NovelToon NovelToon
"Blade Of Ashenlight"

"Blade Of Ashenlight"

Status: sedang berlangsung
Genre:Dunia Lain
Popularitas:410
Nilai: 5
Nama Author: stells

Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Api Yang Disaksikan

Wyvern meraung, rantai yang menahannya terputus satu per satu. Para bangsawan yang duduk di meja panjang terlonjak, beberapa menjerit, sebagian hanya meneguk anggur dengan wajah dingin, seolah ini sekadar hiburan.

Lord Harren tersenyum tipis. “Tunjukkan, Pangeran Hale. Kami semua ingin tahu, apakah api biru itu nyata… atau sekadar cerita rakyat.”

Edrick melangkah maju. Ashenlight menyala, biru lembut tapi tajam, memantulkan wajah-wajah penuh keraguan.

Sir Alden mencengkeram gagang pedangnya. “Edrick, hati-hati. Mereka menginginkanmu jatuh.”

Selene menatap Edrick dengan cemas. “Ingat, bukan hanya pedangmu yang diuji. Mereka ingin melihat siapa kau sebenarnya.”

Edrick mengangguk pelan. “Kalau begitu, mereka akan melihat.”

Rantai terakhir putus. Wyvern mengaum, sayapnya terbuka, meski cacat, tetap cukup kuat untuk menerjang. Nafas beracunnya memenuhi udara, membuat beberapa bangsawan batuk keras.

Hewan itu menyerbu ke arah meja, mencakar lantai batu hingga percikan api beterbangan.

Sorak dan teriakan bercampur. Ada yang berlari ke sudut ruangan, ada pula yang tetap duduk dengan wajah menahan tawa.

Edrick berlari maju, Ashenlight menebas. Api biru bertabrakan dengan sisik gelap, suara dentuman bergema di aula.

Wyvern meraung, ekornya menghantam. Edrick terpental, menghantam tiang batu, nyeri menjalar ke seluruh tubuhnya.

Sorak sinis terdengar dari salah satu bangsawan. “Itukah pahlawan kita?”

Edrick terhuyung, tapi berdiri lagi. Darah menetes dari pelipisnya. Ia mengangkat pedangnya tinggi, menatap rakyat kecil yang melayani pesta, yang kini ketakutan di sudut ruangan.

“Api ini bukan untuk kemuliaan para lord,” katanya dengan suara lantang. “Api ini untuk mereka yang tidak punya pedang, yang hanya bisa berdoa agar kita melindungi mereka!”

Api biru di Ashenlight berkobar lebih besar, menyelimuti bilahnya.

Wyvern menyerbu lagi. Kali ini Edrick tidak mundur. Ia berlari maju, menebas sayap kiri hingga terbelah, lalu berputar dan menusuk ke perutnya.

Teriakan wyvern mengguncang aula. Hewan itu mengamuk, mencoba menghantam dengan rahangnya, tapi Edrick menahan dengan Ashenlight, api biru membakar racun yang menetes dari mulutnya.

Dengan teriakan penuh, Edrick menghantam jantung wyvern.

Ledakan cahaya memenuhi ruangan. Api biru menyebar, menyelimuti tubuh wyvern. Hewan itu meronta, lalu roboh dengan suara berat, tubuhnya hangus menjadi abu.

Hening.

Semua mata menatap Edrick yang berdiri di tengah abu itu, Ashenlight terangkat, nyalanya masih membara.

Lord Harren berdiri perlahan, tepuk tangannya terdengar dingin tapi jelas. “Mengagumkan. Jadi api biru memang nyata. Tapi… pertanyaannya tetap sama: apakah api itu akan menyelamatkan Averland, atau membakarnya habis?”

Beberapa bangsawan berbisik-bisik, mata mereka penuh ragu dan kagum sekaligus takut.

Sir Alden melangkah maju, wajahnya keras. “Api ini sudah menyelamatkan Brighthollow dari neraka. Kau tidak bisa menyangkalnya.”

Tapi Harren hanya tersenyum samar, matanya penuh intrik.

Edrick menundukkan pedangnya, menatap langsung ke arah para bangsawan.

“Api ini hanya membakar mereka yang mengkhianati Averland. Tapi bagi mereka yang berdiri bersama rakyat, api ini adalah cahaya. Pilihan ada di tangan kalian.”

Hening menutup ruangan. Untuk pertama kalinya, para bangsawan tidak punya jawaban cepat.

Malam itu, aula Lord Harren berubah menjadi panggung lain. Meja panjang dipenuhi anggur merah, daging panggang, dan buah-buahan dari kebun utara.

Para bangsawan duduk kembali, tapi suasananya berbeda. Mereka menatap Edrick dengan campuran kagum, takut, dan curiga. Api biru bukan lagi sekadar legenda—mereka telah melihatnya dengan mata kepala sendiri.

Lord Harren mengangkat piala emas, tersenyum licin.

“Untuk Pangeran Hale, penjinak api, pembunuh wyvern. Semoga apinya tetap menyala… dan tidak membakar kita semua.”

Tawa hambar terdengar di meja, sebagian memaksa, sebagian murni sinis.

Selene menatap gelas anggur yang disodorkan padanya. Jemarinya bergetar, matanya penuh curiga. Ia berbisik pelan pada Edrick.

“Hati-hati. Malam ini, pedang tidak akan menebas lehermu. Tapi racun bisa menghentikan api biru itu lebih cepat dari apapun.”

Sir Alden, duduk di sebelah Edrick, menyentuh gagang pedangnya. “Kalau mereka mencoba sesuatu, kita tebas saja.”

Edrick menatapnya dengan mata tenang, lalu berbisik. “Pedangmu tidak bisa menebas bisikan. Malam ini kita harus menahan diri.”

Pelayan menuang anggur ke pialanya. Warnanya pekat, hampir hitam.

Lord Harren mengangkat alis. “Tidak akan kau minum, Pangeran? Apa kau takut?”

Beberapa bangsawan tertawa kecil, menatapnya seperti singa mengelilingi rusa.

Edrick menatap gelas itu, lalu mengangkatnya tinggi. “Kalau aku takut pada anggur, bagaimana aku bisa menghadapi neraka?”

Ia meneguk seteguk penuh.

Selene terperanjat. “Edrick!”

Tapi pemuda itu menaruh piala kembali, matanya menatap lurus ke arah Harren.

“Kalau ini racun, maka biarlah Averland tahu siapa yang menuangkannya. Api biru akan tetap menyala, bahkan kalau aku mati malam ini.”

Ruangan hening. Beberapa bangsawan tampak kaku, saling menoleh.

Harren hanya tersenyum samar, lalu minum juga dari pialanya. “Keberanianmu menarik, Pangeran. Atau mungkin kebodohanmu. Waktu yang akan menjawab.”

Jam berlalu. Musik dimainkan oleh para pemusik, tawa palsu mengisi udara, tapi semua mata melirik pada Edrick menunggu tanda racun bekerja.

Namun ia tetap duduk tegak, bicara tenang dengan Selene dan Alden, meski di dalam tubuhnya panas membara.

Selene menyadari sesuatu, membisik cepat. “Edrick… kau benar-benar merasakannya, kan?”

Edrick hanya tersenyum tipis, wajahnya pucat tapi matanya menyala. “Api biru tidak hanya melawan neraka dari luar… tapi juga dari dalam.”

Harren menyipitkan mata, menatap pangeran muda itu yang masih hidup setelah seteguk racun.

“Menarik,” katanya pelan, cukup keras untuk didengar meja. “Mungkin kau benar-benar api yang tak bisa dipadamkan. Atau mungkin… kau hanya punya cara menyembunyikan luka.”

Para bangsawan bergumam, ragu. Tapi satu hal jelas: malam itu, Edrick tidak tumbang.

Dan Harren tahu, semakin lama api itu bertahan, semakin sulit baginya untuk mengendalikannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!