, "Terima kasih, Sanakh. Ayo, dimakan sayurnya. Aku mencampurkan bahan yang aku tau dapat dimakan." Tawar Warta dengan girang.

Di seberang mereka, Dana menatap jengah Warta yang tidak mengindahkan perkataannya. Dengan mata menyipit malas dan mulut yang sedikit terbuka, Dana terus saja menatap Warta. Melupakan batok yang baru saja ia isi dengan sayur ke dua.

"Aku makan, ya," Sanakh mengangkat batok miliknya. Walau rasa ragu cukup menahan mulutnya agar terbuka, ia tetap paksakan saja. Toh, Dana saja sampai lahap dan menambah jatahnya.

Batok kelapa yang hanya separuh itu Sanakh dekatkan pada bibirnya. Aroma segar menyeruak indra penciuman, membuat penat yang ia rasa perlahan menghilang. Sesapan kecil pun ia tarik perlahan. Sampai,

"Ack!"

Sanakh keluarkan kembali sayuran yang baru saja ia sesap itu menyirami rumput di samping. "Apa-apaan dengan sayur ini? rasanya terlau asin tapi juga terlalu asam!"

"Ehh, benarkah? " tanya Warta dengan santai. Ia ikut menyesap sayur di batok miliknya. Kemudian tertawa canggung.

"He he, rasanya memang unik." Warta lanjut meneguk sayur miliknya, memakan beberapa daun dan juga buah yang ada di dalamnya.

"Saat akan memasukan garam batu yang aku bawa, Dana memasukannya secara utuh. Kira-kira segini," Warta pengacungkan ibu jarinya membuat Sanakh membulatkan mata terkejut bukan main.

Sanakh menunduk, menatap lekat-lekat isi mangkuk batok miliknya,

"Lalu," ia mengangkat kepala menatap Dana dan Warta secara bergantian.

"Kenapa ada belimbing wuluh di dalam sini?!" tanya Sanakh yang mulai meninggikan suara. Ia merasa seperti korban uji coba sebuah racun.

Dana mempoint-kan Warta dengan mangkuk di tangannya, "Bocah itu bilang ini adalah buah yang dapat disayur, jadi ditambahkan saja kedalamnya."

Tangan kanan Sanakh menarik-narik pangkal hidungnya pelan, "Benar, memang benar tidak salah. Tapi kenapa dimasukan dalam kondisi utuh?! Dan, juga," Sanakh bertumpu dengan lutut, sedikit memajukan badan melihat kedalam panci. "Berapa banyak yang kau masukan?!"

Sanakh mengambil kayu pengaduk milik Warta. Setiap adukan yang ia lakukan pasti saja terbentur dengan para belimbing yang masih berbentuk panjang-panjang, utuh.

"Sekitar, 20? ah, tidak, sepertinya 30," Warta tertawa canggung. Kedua tangannya memegang batok dan meneguk sayur miliknya perlahan, mengalihkan kontak mata dengan Sanakh yang sedang menatapnya tajam.

"Sudah, makan saja. Kau ini sudah ditolong malah banyak mau!" keluh Dana yang lagi-lagi menambah sayur di batoknya.

"Indra perasamu saja yang rusak!" kesal Sanakh. Ia kembali duduk, diambilnya ranting kecil yang ada di dekat kaki. Sanakh menggunakan ranting itu untuk mngeluarkan beberapa belimbing wuluh, hanya ia sisakan satu saja.

Dana memeperhatikan tindakan Sanakh, "Hey, kau membuang-buang makanan nanti dimarahi oleh pengasa subuh, loh."

"Terserah, dari pada aku keracunan." jawab acuh Sanakh masih diselimuti rasa kesal.

Warta mengangguk, "Kau benar. Anjuran dari pengasa subuh, selain yang baik cara mendapatkannya. Makanlah yang baik untuk tubuh." Warta terus saja mengangguk sambil mengunyah beebrapa belimbing yang baru Sanakh buang.

"Tapi jangan dibuang seperti ini. Lebih baik berikan padaku."

Sanakh menatap horor Warta yang dapat mengunyah dua belimbing sekaligus. Bahunya bergidik ngeri. Sepertinya kali ini ia salah menempatkan diri.

Sanakh memilih untuk mengabaikan Warta. Dengan napas panjang yang ia hirup bersama dengan keberanian, Sanakh pun akhirnya meneguk sayur buatan Warta dan Dana.

Tiga kali mulutnya mengunyah daun yang Warta masukan. Tiga kali, hanya tiga kali. Ia memberikan kembali tatapan sinis kepada Warta dan Dana.

"Kenapa daun singkong?! Bukanya masih bayak bayam hutan dan jenis tumbuhan lainnya yang bisa dimakan?!!" protes Sanakh. Ia segera menenggak habis jatah makanan miliknya dan melempar batok itu ke arah batu yang merek jadikan sebagai panci.

Tak!

Brug!

Batok yang menghantam batu, membuag panci temuan mereka terguling. Warta dan Dana menatap Sanakh dengan terkejut, Kedua telapak Sanakh yang terangkat, terbuka lebar. Meminta kedunya untuk tenang sejenak. Sanakh menggeleng dengan panik.

"Tunggu- tunggu! Aku melempar dengan pelan!"

Kalau dipikirkan kembali, benar juga. Tidak mungkin lemparan batok kelapa Sanakh membuat batu yang bawahnya sudah mereka-Warta dan Dana- buat sangat kokoh itu jatuh.

Jeb!

TIba-tiba, sebuah anak panah melesat. Menancap tepat di depan Dana yang sedang mencuri kesempatan untuk mengambil sisa sayur dalam batu. Tidak hanya satu, tapi dua. Mereka bertiga menatap ke arah batu yang jatuh. Di samping belimbing dan daun singkong yang berserakan, terdapat penah serupa.

Anak panah dengan bulu plastik berwarna merah-hitam.

"Mereka disini!" Ungkap Sanakh dengan nada bicara yang bergetar. Bahunya menegang, dengan iris yang bergetar ketakutan.

"Para bandit itu di sini!" teriak Sanakh, bersamaan dengan dua anak panah melesat menargetkan punggungnya. Dengan cepat, Warta melompat dan mendorong Sanakh. Keduanya terbaring dengan selamat.

Dana segera berdiri, ia mengambil bebatuan yang di jadikan sanggahan si panci batu. Abai dengan rasa panas, Dana melempar beberpa batu itu kearah dari mana asal datangnya serangan anak panah. Terdengar berapa suara pria dewasa berteriak.

Sanakh menatap lekat ke dalam gelapnya semak. Badannya semakin bergetar dengan hebat.

"Cepat lari!" seru Dana.

Warta segera bangun. Dengan paksa ia menarik Sanakh yang badannya sangat bergetar hebat, bahkan baru beberapa langkah mereka ambil, napas anak itu sudah berderu paling kencang.

Dana memimpin pelarian mereka. Baru beberapa meter mereka berlari, di depan sana. Di seberang Dana yang hanya terpaut mata memandang, segerombolan orang dengan golok dan juga celurit tajam menghadang. Dari arah belakang mereka, terdengar pula suara dentuman langkah yang saling bersautan.

Dana berdecak, "Sial!"

Ia mundur beberapa langkah mendekati Warta dan Sanakh. Tanpa aba-aba, dirinya menarik kedua orang itu berlari ke arah kiri.

"Jangan kesana!" teriak Sanakh.

Tapi terlambat, di ujung jalan yang tertutup semak. Mulut jurang menyapa meleka, melahap ketiganya membuat para bandit sontak menghetikan langkah. Para banditi berjejer menatap ke arah bawah jurang dengan mata menyala.

1
Anonymouse
/Left Bah!/
Harman Dansyah
semangat update nya kak
Harman Dansyah
apakah emang ada mangan lain dalam tulisan itu kak
Harman Dansyah
ada yang typo kak seperti ia menarik panas kak
Harman Dansyah
kalau novel ku ada maksudkan atau saran boleh di komentar kak
Harman Dansyah
juga terimakasih like nya kak
Harman Dansyah: kalau bisa kasih bintang 5 nya juga yah Kak kalau ada tambah di cerita ku komentar aja aku juga kalau ada typo atau apa cerita kak aku komentar juga kak
total 2 replies
Harman Dansyah
semangat updet nya kak aku like dulu soal mau istirahat kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!