NovelToon NovelToon
Hadiah Terakhir Dari Ayah

Hadiah Terakhir Dari Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:579
Nilai: 5
Nama Author: GoodHand

Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.

Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.

Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.

Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16. Upacara Pesta Panen

Pagi - pagi sekali, Kanjeng Gusti bersama keluarga juga paea abdi dalem sudah datang ke tanah lapang yang biasa mereka pergunakan sebagai tempat berkumpul jika ada kegiatan desa.

Mereka tampak rapi dengan balutan kebaya dan jarik untuk para wanita dan beskap untuk para pria. Semua mata kini tampak tertuju pada pasangan baru di desa mereka yaitu Raden Mas Mahesa dan Raden Ayu Anaya yang tampak begitu serasi.

Hampir semua orang memuji pasangan suami istri baru itu. Pria tampan dan gagah bersanding dengan wanita cantik dan anggun, sungguh perpaduan yang sempurna dari segi fisik, wajah dan penampilan.

Acara pesta panen dimulai dengan upacara syukuran untuk mengungkapkan rasa syukur atas panen raya yang begitu belimpah tahun ini.

Berbagai macam hasil bumi sudah di susun seperti tumpeng raksasa. Ada kurang lebih enam tumpeng raksasa yang di buat dan di letakkan di tengah - tengah mereka.

Kanjeng Gusti, di bantu dengan abdi dalemnya memulai upacara tersebut. Mereka memulai ritual dengan sesaji lengkap dengan doa dan harapan yang di ucapkan dalam bahasa krama inggil.

Raden Mas Mahesa dan Raden Madana kemudian di minta untuk melarung sesaji yang di gunakan di sungai yang ada di desa mereka.

Kedua kakak beradik itu pun segera berangkat diikuti beberapa orang abdi dalem yang membawa tampah berisi sesaji. Sesampainya di sungai, Raden Mas Mahesa pun memimpin ritual untuk melarung sesaji yang mereka bawa.

Setelah ritual pembukaan selesai dan dua Raden sudah kembali ke lapangan, para peserta upacara ritual pesta panen itu di minta untuk duduk melingkar dan berkelompok. Terdiri dari delapan hingga sepuluh orang di setiap kelompok.

Para panitia acara kemudian mulai membagikan satu tampah berisi nasi yang lengkap dengan lauk pauk juga sayuran yang menggugah selera. Para panitia menyiapkan kurang lebih lima puluh tampah untuk di bagikan dan di nikmati bersama.

Setelah doa bersama selesai, mereka mulai menyantap hidangan yang sudah di sediakan dengan suka cita. Riuh rendah dan gemuruh tawa menemani sarapan bersama mereka kali itu. Suasanya yang pasti akan selalu di rindukan mereka yang pernah hadir dalam acara pesta panen desa Tirto wening.

Di sana, Raden Mas Mahesa pun duduk berkelompok bersama Raden Ayu Anaya, kanjeng Gusti, Gusti Ayu, Raden Madana dan juga Raden Ajeng Meshwa.

Tak ada perbedaan antara mereka dengan abdi dalem juga warga desa. Semuanya sama, mulai dari menu makanan, tempat makanan hingga alas tempat mereka duduk. Mereka semua tampak lahap memakan makanan yang disediakan.

"Mau itu, Dek Ayu." Pinta Raden Mas Mahesa yang menunjuk makanan di tangan Anaya.

Tanpa basa - basi, Anaya kemudian menyuapkan nasi, urap bunga turi dan ayam bakar yang ada di tangannya.

"Bilang aja minta di suapin. Dasar tukang pamer kemesraan. Romo, Ibu, lihat tuh anak pertamamu yang tukang pamer." Gerutu Raden Madana.

"Namanya juga sudah punya istri, wajar kalau ingin di manja." Jawab Kanjeng Gusti.

"Tapi ya gak di depan umum juga kali." Timpal Raden Ajeng meshwa.

"Sudah - sudah, jangan ribut. Makanya kalian juga nikah, kalau mau mesra - mesraan kayak Raden Mas dan Raden Ayu." Sahut Gusti Ayu.

Raden Mas Mahesa sendiri menatap ke arah dua adiknya sambil menaik turunkan alis, meledek Raden Madana dan Raden Ajeng karna ia di bela oleh kedua orang tuanya.

"Aaa lagi, Dek Ayu." Ujar Raden Mas Mahesa yang malah sengaja memanas - manasi kedua adiknya.

"Raden Mas ini usil sekali ke adik - adiknya." Kata Anaya sambil menyuapkan makanan ke mulut suaminya.

Ritual upacara pagi itu pun di tutup dengan arak - arakan enam tumpeng besar yang sudah di siapkan. Suasana begitu riuh kala arak - akan mereka melintasi beberapa desa tetangga.

"Kamu bahagia sekali, Dek Ayu." Ujar Raden Mas Mahesa sambil mengusap kepala istrinya yang sedari tadi selalu mengukir senyum indahnya.

"Pastilah, Kang Mas. Siapa yang gak bahagia berada di tengah - tengah acara besar seperti ini. Lihatlah bagaimana antusias warga desa lain yang berdiri di pinggir jalan untuk melihat arak - arakan tumpeng raksasa." Ujar Anaya.

"Kamu gak capek jalan jauh gini pake sendal tinggi gitu? Kalau kakimu lecet, gimana?." Tanya Raden Mas Mahesa yang khawatir.

"Capek sih, tapi aku gak bawa sendal trepes." Sahut Anaya.

"Mau naik delman dengan Ibu dan Romo?." Tawar Raden Mas Mahesa.

"Enggak, kita jalan saja sama yang lain. Lagi pula Raden Madana dan Raden Ajeng Meshwa juga jalan tuh." Kata Anaya.

Raden Mas Mahesa kemudian meraih ponselnya dan mengirim pesan pada dua asistennya yang sebenarnya juga berada dalam arak - arakan itu.

Tak lama kemudian, Jaka datang menghampiri dengan membawa sendal jepit yang ia beli di salah satu warung yang mereka lewati.

"Eh, ya ampun! Sempet - sempetnya beli sendal jepit segala. Terima kasih ya, Jaka." Kekeh Anaya saat Jaka memberikan sendal itu padanya.

"Raden Mas yang minta. Njih, sami - sami, Raden Ayu." Jawab Jaka sebelum pergi dengan membawa sendal Anaya.

"Matur suwun njih, Kang Mas." Ucap Anaya pada suami yang sedari tadi terus melingkarkan tangan di pinggang rampingnya.

"Sami - sami, Sayangku." Jawab Raden Mas Mahesa yang terus bersiaga agar Anaya tak terhimpit orang - orang yang mengikuti arak - arakan.

Setelah selesai mengarak tumpeng raksasa. Warga kemudian menggerebeg tumpeng raksasa itu ketika mereka sampai kembali di lapangan.

"Astaghfirullah!." Seru Anaya yang kaget karna tiba - tiba di gerudug masa yang sedang berebut.

Raden Mas Mahesa yang terlambat membawa istrinya menyingkir itu, hanya bisa mendekap istrinya agar tak tertabrak orang - orang yang berlarian untuk berebut makanan, kue, sayuran dan hasil bumi lain.

Raden Mas Mahesa kemudian menggendong istrinya untuk menepi, menghindari masa yang masih menggerebeg tumpeng.

"Kamu gak apa - apa, Dek Ayu?." Tanya Raden Mas Mahesa sambil menelisik tubuh istrinya.

"Gak apa - apa, Kang Mas." Jawab Anaya.

Namun wajahnya seketika berubah panik saat melihat punggung tangan Raden Mas Mahesa yang berdarah.

"Astaghfirullah, Kang Mas ini kenapa?." Tanya Anaya yang memegangi tangan suaminya.

"Sepertinya tergores bambu penyangga tumpeng di sebelah kita tadi waktu warga berebut." Jawab Raden Mas Mahesa.

"Gak apa - apa, Dek Ayu, hanya tergores saja." Raden Mas Mahesa berusaha menenangkan istrinya yang khawatir.

"Cuma? Ini sepertinya dalam, darahnya banyak. Memangnya gak nyeri? Pasti ini nyeri." Kata Anaya sambil membalut tangan suaminta menggunakan selendangnya.

"Acaranya sudah selesai kan? Ayo kita izin pulang, Raden Mas. Kita segera obati luka di tanganmu." Ujar Anaya sambil menari tangan Raden Mas Mahesa menuju ke tempat Romo dan Ibunya berada.

Setelah berpamitan, mereka berdua segera kembali ke rumah. Anaya pun segera menhobati punggung tangan suaminya.

"Butuh di jahit tidak ya, Kang Mas." Ujar Anaya setelah melihat luka itu.

"Gak perlu, Sayang." Ujar Raden Mas Mahesa yang sebenarnya menahan rasa ngilu.

"Ini dalam, darahnya saja gak mau berhenti.." Kata Anaya.

Wanita ayu itu kemudian beranjak mencari abdi dalem yang ada di rumah mereka dan meminta untuk di panggilkan Pak Mantri.

Salah satu dari mereka pun kemudian menyusul Pak Mantri dan membawanya ke kediaman Raden Mas Mahesa.

Seperti dugaan Anaya, punggung tangan Raden Mas Mahesa ternyata perlu di jahit karna luka yang cukup dalam hingga membuat tangan Raden Mas terasa seperti kebas.

"Tuh kan, aku bilang juga apa. Lukamu perlu di jahit. Pasti sakit kan?." Kata Anaya sambil memandangi tangan suaminya yang dibalut perban.

"Gak apa - apa. Sudah gak sakit lagi, yang penting kamu gak terluka." Jawab Raden Mas Mahesa.

"Terima kasih karna selalu menjagaku, Sayang." Ucap Anaya sambil mengecup punggung tangan suaminya yang berbalut perban.

"Wah, sakitnya langsung hilang karna di panggil Sayang." Kekeh Raden Mas Mahesa yang menular pada Anaya.

1
FDS
Bagus, berlatar di desa. alurnya juga menarik
Codigo cereza
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
GoodHand: terima kasih
total 1 replies
riez onetwo
Mupeng
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!