NovelToon NovelToon
DIVINE SIN

DIVINE SIN

Status: sedang berlangsung
Genre:Dark Romance
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ellalee

''Di balik malam yang sunyi, sesuatu yang lama tertidur mulai bergerak. Bisikan tak dikenal menembus dinding-dinding sepi,meninggalkan rasa dingin yang merayap.ada yang menatap di balik matanya, sebuah suara yang bukan sepenuhnya miliknya. Cahaya pun tampak retak,dan bayangan-bayangan menari di sudut yang tak terlihat.Dunia terasa salah, namun siapa yang mengintai dari kegelapan itu,hanya waktu yang mengungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ellalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Api yang tak terpadam.

"Suara panci dan mangkuk beradu keras memenuhi dapur. Sayuran tumpah, potongan bawang berserakan di lantai, aroma pedas mengisi udara. Dari tengah kekacauan itu terdengar teriakan Rael, tajam dan keras, namun masih bercampur dengung dingin yang membuat setiap sudut dapur seakan bergetar.

“Auuww! Kenapa semua ini begitu susah?! Aku lapar… tapi kenapa harus seperti ini hiks… hiks!” teriaknya, suaranya membuncah seperti anak kecil yang dicampakkan, namun aura di sekelilingnya tetap menggigilkan tulang, gelap dan tegas.

Eomma Jae-hyun menatap dari ambang pintu dapur, napasnya tertahan sejenak. Dia tahu, meski Rael bersikap seperti anak rewel, aura yang memancar dari tubuhnya bukan sesuatu yang bisa dianggap main-main. Namun, di wajahnya, ia menampakkan ekspresi dingin, pura-pura tidak takut, walau hatinya sudah berdebar kencang.

" ahhhh... dasar seol-hwa bodoh, kenapa kau malah menantang makhluk mengerikan itu... " umpatnya pada diri sendiri karena membuat rael kesal padanya.

Jae-hyun sudah melesat ke dapur, langkahnya cepat, napasnya memburu. “Rael, tunggu—” katanya, berusaha menenangkan. Tapi ia berhenti sejenak, melihat pemandangan yang membuat dadanya ikut berdegup keras,ujung jari Rael berlumuran darah dari pisau yang tak sengaja mengenai kulitnya sendiri, panci yang pecah, dan wajahnya yang memerah bukan karena malu, melainkan amarah yang memuncak.

Rael menatap Jae-hyun dan Eomma dengan sorot mata menyala. “Kau tahu kan,” katanya perlahan, suaranya dingin dan menusuk, “kenapa aku dinamai dewa kebangkitan dan bukan dewi kebangkitan?” Ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, seakan ingin menancapkan kata-katanya di udara, “Itu karena kekuatanku lebih besar dari seorang dewi. Lebih pantas disebut dewa. Lebih pantas daripada yang bisa kau bayangkan!”

Eomma Jae-hyun tersenyum tipis, suara lembut, namun matanya menahan kekhawatiran yang hampir meluap. “Hahaha… dewa, ya? Kau memang menyombongkan diri, nak. Tapi kau jangan kira bisa membuatku takut dengan kata-katamu,” ucapnya, nada santai, tapi setiap kata menyimpan ketegasan. Di dalam hati, ia ingin lari sejauh-jauhnya, menjauh dari hadapan Rael, menjauh dari aura itu yang terlalu kuat untuk seorang manusia biasa.

" jae-hyun bantu eomma mu sekarang, jangan sampai aku mati di usia yang masih terbilang muda ini... " gumam eomma jae-hyun menatap penuh harap pada anaknya itu.

"Jae-hyun melangkah lebih dekat ke Rael, menaruh tangan di meja untuk menahan diri agar tidak ikut terlempar jika Rael kembali marah. “Rael… jangan buat ini lebih berantakan. Aku akan bantu kau,” katanya, nada lembut bercampur cemas, tapi ia tetap berusaha menahan aura Rael agar tidak memuncak lebih jauh.

Rael mengangkat dagu, tersenyum tipis, tajam, dan dingin. “Hmph… manusia lemah selalu ingin membantu, ya?” Ujung bibirnya menyingkapkan sedikit senyum menyombong, tapi matanya tetap merah, aura gelap mengalir pelan di sekelilingnya, menekan udara menjadi dingin meski matahari bersinar terang di jendela dapur.

Eomma menepuk meja, lalu mulai merapikan dapur dengan tenang. “Kalau begitu, dewa kebangkitan,” katanya, nada tetap ringan, “kita masak bersama. Tapi jangan harap aku takut padamu.”

Rael menatapnya, menilai, seakan mencoba membaca siapa yang lebih kuat di antara mereka. “Hmm… kau pura-pura tidak takut. Tapi aku tahu… di dalam hatimu… kau ingin lari sejauh mungkin dari hadapanku.” ucapnya dengan nada menantang.

Jae-hyun menarik napas panjang, berusaha memusatkan perhatian pada luka Rael yang merah dan darah yang menetes di ujung jari. “Rael… duduklah sebentar. Biarkan aku membersihkan ini dulu. Jangan buat dirimu terluka lagi karena marah-marah sendiri,” katanya, suaranya lembut, seperti memanggil badai agar berhenti sementara.

"Namun badai itu bukannya mereda. Malah justru membakar lebih dahsyat, karena Rael menyadari, dengan tajam, bahwa perhatian Jae-hyun bukan sepenuhnya untuknya. “Kau… kau lebih khawatir dengan jari Haeun, kan? Dengan Haeun!” desis Rael, suaranya menusuk, campuran marah dan cemburu yang terbakar dari dalam. Aura gelap di sekelilingnya mulai berputar liar, seperti kabut hitam yang menari di dapur.

Angin tiba-tiba berhembus deras dari jendela yang terbuka sedikit, membawa aroma bawang dan rempah yang tersebar di udara. Lampu gantung bergetar, cahaya kuningnya berkedip-kedip, mati hidup mati hidup, membuat bayangan Rael di dinding tampak seperti makhluk yang hidup sendiri. Panci dan mangkuk kecil di meja bergetar, beberapa bahkan bergeser jatuh ke lantai.

Jae-hyun melangkah lebih dekat, suaranya tenang tapi penuh tekad. “Rael… dengarkan aku. Aku peduli padamu, bukan siapa pun selainmu. Jangan biarkan amarah menguasaimu. Duduklah sejenak, biarkan aku menyeka darah itu.”

Rael menatapnya dengan mata merah menyala, tubuhnya tegak, dagu terangkat. “Aku… aku tidak akan diam. Tidak akan diam ketika kau peduli pada yang lain lebih dari aku!” gumamnya, tangannya mengepal, napasnya memburu, seakan setiap kata yang keluar dari bibirnya menyalakan bara di udara.

Eomma Jae-hyun, yang berdiri di ambang dapur, menahan napas. “Astaga… Rael-ah… angin… lampu…” katanya pelan, matanya mengikuti gerakan liar lampu, panci, dan barang-barang yang bergeser di sekelilingnya. Ia menelan ludah, sedikit gemetar, tapi tetap berusaha menahan diri, pura-pura tenang.

Jae-hyun merunduk, mengambil tangan Rael perlahan, mencoba menahan kekuatan yang memuncak di tubuhnya. “Rael… dengarkan aku. Tidak ada yang lebih penting selain kau. Tidak ada Haeun, tidak ada yang lain. Aku di sini hanya untukmu. Percayalah padaku…”

Rael menahan tatapannya sejenak, napasnya masih tersengal, tubuhnya masih bergetar karena amarah dan kebingungan. Aura gelapnya perlahan berputar lebih lambat, tapi matanya tetap merah menyala, membara seperti bara api yang menahan hembusan angin yang berputar liar.

Eomma Jae-hyun menekuk lututnya sedikit, berusaha menenangkan diri sambil menghela napas panjang. “Hiks… anak ini… kenapa harus sebegitu mengerikan dan… menakutkan?” gumamnya sambil menepuk meja sedikit, mencoba menarik perhatian Rael agar ia sadar, tapi tetap hati-hati.

Jae-hyun menghela napas panjang lagi, kali ini lebih dalam, suaranya mengalir lembut namun kuat. “Rael… kau boleh marah, boleh menakutkan, tapi jangan biarkan amarahmu menelanmu sendiri. Aku tidak akan mundur, bahkan jika seluruh dunia ini menentangmu. Aku akan tetap di sini…”

Rael menatapnya, dadanya masih berdebar, aura gelapnya masih menyelimuti, tapi sejenak, matanya yang merah sedikit melunak. Namun suaranya tetap penuh bara ketika ia berkata, “Hmph… kau pikir ini cukup? Kau tidak tahu apa yang kau hadapi… aku bukan hanya amarah dan darah. Aku adalah… sesuatu yang bahkan manusia tidak pantas sentuh.”

Jae-hyun tersenyum tipis, hampir tak terdengar, tapi matanya tetap penuh keteguhan. “Aku mungkin manusia, tapi aku memilih untuk tetap di sini, Rael. Denganmu, atau di dekatmu, meskipun dunia menolak.”

"Ada getar halus di antara mereka. Jae-hyun ingin meraih, ingin memegang wajah Rael dengan sentuhan, tapi tahu sentuhan itu bisa jadi bensin pada api yang sedang menyala. Ia memilih kata, nada lembut yang mencoba meredam badai. “Aku di sini sekarang. Aku di sisimu. Jangan buat dirimu semakin terluka dengan dendam pada orang yang bahkan belum sempat mengerti.”

Luka di mata Rael melebar seperti garis petir. Ia tertawa, tawa yang bukan senyum,tawa yang penuh kepahitan. “Mengerti? Kau berkata begitu, namun matamu tetap mencari namanya di kerumunan. Kau menaruh kasih pada seorang manusia yang bahkan mungkin tidak tahu betapa ia dicari. Itu menyakitkan, Hyun. Itu membuatku ingin merobek tawa yang menempel di bibirnya, ahh rasanya aku ingin menghancurkan wajah ini,karena wajah ini semakin membuat kau menyukainya.”

Kata-kata itu menusuk. Jae-hyun menggenggam ujung punggung tangannya sendiri sampai terasa nyeri, karena ia tahu kebenaran yang tersembunyi di balik kata-kata Rael. Cinta Rael bukan hanya panas; ia posesif, kelaparan, bergolak dengan kecemburuan yang bisa menggerus segala hal. Dan cinta Jae-hyun, sehalus apa pun ia mencoba, terbagi, terseret antara simpati dan kerinduan pada masa lalu.

" Rael jangan, kalau kau melakukan itu, kau akan terlihat jelek, " ucap jae-hyun seperti menuang bensin dalam kobaran api.

" ahh anak bodoh ini, pengen sekali ku tampar mulut nya yang suka bicara tanpa berpikir.... " gumam eomma jae-hyun menatap jae-hyun dengan mata yang menyala seakan mengeluarkan laser yang siap menembak kepala anak nya itu.

“Cemburu itu seperti bayangan yang menempel di jiwa, dingin dan menusuk, membuat setiap kedekatanmu dengan yang lain terasa seperti luka yang tak terlihat.”

1
Ngực lép
Bikin klepek-klepek!
Zhunia Angel
Gemes deh!
Kakashi Hatake
Bagus banget thor, jangan lupa update terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!