Ini adalah kisah Si pemeran antagonis di dalam sebuah novel. Wanita dengan sifat keras hati, kejam, dan tidak pernah peduli pada apapun selama itu bukan tentang dirinya sendiri.
Seperti pemeran antagonis dalam sebuah cerita pada umumnya, dia ada hanya untuk mengganggu Si protagonis.
Tujuan hidupnya hanya untuk mengambil semua yang dimiliki Si protagonis wanita, harta, karir, kasih sayang keluarganya, bahkan cinta dari protagonis pria pun, ingin ia rebut demi misi balas dendamnya.
"Aku akan mengambil semua yang Karina dan Ibunya miliki. Aku akan membuat mereka menanggung karma atas dosa yang meraka perbuat pada Ibuku!" ~ Roselina ~
"Apa yang kau lakukan itu, justru membuat mu mengulang kisah Ibu mu sendiri!" ~ Arsen ~
"Ternyata, laki-laki yang katanya pintar akan menjadi bodoh kalau sudah berpikir menggunakan perasaannya, bukan otaknya!" ~ Roselina ~
Akankah Roselina Si wanita yang tak percaya dengan yang namanya cinta itu akan berhasil membalaskan dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Karin
"Bagaimana Boy, apa kau sudah mendapatkan informasi yang aku inginkan waktu itu?"
Boy langsung membuak berkasnya, membaca informasi yang telah ia simpan dalam laptopnya.
"Sudah, tempat itu milik Mr. dan Nyonya William. Mereka adalah pasangan lanjut usia yang memilih menghabiskan masa tuanya di tempat itu!"
"Secepatnya kau sana. Aku mau kalau di saat hari ulang tahun ku, semua sudah beres!" Rose memang mulai mengincar tempat itu sejak beberapa waktu yang lalu.
"Oke Darling. Aku pasti akan mengusahakannya!"
"Baiklah kalau begitu, aku pulang dulu. Kau juga pulanglah, ini sudah malam!" Rose sudah bersiap menjinjing tas mahalnya.
"Kau juga Honey, kau harus istirahat di rumah, tubuh mu butuh istirahat. Jaga kesehatan mu!" Boy kehilangan sifat kemayunya seketika saat bicara serius seperti itu.
"Aku sudah bosan mendengar nasehatmu itu Boy. Kau mengatakannya setiap hari!" Rose menatap Boy dengan datar, tanpa ada tanda-tanda kalau ucapannya adalah candaan semata.
"Baiklah Nona Roselina Martinez, hati-hati di jalan. Sebenarnya aku pun malas menasehatimu!" Boy memalingkan wajahnya dengan kemayu lalu meninggalkan ruangan Rose lebih dulu.
"Dasar manusia jadi-jadian!" Gumam Rose karena keheranan melihat asistennya itu.
Rose pulang ke mansionnya saat jam makan malam telah usai. Dia memang tidak mau sering-sering duduk dan makan bersama keluarga yang seperti keluarganya itu. Muak sekali melihat seperti tak terjadi apapun di depan Rose.
Saat tiba, Arsen bersama sepupunya yang lain sedang berbincang di ruang tengah. Rose merasa tidak peduli, dia sedang tidak mau terlihat apapun dengan Arsen saat ini. Dia langsung naik ke kamarnya tanpa terganggu dengan tatapan mereka semua.
"Istrimu sudah pulang Kak, cepat susul dia sana!" Goda Tomy pada Arsen.
"Iya, nanti kalau dia mengamuk pasti sangat menyeramkan!" Timpal Hito.
"Apa dia pernah mengamuk?" Arsen menatap remaja yang kini menjadi sepupunya itu.
"Pernah dulu waktu Paman Leo lupa hari ulang tahunnya dan malah pergi menemani Kak Karin menonton konser. Dan itu sangat menyeramkan, makanya sampai sekarang aku tidak berani mencari masalah dengannya!" Cerita Tomy membuat kening Arsen mengkerut.
"Sudah jangan ungkit masalah itu lagi!" Ethan menengahi.
"Baiklah, aku naik dulu!" Arsen menepuk bahu Ethan kemudian meninggalkan ketiga pria yang ada di sana.
Tapi, niatan untuk kembali ke kamar Arsen urungkan ketika melihat Karin duduk du balkon sendirian.
Sebenarnya, sejak tadi Arsen mencari keberadaan Karin, tapi Karin yang sengaja menghindar darinya. Dengan alasan, Karin tidak mau mencari masalah dengan Kakaknya.
"Hay!" Arsen ikut duduk di samping Karin.
"Kenapa kau di sini?" Karin terkejut karena kedatangan Arsen.
"Aku merindukan mu!"
"Arsen, please aku..."
"Aku tau, tapi aku tidak bisa menahannya lagi. Aku benar-benar merindukan mu. Biarkan aku duduk di sini sebantar saja bersama mu. Aku tau batasannya dan tidak mau membuat mu dalam keadaan yang sulit!"
Karin hanya pasrah, dia pun menatap pria di sampingnya dengan begitu dalam. Sesungguhnya dia pun merindukan Arsen.
"Bagaimana kabar mu hari ini? Apa ada masalah?" Arsen terus menatap wanita di sampingnya itu.
"Huhhh" Karin membuang nafasnya kasar.
"Hanya menyusun proposal seperti biasa"
"Dia tidak mengganggumu kan?"
"Sepertinya belum" Jawab Karin dengan lesu.
"Maksudmu?"
"Aku menginginkan proyek dari Head Corp, dia pasti juga menginginkan itu karena tadi dia sudah berangkat pagi-pagi sekali. Itu pasti karena dia menginginkan hal yang sama. Jadi.." Karin kembali menatap Arsen.
"Tolong lakukan yang aku minta!" Pinta Karin dengan tatapan memohon.
"Aku ingin sesekali menang darinya setelah semua berhasil dia kuasai. Setelah dia merebut semua yang aku usahakan, kemarin dia juga berhasil merebut mu. Apa aku tidak boleh mendapatkan apa yang aku inginkan lagi? Apa aku tidak pantas bahagia dengan apa yang aku inginkan?"
Arsen selalu tidak tahan dengan mata berkaca-kaca milik Karin. Setiap melihat Karin sedih seperti itu, dia selalu merasa menjadi pria yang paling bodoh dan tak bisa berbuat apapun.
"Baiklah, aku akan berusaha mencegahnya!" Arsen mengusap pucuk kepala Karin.
"Terima kasih!"
Arsen hanya mengangguk, dia pun ikut tersenyum ketika Karin mengulas senyum tipisnya.
"Aku masuk dulu, kau juga harus istirahat!"
"Hmm, selamat malam!" Ingin sekali Arsen menarik Karin ke dalam dekapannya dan memberikan kecupan hangat padanya seperti yang biasanya ka lakukan. Tapi semua itu tak bisa lagi mulai sekarang.
"Oh ya satu lagi!" Karin berbalik menatap Arsen yang masih duduk di tempat tadi.
"Minggu depan adalah hari ulang tahun pernikahan Ayah dan Ibu. Aku minta bantuan mu untuk menjaganya agar tidak berulah!"
"Akan aku lakukan!" Arsen juga tidak mau kalau Rose terus berbuat sesuka hatinya dan menyakiti banyak orang. Mungkin secara perlahan, Arsen ingin membuat Rose sadar jika perbuatannya selama ini salah besar.
Tanpa mengetuk pintu, Arsen langsung masuk begitu saja. Dia menatap Rose yang sudah duduk duduk di tempat yang sama seperti tadi malam.
"Apa wanita itu tidak lelah sama sekali?"
Seketika, Arsen ingat tentang proyek yang Karin ceritakan tadi. Arsen perlahan mendekat ke belakang Rose. Dari jarak yang cukup dekat, Arsen bisa melihat apa yang sedang dikerjakan oleh Rose.
"Head Corp" Baca Arsen di dalam hati. Berarti benar apa yang Karin katakan kalau Rose memang menginginkan proyek yang sama.
"Kau tidak tidur?" Arsen mencoba berbasa-basi.
"Tidurlah kau mengantuk. Tidak perlu banyak bicara!"
Arsen mengeratkan giginya karena terlalu kesal dengan jawaban ketus dari Rose. Dia pun tak mau ambil pusing, memang salahnya sendiri harus berbasa-basi pada orang yang tidak tepat. Dia memilih duduk di ranjang sambil memeriksa pekerjaan yang dilaporkan oleh sekretarisnya.
Jam sudah menujukkan pujul satu malam, namun Rose belum juga beranjak dari sana. Arsen juga sama, dia masih fokus apda laptop dan ponselnya, namun sebenernya itu hanya sebagai alibi. Dia lebih tertarik apda Rose yang seperti tak punya rasa lelah dan kantuk sedikitpun.
Tadi malam Rose juga baru tidur jam tiga pagi, dan kini sudah jam satu malam tapi Rose belum menujukkan tanda-tanda untuk beranjak dari sana.
"Apa jam tidurnya memang seperti ini?" Arsen yang sudah lelah akhrinya memutuskan untuk tidur lebih dulu. Dia menutup laptop kemudian berbaring memejamkan mata. Tapi anehnya, rasa kantuknya tak kunjung datang, dia masih memikirkan Rose.
Sampai dia mendengar Rose mulai menutup laptopnya. Dia perlahan mendekat dan berbaring di sampingnya. Arsen yang pura-pura tidur, tentu saja merasakan pergerakan apapun dari Rose.
"Ibu!"
"Ibuuu!!"
"IBUUUU!!"
"Hah..hah..hah...!"
Arsen yang baru saja masuk ke dalam alam bawah sadar merasa terganggu dengan suara teriakan Rose.
Ketika matanya terbuka, dua sudah melihat Rose terduduk dengan nafas yang memburu dan terlihat panik.
Arsen yang masih diantara sadar dan tidak sadar hanya menatap punggung Rose karena masih belum tau apa yang terjadi pada istrinya itu.
Tapi Arsen mulai menyadari tubuh Rose yang bergetar dengan nafas yang tak teratur itu. Dia juga melihat tangan Rose yang bergerak dengan tergesa-gesa mencari sesuatu di laci samping tempat tidurnya.
Arsen melihat sebuah botol kecil berwana putih yang diambil oleh Rose dari sana. Arsen tidak bisa melihat apa isi dari botol itu karena tertutup oleh punggung Rose. Tapi Arsen bisa mendengar Rose mengeluarkan beberapa isinya kemudian menenggaknya begitu saja.
Hingga beberapa saat, Rose mulai terlihat tenang. Nafasnya pun mulai teratur meski beberapa kali Rose sempat menarik nafasnya dengan panjang.
"Obat apa itu?"
kog tumben Waras