Ben Wang hidup kembali setelah kematian tragis yang membuka matanya pada kebenaran pahit—kekasihnya adalah pengkhianat, sementara Moon Lee, gadis sederhana yang selalu ia abaikan, ternyata cinta sejati yang tulus mendukungnya.
Diberi kesempatan kedua, Ben bertekad melindungi Moon dari takdir kelam, membalas dendam pada sang pengkhianat, dan kali ini… mencintai Moon dengan sepenuh hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Viona yang berada di rumahnya menangis di pelukan ibunya, Joe Ling.
“Viona, apa yang sudah kau lakukan sampai membuat Ben mengeluarkanmu dari perusahaannya?” tanya Steven dengan nada kecewa.
“Pa, semua ini karena Moon Lee! Dia menjebakku dan berbohong pada Ben. Ben hanya salah paham, aku tidak bisa menyalahkan dia. Moon Lee itu licik,” jawab Viona sambil terisak.
“Moon Lee? Bukankah dia gadis yang datang bersama Ben waktu itu? Kelihatannya baik dan sopan. Mana mungkin dia menjebakmu?” kata Joe dengan heran.
“Aku juga merasa begitu. Lagi pula, dia hanya sekretaris, tidak ada alasan baginya untuk menjebakmu,” sambung Steven.
“Papa, Mama, jangan tertipu oleh penampilannya! Moon Lee itu wanita licik. Dia selalu berpura-pura polos. Ben terlalu baik pada semua orang. Lagi pula, Moon Lee adalah adik kelasku dulu. Sejak lama dia sudah mengidolakan Ben, tapi Ben tidak pernah memperdulikannya. Siapa sangka, dia sengaja melamar kerja di Blue Star hanya untuk bisa mendekati Ben,” kata Viona sambil berpura-pura menangis tersedu.
“Viona, apakah benar yang kau katakan ini? Moon sengaja menggoda Ben?” tanya Joe, matanya menatap tajam pada putrinya.
“Iya, Ma! Aku marah karena sudah tahu rencananya. Tapi Ben terlalu percaya padanya. Moon benar-benar hebat, dia pintar menyembunyikan sifat aslinya,” jawab Viona dengan nada kesal.
“Viona, kalau Ben sudah mengeluarkanmu, lebih baik kau kembali saja ke perusahaan Papa,” ujar Steven dengan tenang.
“Pa, aku tidak puas kalau Moon masih di sana. Bagaimana kalau Ben jatuh cinta padanya?” seru Viona sambil kembali menangis di pelukan ibunya.
“Begini saja, Papa akan menemui Moon Lee dan memintanya pergi, agar dia tidak mendekati Ben lagi,” kata Steven.
“Baik, Pa. Terima kasih!” ucap Viona sambil tersenyum puas.
“Moon Lee, lihat saja. Aku hanya butuh air mata untuk membuat kedua orang tuaku tidak tega. Aku tidak sabar menunggu Papa mengusirmu. Sikap Papaku keras dan selalu mengutamakanku. Dia bisa berkata kasar apa saja demi aku, putri satu-satunya. Kau hanya sekretaris kecil, barang tak bernilai,” batin Viona penuh kebencian.
Keesokan harinya.
Steven Lu dan Joe Ling duduk di dalam mobil hitam mewah yang terparkir di area perusahaan. Moon yang baru tiba di tempat kerja menghentikan langkahnya ketika seorang asisten menghampirinya.
“Nona Lee, Tuan Lu dan Nyonya Lu sedang menunggu Anda,” ujar asisten itu dengan sopan.
“Tuan Lu dan Nyonya Lu Lu?” tanya Moon dengan raut wajah bingung.
Jendela mobil perlahan diturunkan. Dari dalam, Steven Lu menatap Moon dengan senyum tipis.
“Nona Lee, apakah Anda punya waktu sebentar? Ada hal yang ingin kami bicarakan,” kata Steven dengan nada sopan namun tegas.
Sebuah Kafe.
Steven dan Joe duduk berdampingan, sementara Moon duduk di kursi seberang mereka. Suasana terasa canggung dan tenang sekaligus menegangkan.
“Tuan, Nyonya, ada hal penting apa hingga ingin bertemu dengan saya?” tanya Moon dengan sopan.
Joe menatap gadis itu lama tanpa berkata apa-apa. Ada sesuatu dalam sorot mata Moon yang membuat dadanya terasa hangat dan aneh.
“Kenapa gadis ini membuatku merasa nyaman… padahal kami tidak dekat,” batin Joe dalam hati.
“Nyonya, apakah Anda baik-baik saja? Wajah Anda tampak pucat,” tanya Moon dengan nada khawatir.
“Tidak apa-apa,” jawab Joe cepat, mencoba menutupi perasaannya yang tiba-tiba berubah.
Steven berdeham pelan, mencoba mengalihkan suasana. “Mengenai Viona yang dikeluarkan dari perusahaan… apakah Nona Lee bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi?” tanyanya tegas.
“Tuan, Nyonya… apakah Viona tidak memberi tahu alasan sebenarnya?” tanya Moon hati-hati.
“Viona mengatakan kau menjebaknya, hingga Ben memutuskan mengusirnya tanpa berpikir panjang,” jawab Steven dengan nada dingin.
Moon menghela napas pelan, lalu menatap keduanya. “Viona adalah putri Anda berdua. Jika saya menceritakan kejadian sebenarnya, apakah Anda berdua akan percaya pada saya?” tanyanya lembut namun mantap.
Steven menyilangkan tangan di dada, menatap Moon dengan tajam. “Nona Lee, maksudmu… Viona berbohong? Kami yang membesarkan dia, sangat tahu bagaimana sifatnya. Viona tidak mungkin berbohong,” jawab Steven dengan yakin.
“Karena dia dibesarkan oleh Anda berdua, maka wajar jika ia berhasil menutupi sifat aslinya. Namun apa yang Anda lihat dan dengar darinya… belum tentu adalah kebenaran,” jawab Moon dengan tenang, tatapannya tajam namun tetap sopan.
Steven menghela napas, lalu berkata dingin, “Kalau begitu kami akan mencari tahu sendiri. Dan mengenai keberadaanmu di perusahaan, hal itu membuat Viona tidak nyaman. Jadi saran kami, sebaiknya kau tinggalkan perusahaan Ben. Tentu saja, sebagai gantinya, kami akan mencarikan pekerjaan baru dan membayar sejumlah uang.”
Ia mengeluarkan selembar cek dari sakunya dan meletakkannya di depan Moon.
Moon menatap cek itu sekilas, lalu mengangkat wajahnya menatap Steven. “Apakah Anda ingin saya pergi hanya demi membuat Viona nyaman dan bahagia?” tanyanya pelan namun tegas.
Joe menimpali dengan lembut, “Membuat putri kami bahagia adalah hal yang paling penting bagi kami.”
Moon tersenyum tipis, lalu mendorong kembali cek itu ke arah mereka. “Baiklah. Tapi sayang sekali, uang yang Anda berikan tidak cukup untuk membayar ganti rugi kontrak dua puluh tahun yang sudah saya tanda tangani,” ucapnya datar namun penuh makna.
“Kontrak dua puluh tahun?” tanya Joe dan Steven hampir bersamaan, keduanya tampak terkejut dan sulit percaya.
“Iya,” jawab Moon tenang. “Kalau Anda ingin saya pergi, maka harus ada sejumlah uang untuk mengganti rugi. Saya tidak akan menerima uang pemberian Anda untuk kebutuhan pribadi. Tapi kalau Anda bisa membayarnya langsung pada atasan saya, barulah saya akan pergi.”