Gyan Abhiseva Wiguna tengah hidup di fase tenang pasca break up dengan seorang wanita. Hidup yang berwarna berubah monokrom dan monoton.
Tak ada angin dan hujan, tiba-tiba dia dititipi seorang gadis cantik yang tak lain adalah partner bertengkarnya semasa kecil hingga remaja, Rachella Bumintara Ranendra. Gadis tantrum si ratu drama. Dia tak bisa menolak karena perintah dari singa pusat.
Akankah kehidupan tenangnya akan terganggu? Ataukah kehadiran Achel mampu merubah hidup yang monokrom kembali menjadi lebih berwarna? Atau masih tetap sama karena sang mantanlah pemilik warna hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Menyayangi Kakak Sendiri
Kalimat Abang Er masih terngiang di kepala. Satu kata yang membuatnya tersenyum samar, saudara.
"Dia adik lu, Gy." Begitulah isi hatinya berkata.
Wajahnya yang sangat tidak bergairah mampu William lihat. Namun, asisten tersebut tak berani bertanya. Yang ada dirinya akan disembur bisa yang mematikan.
Suasana hati yang tidak baik pasti akan mempengaruhi kinerja. Benar saja, seharian ini Gyan selalu emosi ditambah para karyawan selalu membuat kesalahan membuatnya semakin menjadi.
Pulpen dia letakkan dengan kasar. William yang ada di tempat itu hanya diam dan tak bisa melarang. Yang bisa dia lakukan hanya menghela napas panjang.
Di tengah kefokusannya, ponsel bergetar. Gyan melihat ke arah jam tangan. Di mana sudah waktunya Achel pulang.
"Kak, Achel udah sampai apart."
Gadis itu masih laporan kepadanya. Ada sedikit senyum yang terangkat. Namun, seketika senyum itu memudar karena ucapan Erzan seperti membisikinya. Kembali Gyan meletakkan ponselnya.
Sedangkan di lain tempat, gadis cantik itu tengah menunggu pesan balasan dari seseorang. Belum juga dua puluh empat jam berpisah dengan orang itu, tapi dia sudah sangat rindu.
"Kamu kenapa, Chel?" Terlihat jelas wajah sendu sang putri.
"Enggak kok, Mi."
Kedua orang tua Achel mengajaknya untuk makan di luar sebagai bentuk quality time. Namun, Achel menolak.
"Achel banyak tugas, Mi. Achel juga pengen istirahat." Tidak biasanya anak itu menolak ajakan ke luar. Di mana gadis itu selalu happy jika di ajak makan serta belanja.
Mami Reyn menatap ke arah papi Rega. Gelengan kecil menandakan jika sang istri tak boleh memaksa.
Masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuh di kasur empuk yang baru. Suasana apartment pun dibuat seperti kamar Achel yang ada di Jakarta.
"Tempat ini memang lebih nyaman, tapi tidak untuk hati Achel," gumamnya kecil.
Hembusan napas kasar keluar dari bibirnya. Mencoba mengecek ponsel. Pesannya sudah dibaca, tapi hanya ceklis biru saja.
"Belum apa-apa udah jauh lagi," omelnya dengan nada sedih.
Jika, tidak ada orang tuanya, malam ini Achel pasti ke unit apartment Gyan dengan alasan ingin diajari pelajaran yang tidak dia mengerti. Sayangnya, kedua orang tuanya masih ada di sana. Achel hanya bisa menatap foto Gyan yang diambil secara diam-diam.
.
"Enggak pulang?"
Gyan menoleh ke arah seseorang yang sudah bersiap untuk pulang. Sedangkan dirinya masih betah memandangi langit malam melalui jendela ruangan.
"Masih banyak kerjaan."
William mengangguk. Dia kembali melihat Gyan setahun yang lalu. Di mana sang sahabat jarang sekali pulang ke apartment. Memilih tidur di kantor.
"Saya duluan." Gyan mengangguk.
Hembusan napas teramat kasar keluar. Gyan meraih ponselnya di mana gadis itu kembali mengirimkan pesan.
"Lagi sibuk banget ya?"
Gyan kembali meletakkan ponselnya. Dia ingin menjaga jarak dengan gadis itu karena Achel adalah adiknya. Bahkan mama dan papanya sudah menganggap Achel layaknya anak bungsu.
Sehari, dua hari, dan sudah seminggu Gyan tidak pulang ke rumah. William hanya bisa menghela napas kasar.
"Pak, sayangilah diri Bapak sendiri. Bapak bukan robot." Akhirnya, William menegur sang atasan. Namun, apa yang dikatakan oleh Gyan.
"Saya tahu bagaimana cara menyayangi diri sendiri."
Jika, sudah begini tak akan ada yang bisa mencegah. Sekeras apapun William menasihati Gyan, lelaki itu tetaplah kepala batu.
Ketika William pulang, Gyan masih berkutat dengan laptop. Dan ketika dia datang, hal sama yang dia lihat. Gyan terlalu memforsir diri.
Sepuluh hari sudah Gyan berlaku seperti ini. Akhirnya, William sangat geram. Ditutupnya laptop yang sedang dipandangi Gyan. Decakan kesal pun terdengar begitu nyata.
"Kita bicara layaknya teman."
Gyan menghela napas kasar. Dia paling malas jika William sudah di mode seperti ini.
"Gy--"
"Gua tahu lu sangat peka. Tapi, jangan terlalu dalam masuk ke masalah pribadi gua."
Gyan tidak seperti papanya. Tak mau membagi masalahnya kepada siapapun. Sedangkan Mas Agha memiliki sahabat yang selalu dilibatkan dalam masalah yang sedang dia hadapi, yakni Reksa.
"Sebagai teman gua gak mau lu seperti ini, Gy. Aset paling mahal adalah kesehatan." William sangat serius dengan ucapannya.
Gyan menatap William. Dia tahu kekhawatiran yang dirasakan oleh sang asisten sekaligus temannya.
"Gua gak akan membunuh diri gua sendiri, Wil. Percaya sama gua."
Makhluk yang paling keras kepala di muka bumi ini adalah Gyan Abhiseva Wiguna. Sepertinya hatinya terbuat dari batu yang sulit untuk diruntuhkan.
.
Achel terkejut ketika dia yang baru keluar area kampus dihadang oleh lelaki yang pernah dia temui sebelumnya.
"Boleh saya bicara sebentar?" Achel menimbang pertanyaan itu karena jujur dia sedikit takut.
"Ini menyangkut Gyan." Mendengar nama Gyan disebut membuat Achel segera mengangguk.
Mereka berdua sudah duduk di sebuah kafe tak jauh dari kampus. William menceritakan tentang Gyan di dua Minggu terakhir ini. Achel hanya diam.
"Tolong bujuk Gyan untuk istirahat di apartment-nya. Dia perlu banyak istirahat. Lagipula pekerjaan sudah tidak terlalu banyak." Kalimat penuh permohonan terlontar.
"Chat Achel aja enggak pernah dibalas, Kak. Gimana mau nyuruh Kak Gy buat pulang?"
"Nanti malam kamu samperin dia ke kantor." Ide William membuat Achel tercengang. "Tolong bujuk dia supaya istirahat dengan nyaman."
Achel kembali menimbang. Dan William menunggu keputusan. Akhirnya, anggukan kepala membuat William tersenyum lega.
Gadis itu sudah berada di depan kantor Wiguna Internasional. Keraguan mulai menghampiri. Namun, Achel melawannya. Dia memberanikan diri untuk masuk. Dia sudah diberi tahu di mana letak ruangan Gyan oleh William.
Berhenti sejenak di depan ruangan Gyan. Mengatur napas sebelum dia menekan knop pintu.
"Kenapa lu balik lagi? Gua--"
Kalimat Gyan terhenti ketika bukan William yang ada di sana. Melainkan Achel. Gadis itu mulai menghampiri Gyan yang masih duduk di kursi kebesarannya dengan mata penuh keterkejutan.
"Apa segitu sulitnya untuk membalas pesan yang Achel kirim?" Suara gadis itu terdengar bergetar. Matanya mulai nanar.
"Achel hanya punya Kak Gy di sini. Jangan buat Achel jadi anak sebatang kara di negara yang belum sepenuhnya Achel ketahui."
Perlahan Gyan mulai bangkit dari duduknya. Dan tanpa diduga, Achel berhambur memeluk tubuh Gyan yang membeku.
"Achel kangen Kak Gy." Suara itu begitu lemah, tapi mampu Gyan dengar.
Tangan yang awalnya tak bergerak. Kini, mulai membalas. Belakang kepala Achel pun dia usap dengan begitu lembut. Mencoba memejamkan matanya sejenak. Meyakinkan hati jika rasa rindu yang Achel miliki hanyalah rindu seorang adik kepada kakaknya.
Dahi Gyan mengkerut ketika Achel sudah membawa jas yang tersampir di kursi kebesaran. Dan matanya melebar ketika Achel menarik tangannya keluar dari ruangan tersebut.
"Chel--"
"Kita pulang ke apartment Kak Gy." Langkah Gyan pun terhenti, dan sontak Achel menatapnya dengan sangat tajam.
"Kak Gy pernah bilang kalau Achel enggak boleh merusak diri Achel. Tapi, kenapa sekarang Kak Gy malah mencoba merusak diri Kak Gy sendiri?" Mulut Gyan terkatup rapat. Dan Achel kembali menarik tangan Gyan.
Tibanya di apartment, Achel terus mengoceh sambil membenahi barang Gyan. Bukannya mendengarkan, lelaki itu malah merebahkan tubuhnya di sofa panjang. Dan dengan mudahnya matanya terpejam.
Achel yang kembali ke ruangan depan terkejut ketika melihat Gyan sudah terlelap. Direndahkanlah tubuhnya agar dia bisa menatap wajah Gyan dengan lebih jelas.
"Achel kangen wajah tampan ini. Achel kangen dibawelin Kak Gy. Achel--"
Tiba-tiba Gyan membuka mata dan membuat Achel terkejut bukan main. Mereka saling tatap untuk sesaat. Hingga mata Gyan kembali terpejam. Achel menghela napas penuh kelegaan. Dan mulai membenarkan rambut Gyan yang sedikit berantakan.
"Boleh enggak sih Achel sayang sama Kakak Achel sendiri?"
...*** BERSAMBUNG ***...
Tinggalkan komentar setelah membaca, ya ..f
lanjut trus ya Thor
semangat
terlaluuuu...
liat aja dari perjuangan si kulkas, semoga dapat restu dari semua keluarga ya gyan dan achel
akan kudukung karena kalian bukan adik kakak se ayah atau se ibu