NovelToon NovelToon
Seharum Cinta Shanum

Seharum Cinta Shanum

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Selingkuh / Cinta Terlarang / Ibu Mertua Kejam / Pelakor jahat
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Shanum dan Wira Wiguna sudah menikah selama 6 tahun dan memiliki seorang anak bernama Mariska namun kebahagiaan mereka harus diuji saat Niar, mertua Shanum yang sangat benci padanya meminta Wira menikah lagi dengan Aura Sumargo, wanita pilihannya. Niar mau Wira menikah lagi karena ingin memiliki cucu laki-laki yang dapat meneruskan bisnis keluarga Wiguna. Saat itulah Shanum bertemu Rivat, pria yang membuatnya jatuh cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Salat Dan Doa

Di rumah kontrakan sederhananya, Shanum duduk terdiam, lututnya terasa lemas. Setelah dipecat dengan cara yang sangat memalukan, ia tidak tahu harus ke mana lagi. Kata-kata hinaan Niar terus terngiang-ngiang di telinganya. Rasa putus asa menyelimutinya. Namun, ia tahu, ia harus kuat. Demi Mariska.

Ia melirik ke arah jam dinding usang, menunjukkan waktu salat Zuhur. Dengan langkah gontai, ia bangkit. Shanum membersihkan diri, mengambil wudu, dan mengenakan mukena putihnya. Hatinya terasa kosong, namun ia tetap melipat sajadah dan menghadap kiblat.

Shanum memulai salatnya, mencoba fokus, namun pikirannya terus melayang. Bayangan Wira yang amnesia, Niar yang kejam, dan masa depannya yang suram terus berputar di benaknya. Air mata mulai menetes di pipinya, membasahi mukenanya. Namun ia berusaha bertahan, membiarkan salat menjadi pelariannya dari segala kepedihan.

Setelah mengakhiri salat, ia mengangkat kedua tangannya sambil berdoa, isakan kecil keluar dari bibirnya. Air mata mengalir deras, membasahi telapak tangannya. Ia berdoa berderai air mata, mencurahkan segala isi hatinya kepada Tuhan.

"Ya Allah... Hamba tidak tahu harus berbuat apa lagi," bisik Shanum, suaranya parau. "Hamba tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Hamba hanya punya Engkau. Hamba hanya ingin hidup tenang bersama Mariska. Tolong berikan hamba kekuatan..."

Shanum menceritakan semua kepedihannya dalam doa. Tentang Wira yang ia cintai, tentang Mariska yang ia sayangi, tentang Niar yang terus menganiayanya, dan tentang Rivat yang telah membantu. Ia berdoa agar Wira bisa segera pulih dan mengingatnya kembali. Ia berdoa agar Niar mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya. Dan yang paling penting, ia berdoa agar ia diberikan jalan keluar dari semua masalah ini.

Doa itu terasa sangat tulus, datang dari lubuk hati yang paling dalam. Di tengah kesunyian rumah kontrakan itu, hanya suara isakan Shanum yang terdengar. Setelah beberapa saat, ia merasa sedikit lebih tenang. Beban di hatinya terasa sedikit terangkat. Meskipun masalahnya belum selesai, Shanum tahu, ia tidak sendirian. Ada Tuhan yang selalu mendengarkannya. Doa itu memberinya kekuatan dan harapan, bahwa semua ini akan berlalu, dan suatu hari nanti, keadilan akan datang.

****

Hari ini, Wira sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Namun, tujuannya bukan rumahnya bersama Shanum, melainkan rumah keluarga Wiguna. Niar sudah mempersiapkan segalanya. Ruang keluarga dan kamar Wira di rumah mewah itu kini telah dihias ulang. Tidak ada lagi jejak-jejak keberadaan Shanum di sana.

Beberapa hari sebelumnya, Niar sudah membersihkan semua foto dan kenangan Wira dengan Shanum. Ia mengumpulkan semua album foto, bingkai foto, dan bahkan hadiah-hadiah kecil yang Wira berikan kepada Shanum. Dengan tangan gemetar karena amarah dan dendam, ia membakar habis semuanya tanpa belas kasih di dalam perapian. Api melahap kenangan indah itu, mengubahnya menjadi abu, seolah-olah Shanum dan semua kebahagiaannya tak pernah ada.

Niar menyambut Wira dengan senyum manis di depan pintu. Aura dan Sheila berdiri di sampingnya, ikut menyambut Wira.

"Selamat datang di rumah, sayang," sapa Niar, memeluk Wira erat. "Akhirnya kamu pulang. Rumah ini terasa sepi tanpamu."

Wira menatap sekeliling. Ia merasa ada sesuatu yang aneh, namun otaknya yang kosong tidak bisa menunjukkan apa itu. Ia tidak punya ingatan tentang rumah ini, atau kenangan tentang Shanum yang kini telah menjadi abu.

"Ini rumah kita, sayang," bisik Aura, menggandeng tangan Wira. "Rumah di mana kita akan menikah."

Niar mengangguk setuju. "Iya, Wira. Kau harus istirahat total di sini. Jangan memikirkan hal-hal lain dulu."

Niar terus saja mengatakan bahwa Wira adalah tunangan Aura, seolah itu adalah kebenaran yang tak terbantahkan. Ia menceritakan lagi dongeng tentang Paris, Menara Eiffel, dan cincin yang Aura kenakan. Setiap kali Wira terlihat bingung atau ragu, Niar, Aura, dan Sheila akan segera membanjirinya dengan cerita-cerita palsu yang meyakinkan.

"Kau dan Aura akan menikah sebentar lagi, Nak," Niar mengusap lengan Wira. "Aura ini calon istri yang sempurna untukmu. Dia sangat mencintaimu."

Wira hanya bisa mengangguk pasrah. Ia tidak memiliki ingatan lain untuk membandingkan. Setiap kata yang mereka lontarkan, setiap cerita yang mereka karang, Wira telan mentah-mentah. Niar tahu, dengan cara ini, Wira akan sepenuhnya menjadi miliknya, dan Shanum tidak akan pernah bisa kembali ke hidup Wira. Memori Wira tentang Shanum telah sepenuhnya dihapus.

****

Shanum dan Rivat masih berdiri di depan kontrakan sederhana itu. Air mata Shanum perlahan mengering, berganti dengan sorot mata putus asa. Ia baru saja menceritakan semua perlakuan keji Niar, dari pengusiran hingga manipulasi ingatan Wira. Rivat mendengarkan dengan seksama, raut wajahnya menunjukkan rasa simpati yang mendalam, bercampur dengan kemarahan yang tertahan.

"Ya Tuhan, Bu Shanum," ucap Rivat, suaranya dipenuhi rasa tak percaya. Rivat tercengang dengan cerita Shanum. Ia tidak menyangka seorang ibu bisa sekejam itu pada menantunya sendiri.

"Saya tidak tahu harus berbuat apa lagi, Mas Rivat," bisik Shanum, menundukkan kepalanya. "Saya tidak punya tempat tinggal, tidak punya pekerjaan. Saya takut, Mas..."

Melihat kondisi Shanum yang rapuh, Rivat tidak tega. Tanpa ragu, ia kemudian mengatakan pada Shanum bahwa bisa tinggal saja di desa bersama kedua orang tuanya Pak Pamuji dan Bu Roro.

"Pulanglah ke desa bersama saya, Bu Shanum," tawar Rivat dengan tulus. "Orang tua saya sangat menyayangi kamu. Di sana, kamu akan aman. Tidak akan ada yang berani mengganggumu."

Shanum mendongak, matanya berkaca-kaca. "Mas Rivat... saya sungkan. Saya sudah terlalu banyak merepotkan. Saya tidak bisa terus-terusan menumpang."

"Tidak ada yang merepotkan, Shanum," Rivat tersenyum meyakinkan. "Kamu adalah keluarga kami sekarang. Setidaknya sampai semua masalah ini selesai. Saya janji, kami akan melindungi kamu."

Shanum menatap mata Rivat, melihat ketulusan yang tak diragukan lagi di sana. Ia merasa sangat terharu. Di tengah badai yang melanda hidupnya, Rivat adalah satu-satunya pelabuhan yang bisa ia tuju.

Namun, tanpa mereka sadari, bahaya sedang mengintai. Dari kejauhan, di dalam mobilnya, Niar mengawasi mereka. Ia telah menyewa detektif swasta untuk mencari keberadaan Shanum, dan begitu ia tahu di mana Shanum tinggal, ia langsung datang sendiri. Melihat Rivat dan Shanum berbincang akrab, amarah Niar memuncak.

"Dasar wanita jalang!" geram Niar, matanya menyalang.

Tangannya bergerak, membuka laci mobil di depannya. Di dalamnya, tergeletak sepucuk senjata api berukuran kecil, yang ia beli dari pasar gelap. Dengan tangan bergetar, ia mengambil pistol itu. Niar menopang tangannya di atas jendela mobil, menyamarkan posisinya. Ia membidik Shanum dari balik kaca mobilnya. Jari telunjuknya sudah berada di pelatuk, siap menariknya kapan saja.

"Akan aku akhiri semuanya hari ini."

1
Rohmi Yatun
dari awal cerita kok wira sama Bpk nya tu gk pinter jdi laki2.. heran aja🤔
Hatus
Shanum yang sabar ya.. terkadang mendapat suami baik ada aja ujiannya, apalagi jika ujian itu dari mertua 🥹
Hatus
Padahal, senang itu di puji🤭
Hatus
Romantisnya 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!