NovelToon NovelToon
Land Of Eldoria

Land Of Eldoria

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Akademi Sihir / Perperangan / Fantasi Wanita
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: AzaleaHazel

Eldoria, yang berarti negeri kuno yang penuh berkah. Negeri yang dulunya selalu di sinari cahaya matahari, kini berubah menjadi negeri yang suram.



Ratusan tahun telah berlalu sejak peperangan besar yang menghancurkan hampir seluruh negeri Eldoria, membuat rakyat harus hidup menderita di bawah kemiskinan dan kesengsaraan selama puluhan tahun sampai mereka bisa membangun kembali Negeri Eldoria. Meskipun begitu bayang-bayang peperangan masih melekat pada seluruh rakyat Eldoria.



Suatu hari, dimana matahari bersinar kembali walau hanya untuk beberapa saat, turunlah sebuah ramalan yang membuat rakyat Eldoria kembali memiliki sebuah harapan.




"Akan terlahir 7 orang dengan kekuatan dahsyat yang dapat mengalahkan kegelapan yang baisa di sebut Devil, di antara 7 orang itu salah satu dari mereka adalah pemilik elemen es yang konon katanya ada beberapa orang istimewa yang bisa menguasai hampir semua elemen dari klan Es"


Siapakah ketujuh orang yang akan menyelamatkan negeri Eldoria?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AzaleaHazel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16

Keesokan harinya, di siang yang cerah ini seorang gadis kecil tampak sibuk di halaman belakang sebuah toko. Tangan kecilnya mengusap keringat yang mulai menetes dari wajahnya, meskipun daerah ini di penuhi dengan salju, tidak memungkinkan bagi mereka tidak merasakan panas. Kepalanya menengadah ke atas, matahari tampak sangat terik hari ini. Dia beranjak dari tempatnya lalu berjalan menuju pohon yang menjulang tinggi dan duduk di bawahnya, merasakan angin sepoi-sepoi yang mulai menerpa wajahnya. Rambut silvernya berterbangan tertiup angin, tampak indah dan berkilau. Mata yang tadinya terpejam kini mulai terbuka saat merasakan sesuatu yang terasa dingin menyentuh pipinya. Seorang pria dewasa mengulurkan sebotol minuman dingin, mungkin minuman itu sebelumnya sudah di kubur di dalam salju hingga membuatnya menjadi dingin.

"Apa kau sudah tidak sadarkan diri, Liz?" Gilbert terkekeh melihat Liz seperti akan pingsan, baru kali ini ia melihat bocah itu kehabisan tenaga seperti ini.

Mungkin karena proses pembuatan kertas ini sudah di mulai sejak pagi, apalagi matahari sangat terik. Walaupun Liz anak yang aktif, tapi jika terlalu lama di bawah sinar matahari yang seterik ini pasti akan kelelahan.

"Ah, terimakasih Paman." Liz menerima botol dari Gilbert lalu segera meminumnya. Tenggorokannya terasa dingin begitu air itu menyentuhnya. Hal kecil ini termasuk berkah karena bisa meminum minuman dingin berkat tempat tinggal mereka yang berada di atas salju.

Sebenarnya Liz yang memberitahu Gilbert tentang mengubur botol minum jika ingin minuman dingin, tapi siapa sangka Gilbert benar-benar melakukannya.Melihat Liz minum dengan tergesa-gesa membuat Gilbert hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Mereka baru memasuki tahap pengeringan, karena itu mereka bisa beristirahat selagi menunggu kertasnya kering. Untungnya matahari hari ini sangat terik, mungkin saat sore semuanya sudah kering.

"Ayo kita makan dulu, nak." Ajak Gilbert, ini sudah memasuki jam makan siang dan ia takut jika Liz merasa lapar.

"Sebentar, aku belum lapar Paman." Tolak Liz dengan senyum tipis, dia memang belum terlalu lapar dan ingin beristirahat sebentar lagi. Suasana hening untuk beberapa saat setelah mereka bicara.

"Liz." Gilbert memanggil Liz ragu-ragu, seperti ada yang sesuatu yang ingin di katakan.

"Eum? Apa ada yang ingin Paman tanyakan padaku?" Liz memiringkan kepalanya menatap Gilbert, dia tau jika ada yang aneh dari gelagat Gilbert, seperti ingin bicara sesuatu tapi tidak yakin.

"Kau baik-baik saja datang kemari?" Akhirnya Gilbert mengungkapkan apa yang ingin di tanyakan pada bocah itu.

"Ah, maksud Paman karena aku tidak latihan hari ini?" Liz mengangguk mengerti apa yang membuat Gilbert tampak ragu, mungkin dia tau masalahnya dan orangtuanya dari Evans.

"Ya, bagaimana jika orangtuamu tau?" Gilbert kembali bertanya setelah melihat Liz tampak baik-baik saja dengan pembicaraan mereka, sebenarnya dia takut jika menyinggung perasaan Liz, karena itu dia sangat berhati-hati.

Liz mengendikkan bahunya. "Entahlah, aku jarang bertemu Ayah dan Ibu akhir-akhir ini, kupikir mereka tidak akan tau jika aku tidak latihan sehari saja."

"Baiklah, itu terdengar melegakan." Tidak tau kenapa Gilbert bernafas lega setelah mendengar jawaban Liz.

"Apa Paman mengkhawatirkanku?" Tanya Liz dengan wajah jahilnya berusaha menggoda Gilbert.

Kini Gilbert yang mengendikkan bahunya. "Entahlah." Jawabnya acuh. Aneh jika ia mengkhawatirkan bocah yang baru saja di temui beberapa waktu terakhir ini, tapi rasa itu memang ada.

Gilbert adalah tipe orang yang jarang mengungkapkan perasaannya, walaupun dalam hatinya dia mengkhawatirkan Liz, tapi saat bocah itu bertanya, dia tidak akan menjawab yang sebenarnya.

"Huh, apa ini? Padahal aku sudah menobatkan Paman menjadi Paman keduaku setelah Paman Evans." Ucap Liz dengan pipi menggembung, tentu saja ia hanya pura-pura marah karena jawaban Gilbert yang terdengar acuh. Sedangkan Gilbert hanya bisa terkekeh melihat tingkah bocah berpipi bulat itu.

"Wah, ada apa ini? Sepertinya kalian berdua sedang bersenang-senang?" Celetuk Evans yang entah datang dari mana, tiba-tiba saja dia sudah muncul di halaman belakang toko milik Gilbert.

"Paman Evans!" Liz langsung berlari kearah Evans lalu memeluk pria itu.

Evans dengan senang hati membalas pelukan Liz, lalu mengangkat tubuh gadis kecil itu dan memutarnya. Keduanya tertawa, sudah cukup lama mereka akhirnya bertemu lagi. Evans menurunkan Liz lalu menggandeng tangan mungilnya dan membawanya kembali pada Gilbert.

"Apa yang sedang kalian lakukan? Apa semua ini?" Mata Evans melirik beberapa barang aneh di halaman ini, seperti sesuatu yang sedang di jemur.

"Aku sedang membuat kertas bersama Paman Gil." Balas Liz.

"Kertas? Bukankah banyak toko yang menjual buku?" Tentu saja Evans merasa heran, kenapa mereka membuatnya padahal banyak toko yang menjual buku.

Gilbert mengusak rambut Liz. "Anak ini mendapat buku aneh yang katanya jatuh entah dari mana. Di dalam buku itu ada cara pembuatan kertas jimat, selanjutnya kau bisa pikirkan sendiri apa yang terjadi." Dia yakin Evans bisa menebak seperti apa kelanjutannya tanpa dia menceritakan lebih rinci.

Kini gantian Evans yang mengusak rambut Liz. "Dasar anak nakal. Kau melakukan hal yang menyenangkan seperti ini tapi tidak memberitahu Pamanmu ini, huh?" Wajahnya pura-pura marah di hadapan bocah itu.

Wajah Liz berubah, dia merasa tidak enak pada Evans. "Paman Gil bilang kau sedang sibuk." Benar, Gilbert mengatakan jika Evans sedang sibuk, bahkan pedangnya belum di ambil padahal sudah jadi beberapa hari yang lalu.

Gilbert meraih wajah Liz. "Jangan menghiraukan nya, dia hanya menjahilimu." Setelah mendengar jawabannya, Liz memasang wajah kesal kearah Evans.

Evans terkekeh lalu mengusak gemas rambut Liz tapi bocah itu mengabaikannya. "Ayolah Gil, kenapa kau masih kaku seperti biasanya." Evans merangkul pundak sahabatnya itu, padahal sudah bertahun-tahun saling mengenal tapi Gilbert masih saja kaku seperti ini.

Gilbert memutar bola matanya malas lalu menyahuti ucapan Evans. "Diamlah, jangan membicarakan hal-hal yang tidak penting. Kita sedang kekurangan orang di sini, lebih baik kau membatu daripada bicara omong kosong seperti itu." Sebenarnya mereka memang kekurangan orang, karena itu saat ini dia dan Liz sangat kelelahan. Berhubung ada Evans di sini lebih baik di manfaatkan saja.

"Ya benar, Paman Evans harus membantu kita." Liz mengangguk setuju dengan apa yang di katakan Gilbert. Padahal tadi bocah itu sedang kesal, tapi begitu mendengar perkataan Gilbert, dia langsung berubah.

"Ah, sebenarnya aku sangat sib–"

"Tidak ada penolakan, kau tidak akan bisa menghindar sekarang." Gilbert melipat tangannya, menatap tajam pada Evans. "Atau kau ingin posisi Paman pertamamu tergeser olehku, benar kan Liz?" Dalam waktu singkat ekspresi Gilbert langsung berubah, dia tersenyum miring kearah Evans, terdengar seperti sebuah ancaman, apalagi saat Liz mengangguki apa yang dia katakan.

"Tidak!! Aku adalah Paman nomor satu Liz dan tidak akan kubiarkan kau menggesernya." Evans langsung mendekat kearah Liz lalu memeluk bocah itu, dia tidak mau jika posisinya tergeser oleh Gilbert.

Akhirnya Evans ikut membantu mereka berdua, hanya tinggal dua tahap terakhir sampai kertasnya benar-benar siap. Setelah benar-benar kering, mereka melakukan pemutihan dan pencetakan. Tidak terasa matahari sudah terbenam tapi mereka belum juga menyelesaikannya.

Ketiganya tergeletak setelah berhasil menyelesaikan tumpukan kertas itu, hanya perlu pemotongan saja sampai semuanya beres.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!