Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.
Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.
Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.
Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.
note: suka dengan bacaan yang berbau konflik? langsung temukan di chapter 20
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chap 17 Melan dan Gas Melon
"Halo. Kamu siapa, boleh kami tahu? Saya Teni. Jadi helm ini yang lagi kamu cari?"
Black Girl menoleh pada Teni dan mengangguk kepala.
"Itu punya gue. Hei. Lo gak tau gimana asal-usulnya."
Miss Helm menaruh jari telunjuknya, isyarat dan gestur untuk Melan yang protes. Setelah Melan diam dan menunggu, si misterius hanya menatap Melan dengan tangan diarahkan ke jalan. Entah sedang melakukan apa dirinya ini pada lawang segiempat.
Wwsshh..!
Sebuah benda dikenal melesat keluar dari portal.
Tabung besi tersebut langsung dipegang Miss Helm. Deph!!
"Ehh.. Lo bisa telkin? Siapa ya?" tanya Melan kemudian.
Miss Helm tak menimpali selain menaruh "senjata" ke meja sarapan. Dia segera berbalik dan langsung masuk portal dengan gerakan jet. Wezzt! Rambut Melan dan Teni bergoyang tertiup larinya.
Zrrthh!! Lawang dimensi menutup.
"Mel ada update. Buat lo kayaknya," beritahu Seha sembari menaruh kertas yang dibicarakan di sebelah tabung gas. Plekh!
Melan otomatis tajam kuping, menoleh dan tak bertanya lagi. Dia mengambil surat yang Seha simpan dan langsung membacakannya.
"Ehh. Lo bisa telkin? Siapa ya?" eja Melan.
"Bener khan?" tanya Seha.
"...???" diam Melan.
Melan akhirnya hanya tersenyum misterius tak komentar. Barang yang diinginkan berhasil kembali walaupun itu berupa penukaran. Tapi, dari senyumnya, Melan tampak lebih membutuhkan surat daripada helm yang dipertahankan.
Melan mengambil bola besi. "Gue di kafe ya, Guys. Bar emang lagi libur. Tapi les.. gak harus gitu."
"Ya ntar Mel. Habis Isya latihannya," kata Jihan.
Blizt! Melan menghilang dengan cahaya pusarnya membawa pergi tabung gas yang ada.
"Hhm.. nih paket, kita apain ya, Sar? Pesan terselubung dia (Miss Helm) kali ya?"
Teni mengorek isi kantong, dia bicara pada Seha.
"Itu buat Ira, Net."
"Tapi Covid-19 khan udah lewat," beritahu Teni sambil menyimpan satu pack masker jenis biasa. "Dia kurir gitu?"
Setelah menaruh masker, Teni mengamati sarung tangan yang baru diambilnya dari kantong, lalu meletakkannya dan mengambil barang lain di kantong yang sama.
"Itu tadi, getarnya kayak Melan sendiri, deh," bingung April. "Apa paradoknya ya?"
"Bisa jadi sih itu Par-melan. Gue denger, Mbak Rei langsung lolosin dia (Melan), Pril."
Dan singkatnya, Seha memberitahu bahwa barang Miss Helm adalah alat praktek untuk Ira. Seha bicara dengan bahasa santainya yang mana itu bukan maksud sebenarnya, barang belanjaan tersebut adalah sudut pandang Ira yang lama dan benar setelah Ira pakai sekitarnya terdeteksi kehidupan warga RT-nya, ada abang Batagor mendorong gerobak ke tempat mangkal, ada kendaraan berlalu-lalang, juga ada Fani yang sedang bongkar ban truk. Ira sama sekali tidak melihat April, Jihan, Seha, Teni, meja hingga kontener yang disebut Seha sebagai power bank.
Seha berteori bahwa pancaidera Ira tadinya normal, tak butuh peralatan Miss Helm. Sekalipun Ira telah melihat Linpar tahun-tahun kemarin, Fani belum ingin buka indentitas pada Ira.
"Jadi kamu tahu juga mimpi seramku?" tanya Ira ketika masih bingung dengan model kacamata yang diamatinya, bentuknya jari dan itu kembar, jari tengah yang sedang teracung.
"Yup," jawab Seha. "Sini. Gue pengen lihat. Beydeuwey. Sodari lo lagi ngapain."
"Ngng.."
"Oh ini dia," kata Seha.
Ira menatap Seha yang sudah memakai kacamata absurd.
"Ngng.. Tapi kak Fani lagi di situ. Nyariin Linggisnya."
"Linggis bengkelnya lagi duduk di sini, Ra. Teori bilang, wajib bersamanya di masa gabut. Pasca undangan."
Dalam duduknya, Jihan berpaling wajah dengan sedikit dengusan.
Puas dengan dengus yang ada, Seha bahagia sambil melepaskan kacamata. "Linggis ini cakep abis. Grr!"
Seha langsung mengacungkan jari pada Jihan.
"Trus kalo Ira pake ini, dia kontak dong sama temlen penyela?" tanya Teni yang memegang sarung tangan.
"Yup. Jadi tangan hantu, Net. Kalo Ira ke tengah jalan, tuh juga artinya kontek. Itu alesan gue Ira jangan dulu praktek sama kulitnya."
"Tapi kalo aku ntar pake masker artinya aku itu bisa makan apa yang ada di temlen penyela?"
"Yoi."
".. ??"
"Jadi, masker juga berarti buat ngisep udara ya, Sar?"
"Hu-um. Kayak gitu. Dan pada intinya, ada suatu frame. Batas ini yang kami belum ngerti banget, Net. Siapa yang nyiptain Ken. Siapa yang bikin batas. By hand siapa masker dimensi ini. Dibikin golongan Mae apa golongan kita."
"Nih khan alam jins, Sar. Teknologinya (Mae) emang cenderung bikin kita mikir keras. Jadi kitalah yang user. Di sini kita hanya bisa jadi pengembang. Sementara kalo emang dicipta sama kaum mutant itu gak banget. Mereka sukanya berkuasa ketimbang bertanya asal-usul powernya."
"Tunggu, tunggu. Jadi mahluk evolusi juga ada ya di sini?" Ira serius bertanya.
"Yup. Ada, Ra. Itu paradok para petapa. Kesaing dikit langsung nyariin rivalnya."
"Gue seneng lo ngomongin mutant.." sela Jihan turut diskusi.
"Shat ap..! Linggis."
Seha segera meminta mereka mengikutinya ke kamar Ira. Entah akan menunjukkan apa lagi pada 'turis' wisata. Ketika semua tiba di ruang kamar, Seha sedang sibuk mengedit video. Ira kaget studio amatirnya sudah berubah, meja dan kursi ikut mengambang.
"Sumpah. Tadi gak kayak gini."
"Slow. Ini desktop favorit gue. Gue mau ngasih tau kerjaan Uut. Nyiarin teks yang ditayangin sama monit. Gue nge-job dewan penyiaran bedanya muka Uut sulit ditiru bangsa jins. Dia gak punya jins. Gue ada si Mae."
"Lo ngomong sama siapa?"
"Temen kamar. Udah. Lo simpen lagi. Nyari yang modelan trendi. Beli mainan."
Dit! Setelah meminta, Seha mematikan mic lewat jari, menyentuh meja.
"Ra, tulisan lo kek gini adanya. Diganti jadi banyak frame. Huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat ke kalimat. Semua frame itu hasil proses typer buat ngewakilin nilai yang ada. Bedanya sama tulisan, frame maju ke arah mata, teks dibaca dari ki ke ka. Nah.. Pas dia (Miis Helm) nongol kayak tadi, penjelasannya tuh ada di elektron jadi-jadian. Wsyse."
Seha beranjak dari duduk dan mengambil bantal. "Atom ya Guys. Tapi kita cuma liat awan elektronnya. Ini kek Bimasakti yang dikerubungin bintang. Otomatis yang dipantulin cahaya gundukan luar. Now. Bantalnya nih anak tadi. Benda mati atau organisel udah sama-sama seabrek tanda. Trus. Gimana bisa ke dimensi laen, ya kerjaan dari bintang towaf. Muterin inti gak mandang tempat. Medan Wsyse di everywhere."
"Udah coba ekstrak dulu Sar," pinta Teni. "Kalo Mae lagi di Escort, apa kita masih bisa pake soulatornya?"
Seha menaruh kembali bantal yang diteorikan. Dia mengetik lewat ujung-ujung jari, meng-input lebih dari lima tap, sentuhan.
"Mode urat. Jadul amat. Keburu jedar, Sajen."
"Shat.. ap."
"Gak tau Kak. Udah ada fitur voice to teks juga masih aja nyetep."
"Urusan ngasur cepet khan dia nih.. ya, Ten?"
"Ahah," gaha Teni dengan merah pipi. "Intinya gue dikeroyok Kak. Sarah di sana-sini, gue deketin dibilang tukang selingkuh. Khan dia-dia juga mukanya, ya?"
"Serong. Anomali."
"Gue gak gitu Ayang. Gue lagi ngebucinin lo. Masih aja gak percaya."
"Intinya gue juga kuad sama siapapun kalo udah dicerai-in lo."
"Malah dibahas lagi. Mana bisa gue tanpa lo Sar?"
Ira dan April tak peduli dengan perdebatan yang berlangsung selain memperhatikan tangan Seha.
Di dua ujung telunjuk, tangan kiri dan kanan siswi ganjen sudah terbentang laser tipis. Untunglah Seha bicara lagi menerangkan nama objek.
"Final Cutter. Entitas tajam nomer dua di Komunitaz. Ujungnya ada di Anak Langit Hood. Senjata Luna. Ujung satunya lagi ada di pulpen mbak Aas. Spring sama Epsi entitas yang ada di segala medan."
"Epsi ya? Ngng. Maksudnya huruf ep sama ce dibaca jadi Epsi?"
"Yup. Balik ke frame. Beres ngetik alamat, gue nemu data bawaan. Dapet info dari April kalo mode namprak. Gaya jambret ini juga sama validnya. Volume bantal dapet, luas bantal dapet. Ketemulah panjang antar sudut milik balok yang sejarak ini. Jalan buat ekstrak seabrek frame."
Seha membekukan bentangan laser, lalu menusukkannya ke bantal. Lidi tipis dihisap, langsung masuk ke dalam bantal hingga tampak seperti ditembakkan oleh pemegangnya. Seiring itu bantal menyusut ke ukuran renik seperti tubuh Melan yang dihisap pusar perutnya sewaktu path.
"Sabar ya. Bukan ilang masih otewe ke dasarnya. Kecuali gue alamatin ke lemari. Itungan waktunya udah jelas kilat. Tapi nih bantal lagi otewe ke dimensi dua."
Tak lama kemudian.. Gwuuth! Sebalok peti bening muncul membawa bantal ke ukuran asal. Hanya saja benda tersebut sudah sedikit mengambang.
Saking beningnya, permukaan peti bekilauan begitu Seha pukul, lalu kilauan menghilang.
Dukh! Zrrthh..
"Barangnya udah di seberang. Tapi kalo kita ikut ke seberang juga percuma. Lidah sama kulit kita jadi gak fungsi. Terlebih idung sama kuping. Batas ini yang ngehapusnya."
Tukh! Tukh!
Zrrthh.. Balok berkilauan kembali kemudian hilang.
"Apa itu?" tanya Ira atas "pelangi" yang lewat.
"Apdet. Halaman berikutnya. Lembar ketiga. Gimana jadinya kalo kita ketok lebih keras, lebih banyak, kita gini-gituin, intinya isi balok ini ada apa gak. Di jaman serba editan ini khan apa-apa perlu divalidasi sama kuping, idung, lidah, kulit."
Semua menunggu Seha.
"Batas ini bakal tetap eksis. Sekalipun udah retak sukses di pecahin tapi tetap itu kemarin. Mending kita sorot dalangnya. Beralih ke bintang towap."
Seha menyentuh ujung telunjuknya dengan jempol, tangan satunya pun sama mengestur isyarat oke. Dia menautkan tangannya dengan cara tersebut sebagaimana tautan antar gelang pada rantai kapal.
Glith..!
Balok kehilangan rusuk-rusuknya, bantal pun jatuh menyentuh kasur, seolah terbebas dari kotaknya. Seha melepaskan tautan tangannya.
"Bantal masih di seberang ya Guys. Udah gak ngambang tay-tay. Masih di sana.. H-hh..!!"
Pundak Seha terguncang.
"Otak lo, Ha. Baru jatoh."
"H-hh..! Oke.. Oke. Gue gemes.. Heu. Hkk, hhk."
Seha mendorong Ira. Yang didorong tambah bingung.
"Bokin lo, anj*ng.. Serius banget. H-hh!! Hhkk, hhk.."
"...??"
"Ira bingung lho, Ha. Lagi fokus malah diketawain. Keki jadinya," bertahu Fani.
"Bangke. Melan. Otak cablak. Gue keracun dia, Pril. Ngontek gue pake nick Tay Tay. H-hh!! Guenya.. malah kelepasan.. Hkhk, hhk..!!"
"Gue aja yang jelasin. Mana... link-nya? Sini."
"H-hh..!" Seha tetap membungkuk. "Gue bukan ngetawain lo, Ra. Hkk.. aduh..!"
Sambil memegang pusar, Seha menepuk telapak tangan April. Plakh. Sentuhan singkat tersebut sempat Ira dapati pengaruhnya pada bantal, sekilas menampakkan cincin putih dalam posisi horisontal yang mana tembus ke benda sekitarnya.
"Link yang gue maksud tadi remote. Lo ingetnya Saturnus. Oke kita anggap ring-nya ini lagi ngebut sebagai satu-satunya batu cahaya di kelompoknya. Tapi Saturnus malah sombong ke Lubang Hitam yang gak punya batu event secepat itu."
"Hu-um."
"Nah di sini. Bantal lo diam berpikir soal jalan balik ke ranah tiga dimensi. Maksudnya biar planet Saturnus tau diri. Gue akhirnya setuju sama protes yang diajuin bantal. Demi menghindari penipuan, gue ricek dulu eksistensi bantal. Apa bener dia lagi terpenjara batas ini."
Zrrthh!
April menyentuh sesuatu dengan kedua tangannya, kontak dengan lapisan gelembung yang Seha sebut batas. Lalu bantal menampakkan garis putih khatulistiwa yang berkedipan cepat. Rrrh!!
"Pengereman rotasi."
Gelembung mengecil namun tangan April tetap di posisi tak terbawa ukuran. Ira lihat bantalnya mengecil dan sedang di selimuti asap warna hitam.
Di ukuran kelereng, bola hitam membawa bantal jadi inti, pada sesi ini kedipan garis lingkaran melambat, kedip demi kedip, 4 garis tersebut membentuk segiempat dan berubah jadi selembar pelat putih yang kemudian jatuh dan menciut jadi seukuran kertas lipat yang tak lain foto bantal di jepret dari posisi April.
"Ambil fotonya Ra. Cuma plat ini yang bisa dihisap inti. Lo tempatin ke lintasan Wsyse."
Ira mengiyakan dan mengambil foto. Setelah Ira cahayai dengan garis lingkaran kelereng hitam lenyap tergantikan bantal.
Tayangan yang ada tidak dalam kendali April karena April sudah menghentikan aksinya ketika Ira memungut foto, tidak sedang mengerem laju batu.
"Ternyata benar. Ini bantal terpenjara dalam goa tempat hukuman para dewa. Mari kita lihat dari sisi barcode ki-er. Ini perbuatan siapa."
April menepuk udara. Kamar seketika gelap. Tapi telihat lingkaran lainnya di posisi tegak. Objek ini tertaut dengan lingkaran yang mode terang. Ira kemudian pindah untuk menempatkan foto bantal ke garis orbit, ke sisi indentitas.
Pusat lingkaran langsung menampakkan kepala April.
"Ternyata gue pelakunya Guys. Ini ulah gue."
Dalam kegelapan kamar, kepala bercahaya tersebut bicara.
"Jadi batu cahaya, Wsyse -nya gak bisa diberhentikan, ke nilai nol mutlak?" suara Ira.
"Begitulah. Kalo batas tipis ini bisa bernilai nol, apa yang lo pegang sebenarnya?" ucap si kepala besar.
"Tunggu aja jumlah lusid genap sekitar tiga jutaan, Pril," kata Jihan.
Chhpp.. chpp..! Chuppph..
Di tengah kegelapan kamar, terdengar suara orang berciuman.
"Namanya juga nol. Pasti kosong. Ketiadaan. Yang penting kita udah tau reader frame tuh apa, batas yang ditembus reader apa," kata Jihan lagi, masih tetap bersandar ke tepian meja apung membiarkan nyala monitor.