Punya tetangga duda mapan itu biasa.
Tapi kalau tetangganya hobi gombal norak ala bapak-bapak, bikin satu kontrakan heboh, dan malah jadi bahan gosip se-RT… itu baru masalah.
Naya cuma ingin hidup tenang, tapi Arga si om genit jelas nggak kasih dia kesempatan.
Pertanyaannya: sampai kapan Naya bisa bertahan menghadapi gangguan tetangga absurd itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora Lune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gue Sebel, Mit
Nayla dan Mita berjalan santai di sepanjang koridor kampus yang mulai ramai oleh mahasiswa lain. Suara langkah sepatu dan obrolan kecil terdengar di mana-mana, sementara matahari pagi menembus jendela besar, memantulkan cahaya ke lantai yang mengilap.
"Eh, Nay," panggil Mita sambil menatap temannya yang sibuk memainkan ujung rambutnya.
"Apa?" jawab Nayla tanpa menoleh.
Mita menyengir. "Gue pengen main ke kontrakan baru lo deh."
"Serius lo?" Nayla memutar badan sedikit. "Abis kuliah kan gue langsung kerja, Mit. Lo yakin mau nongkrong sendirian di sana?"
"Lah, gak apa-apa kali! Gue bisa nungguin."
Nayla menaikkan alis. "Nungguin gue kerja? Sendirian di kontrakan gue yang sepi itu?"
Mita langsung mengerutkan wajahnya. "Ehh... kalo dipikir-pikir, serem juga sih. Ntar kalo gue diculik gimana?"
Nayla tertawa ngakak sampai hampir nyenggol dinding. "Ya ampun, Mit, lo tuh siapa juga yang mau nyulik? Paling juga kucing liar lewat."
Mita pura-pura manyun. "Ya mana tau Nay, jaman sekarang banyak om-om genit."
"Oh ya? Jangan-jangan lo berharap om-om genit yang samping rumah gue itu lewat ya?" goda Nayla sambil nyengir.
Mita langsung ngakak. "Wkwk... ya kalo ganteng sih gak papa, Nay. Minimal diculik ke mall, bukan ke hutan."
"Dih, dasar! Lo tuh ya, kalo liat cowok ganteng dikit langsung gatel." Nayla memukul pelan lengan sahabatnya.
"Eh tapi serius," lanjut Mita, matanya berkilat penasaran. "Om samping rumah lo itu beneran seganteng yang lo bilang?"
"Siapa bilang gue bilang dia ganteng?!" Nayla langsung menatap tajam.
Mita menahan tawa. "Tuh kan! Baru juga ditanya, langsung defensif. Fix lo suka sama dia."
"Amit-amit!" Nayla menepuk dadanya dramatis.
"Gue suka sama dia? Duh, Mit, mending gue makan sambal satu toples daripada harus suka sama orang genit itu!"
Mita ngakak sampai-sampai beberapa mahasiswa yang lewat menoleh ke arah mereka. "Astaga Nay, lo tuh bener-bener deh, kocak banget!"
"Gue serius, Mit!" Nayla mencubit pelan lengan Mita. "Kemarin aja dia minta garam, terus semalem minta kacang hijau. Gue takut besok-besok dia minta harta gue sekalian!"
"Hahaha! Eh, tapi lo sadar gak, Nay... kalo dia sering nyari alasan buat ketemu lo?"
"Alasan? Apaan coba?" Nayla memutar bola matanya. "Minta garam, minta kacang hijau... next apa? Minta jodoh?"
Mita terbahak-bahak sampai tepuk paha. "Nah, kalo yang terakhir gue setuju sih. Lo berdua cocok tau!"
"MITAAA!" Nayla menatapnya gemas. "Lo tuh pengen gue stroke gara-gara om genit itu ya?"
Mereka terus berjalan sambil tertawa, saling lempar ejekan, membuat suasana koridor kampus jadi lebih hidup. Di tengah kesibukan mahasiswa lain yang terburu-buru masuk kelas, dua sahabat itu masih saja bercanda seperti anak kecil.
"Udah ah, Nay," kata Mita akhirnya. "Cepetan masuk kelas, nanti dosen killer dateng, lo bisa kena semprot lagi."
"Tenang aja, gue udah siap mental," ucap Nayla sambil menepuk dadanya bangga. "Yang penting gue gak ketemu om genit pagi ini, mood gue aman!"
Mita nyengir. "Eh, lo yakin? Siapa tau pas lo pulang nanti, dia nongol lagi minta cabe."
"JANGAN NGERAMAL, MIT!" Nayla langsung teriak, dan mereka berdua pun tertawa keras sambil melangkah masuk ke kelas.
Nayla dan Mita akhirnya sampai di depan kelas setelah berjalan cukup jauh dari taman kampus. Ruangan sudah mulai terisi beberapa mahasiswa lain yang sibuk membuka buku, ada juga yang asyik ngobrol sambil ngemil. Nayla menarik kursi di barisan tengah dan duduk, diikuti Mita yang langsung menempati kursi di sebelahnya.
"Capek banget ya, Mit. Udah jalan jauh jauh ke kelas, jangan-jangan dosennya gak dateng lagi nih," ucap Nayla sambil menjatuhkan tubuhnya di kursi dengan gaya lemas.
Mita tertawa pelan. "Gue juga mikir gitu, Nay. Kayaknya sia-sia deh kita buru-buru tadi. Biasanya kalo dosen itu udah lewat lima belas menit, dia auto batal."
"Ya ampun, bener-bener... harusnya gue lanjut sarapan nasi uduk aja tadi, bukan lari kayak atlet nasional gini," keluh Nayla sambil mengibas-ngibaskan kertas untuk mengusir rasa panas.
Belum sempat mereka lanjut ngobrol, ponsel Nayla tiba-tiba bergetar di dalam tasnya. Suaranya cukup keras sampai Mita refleks menatap ke arah Nayla.
"Wih, siapa tuh nelpon pagi-pagi gini?" goda Mita. "Jangan-jangan om genit samping rumah lo?"
Nayla langsung manyun. "Ih, apaan sih! Mana mungkin dia." Ia buru-buru merogoh tasnya dan mengeluarkan ponsel. Saat melihat nama di layar, wajahnya langsung berubah lembut. "Oh, Tara yang nelpon."
Ia pun menekan tombol hijau dan mengangkat telepon.
"Halo, Tar. Kenapa?" suaranya terdengar lembut, penuh kehangatan.
"Kak, kakak lagi di mana?" tanya suara manja Tara dari seberang.
"Kakak lagi di kampus, dek. Emangnya kenapa?" jawab Nayla sambil tersenyum kecil.
"Aku lagi libur sekolah, kak. Aku liburan di sana aja yaa," ucap Tara riang.
Nayla langsung mendesah pelan, "Hah, di sini? Emang kamu udah izin sama ibu sama ayah?"
Terdengar suara kikikan kecil di ujung telepon. "Hehehe... aku sih belum izin."
Nayla langsung geleng-geleng kepala sambil tersenyum tak percaya. "Ya ampun, Tara. Izin dulu sana. Nanti kalau udah dibolehin, baru kabarin kakak, ya. Jangan main kabur gitu, nanti ibu panik."
"Baik, kak Nayla! Nanti aku kabarin lagi, ya!" sahut Tara semangat.
"Oke, sayang. Hati-hati ya di rumah," ucap Nayla sebelum menutup teleponnya.
Setelah panggilan berakhir, Nayla menaruh ponsel di atas meja dan menatapnya beberapa detik sambil menghela napas panjang. "Tara, Tara."
Mita menatap Nayla dengan ekspresi penasaran. "Si Tara mau liburan ke sini? Wah, seru dong! Nanti gue bisa ketemu dia juga."
"Seru apanya, Mit," jawab Nayla sambil nyandarin kepala di meja. "Kalo dia beneran ke sini, bisa-bisa gue malah jadi baby sitter dadakan. Dia tuh aktif banget, bisa bikin kontrakan gue jadi taman bermain."
Mita ngakak. "Yaudah lah, mumpung masih muda, anggap aja latihan jadi ibu rumah tangga."
Nayla langsung menegakkan kepala dan menatap sahabatnya tajam. "MITA! Lo jangan mulai lagi ya ngomong soal om genit itu!"
"Wkwkwk! Gue gak nyebut nama siapa-siapa loh!"
"Udah jelas maksudnya!" Nayla memukul lengan Mita pelan, membuat mereka berdua tertawa keras hingga beberapa teman sekelas menoleh sambil tersenyum geli.
Mita menutup mulutnya, berusaha menahan tawa. "Sssst... Nay, jangan ketawa keras-keras, ntar dikira kita gila karena dosen gak dateng."
"Biarin, Mit. Gila karena nunggu dosen gak salah kok," ucap Nayla santai sambil memainkan pulpen di tangannya. "Yang salah itu... kalo gue tiba-tiba gila gara-gara tetangga genit yang muncul di pikiran setiap hari."
Mita menatap Nayla geli. "Tuh kan, akhirnya lo nyebut juga!"
"Udah ah! Gue gak mau ngomongin dia lagi," ucap Nayla cepat, pipinya sedikit memerah. "Mending kita berdoa aja biar dosen gak dateng."
"Aamiiin!" sahut Mita cepat, dan mereka pun saling tatap lalu tertawa bersamaan.
Suasana kelas yang tadinya hening pun seketika jadi lebih ceria karena dua cewek yang tak pernah kehabisan bahan bercanda itu.