NovelToon NovelToon
Rumah Hantu Batavia

Rumah Hantu Batavia

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Action / Misteri
Popularitas:414
Nilai: 5
Nama Author: J Star

Dion hanya ingin menuntaskan misinya di Rumah Hantu Batavia, tapi malam pertamanya di penginapan tua itu berubah menjadi teror yang nyata. Keranda tua terparkir di depan pintu, suara langkah basah menggema di lorong, keran bocor, pintu bergetar, dan bayangan aneh mengintai dari balik celah.

Saat ponselnya akhirnya tersambung, suara pemilik penginapan tidak kunjung menjawab, hanya dengkuran berat dan derit pintu yang menyeret ketakutan lebih dalam. Sebuah pesan misterius muncul, “Hantu-hantu yang terbangun oleh panggilan tengah malam, mereka telah menemukanmu.”

Kini Dion hanya bisa bersembunyi, menggenggam golok dan menahan napas, sementara langkah-langkah menyeramkan mendekat dan suara berat itu memanggil namanya.

”Dion...”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J Star, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tempat Ini Terkutuk

“Aku seharusnya tidak bertindak terlalu tergesa-gesa. Pemilik penginapan itu memang mencurigakan, tetapi hal itu tidak serta-merta membuktikan bahwa ia adalah pembunuh,” gumam Dion sambil menggaruk kepalanya. “Mungkin sebaiknya aku berbicara dengan beberapa penghuni lain untuk mendapatkan rincian lebih lanjut.”

Sejak tiba di apartemen ini, Dion hanya melihat empat orang, seorang wanita yang bersembunyi di balik pintu, Tama yang menempelkan pemberitahuan orang hilang di mana-mana, pemilik penginapan yang keras kepala, serta seorang lansia di kursi roda.

“Lansia itu tinggal bersama pemilik penginapan, jadi berbicara dengannya bukanlah pilihan. Wanita di lantai satu tampak mencurigakan, sehingga satu-satunya orang yang bisa kutanya hanyalah Tama. Ia mungkin mengetahui sesuatu tentang tempat ini,” Dion menaruh botol air di atas meja, mengunci pintu kamar, lalu melangkah turun ke lantai bawah.

Lampu yang menyala karena sensor suara memberi cukup cahaya untuk melihat Tama berjalan di ujung koridor. Ia memeluk setumpuk pemberitahuan, lalu menyelipkan satu per satu di bawah setiap pintu, baik pintu yang berpenghuni maupun tidak. Pemandangan itu segera menarik perhatian Dion, biasanya pemberitahuan orang hilang dipasang di tempat-tempat ramai, tetapi pria ini justru memfokuskan upayanya pada apartemen yang jelas sepi.

Dion mengikuti Tama dengan langkah perlahan. Setelah pria itu selesai memasukkan pemberitahuan terakhir, ia membuka percakapan. “Bro, aku dapat memahami perasaanmu kehilangan seseorang yang dicintai. Tapi kamu harus tetap kuat dan tidak menyiksa dirimu dengan hal-hal seperti ini.”

Tama perlahan menoleh mendengar suara Dion, pupil matanya yang keruh tampak tidak mampu memusatkan pandangan. “Mengerti? Tidak seorang pun dari kalian akan memahami bagaimana perasaanku. Dan aku pun tidak mengharapkan pengertianmu…”

Dion tidak ingin membuang waktu dengan perdebatan yang tidak berguna. Ia mengeluarkan ponselnya, menampilkan laporan polisi yang dibuat ketika orang tuanya menghilang beberapa bulan lalu. “Aku tidak berbohong, orang tuaku lenyap setengah tahun yang lalu. Pada awalnya, aku juga dilanda kesedihan yang mendalam.”

Menatap gambar yang terpampang di layar ponsel, Tama terdiam cukup lama sebelum akhirnya berkata, “Aku bersimpati dengan kondisimu, tetapi keadaan kita berbeda. Tunanganku akan kembali, aku dapat merasakan bahwa dia belum pergi jauh.”

“Apakah kamu keberatan menceritakan kisahmu? Kita berada di situasi yang serupa, mungkin aku bisa membantumu,” ujar Dion. Anehnya, kali ini ia mengucapkannya dengan tulus.

Tama tampak ragu, mungkin karena mengingat Dion pernah membantunya mengambil pemberitahuan yang jatuh, tatapannya melunak. “Terima kasih, tetapi kamu tidak akan mampu membantuku. Kamu pemuda yang baik, jadi dengarkan nasihatku. Larilah selagi sempat, jangan coba-coba menghabiskan malam di sini!”

“Aku sudah membayar sewanya. Jika kamu ingin aku berkemas dan pergi, berikan alasan yang jauh lebih meyakinkan.” Tujuan Dion berada di sini adalah untuk menyelesaikan Misi Uji Coba. Jika ia menyerah, kesempatan membuka skenario Pembunuhan Tengah Malam akan hilang selamanya.

“Apakah hidupmu tidak lebih berharga daripada sejumlah uang?” Tama menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada mata yang mengintip, lalu merendahkan suara. “Semua orang di sini tahu, pernah terjadi pembunuhan di gedung ini.”

“Aku pernah mendengar kabar itu, tetapi tidak menemukan bukti apa pun di internet. Aku menduga itu sekadar rumor,” balas Dion.

“Sebelumnya, gedung ini bernama Apartemen Griya Sejahtera. Setelah insiden itu, namanya diganti menjadi Apartemen Seroja. Pembunuhan itu pernah menghebohkan publik pada masanya, dan hingga kini belum terungkap. Arwah para korban belum mendapat ketenangan, sehingga mereka menampakkan diri di lokasi kematian setiap malam, tepat pukul dua belas,” kata Tama, dengan nada seolah meyakini sepenuhnya.

“Kamu masih mempercayai kisah hantu di zaman sekarang?” Dion tersenyum kaku. Namun jauh di lubuk hatinya, ia diliputi kegelisahan, sebab lebih dari siapa pun mengetahui betapa nyatanya dunia lain. Jika mungkin, ia benar-benar tidak ingin kembali berhadapan dengan makhluk-makhluk itu.

“Awalnya aku juga tidak percaya… sampai hari dimana tunanganku menghilang di sekitar tempat ini.” Tama meremas rambutnya dengan frustrasi, kelelahan tergambar jelas di wajahnya.

“Mengapa tunanganmu datang ke tempat seperti ini sejak awal?” tanya Dion dengan rasa penasaran. Peristiwa yang menimpa tunangan Tama ini anehnya mirip dengan yang dialami orang tuanya.

“Sejujurnya, aku sendiri tidak tahu. Bahkan sebelumnya, aku belum pernah mendengar nama apartemen ini sampai dia menghilang. Aku mendapatkan informasi ini dari pihak kepolisian, mereka mengatakan bahwa di sinilah semua petunjuk terakhir ditemukan.” Jemari Tama terkulai, helai-helai rambut menjuntai lesu di antara jari-jarinya. “Aku sudah kehabisan cara, dan itulah alasanku memutuskan untuk tinggal di sini.”

“Lalu, apakah kamu menemukan sesuatu?” tanya Dion lagi.

Bibir Tama terbuka, tetapi sebelum sempat menjawab, menghentikan diri seketika. Sebagai gantinya, ia merogoh sakunya, mengeluarkan ponsel, lalu mengetik sesuatu di layar.

‘Tunanganku telah diculik oleh orang-orang yang tinggal di sini!’

Dion terperanjat membaca tulisan itu, tidak menduga percakapan ini akan mengarah ke hal semacam itu. “Bro, penculikan dan kehilangan adalah dua hal yang sangat berbeda.”

Tama memberi isyarat agar Dion diam. Ia membalikkan tubuh, memunggungi koridor, kemudian memiringkan ponselnya agar Dion dapat melihat. Saat matanya jatuh pada layar, pupil Dion perlahan membesar karena keterkejutan.

Ada pesan dari tunangan Tama di kotak masuk ponsel!

Isinya singkat, hanya dua kata ‘Tolong aku!’ Namun yang paling mengerikan adalah waktu pengirimannya, pukul dua dini hari.

“Seseorang yang seharusnya menghilang mengirimmu pesan darurat pada tengah malam?” Setelah keterkejutannya reda, Dion berusaha tenang. “Kalau begitu, mengapa kamu tidak melapor ke polisi? Bukankah ini bukti bahwa tunanganmu masih hidup?”

“Kamu mungkin sulit mempercayai apa yang akan kukatakan, tetapi aku menerima pesan ini setiap malam setelah lewat tengah malam, dan isinya selalu sama. Tapi hal yang paling aneh adalah setiap kali aku tertidur, pesan itu akan hilang begitu saja, seolah-olah tidak pernah ada.” Tama menunjuk kedua matanya yang memerah, “Untuk memastikan pesan ini tidak lenyap, aku belum memejamkan mata selama dua puluh empat jam.”

“Pesan itu akan menghilang setelah kamu tidur?” Dion mengulang dengan nada ragu, ini pertama kalinya mendengar fenomena seperti itu.

“Aku tahu kamu menganggapku gila, tetapi semua yang kukatakan adalah kebenaran.” Tama bersandar ke dinding untuk menopang tubuhnya, sementara ponselnya dimasukkan kembali ke saku. “Hal-hal yang lebih sulit dijelaskan pun terjadi padaku. Misalnya, barang-barang milik tunanganku tiba-tiba muncul di kamarku tanpa peringatan. Seakan-akan ia sedang berusaha mengingatkanku untuk mencarinya.”

Ketika mendengar kalimat terakhir, kelopak mata Dion berkedut. Berdasarkan pengalamannya beberapa hari terakhir, ia menduga tunangan Tama tidak benar-benar menghilang. Melainkan mengalami sesuatu yang lebih buruk, kematian tragis yang mengubahnya menjadi arwah gentayangan. Ia menghantui Tama, itu satu-satunya penjelasan logis, sejauh pria ini tidak berbohong.

“Tunanganku menghilang di sekitar gedung apartemen ini, dan hidupku telah berubah sejak menginjakkan kaki di sini. Percayalah, tempat ini terkutuk. Apartemen ini adalah sarang arwah-arwah jahat dan makhluk menyeramkan. Siapa pun yang terlalu dekat dengannya akan tertimpa malapetaka. Jadi pergilah, sebelum segalanya terlambat.” Kata-kata itu meluncur dari bibir Tama dengan napas tersengal. Sepertinya ia belum pernah berbicara sebanyak ini dalam waktu lama, hingga wajahnya tampak pucat pasi, seolah percakapan ini menguras seluruh tenaganya.

1
Gita
Membuat penasaran dan menegangkan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!