NovelToon NovelToon
Lorenzo Irsyadul

Lorenzo Irsyadul

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri
Popularitas:352
Nilai: 5
Nama Author: A Giraldin

Seorang pria bernama Lorenzo Irsyadul, umur 25 tahun hidup seorang diri setelah ibunya hilang tanpa jejak dan dianggap tiada. Tak mempunyai ayah, tak mempunyai adik laki-laki, tak mempunyai adik perempuan, tak mempunyai kakak perempuan, tak mempunyai kakak laki-laki, tak mempunyai kerabat, dan hanya mempunyai sosok ibu pekerja keras yang melupakan segalanya dan hanya fokus merawat dirinya saja.

Apa yang terjadi kepadanya setelah ibunya hilang dan dianggap tiada?

Apa yang terjadi kepada kehidupannya yang sendiri tanpa sosok ibu yang selalu bersamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A Giraldin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 16: Playground

Satu ruangan ... 6 ranjang ... terisi penuh. Awal biasa saja, tengah malam atau pukul 24.00 hal yang aneh terjadi. Lorenzo memasang pose ketakutan, Liliana memasang pose normal, Barto kaki kiri di keataskan, Xerphone kaki kanan di keataskan, Zero hormat dengan tangan kanannya, dan Jason tangan kirinya mengepal nyamuk yang mengganggunya.

Entah apa yang terjadi, pada pagi hari, tiba-tiba ... kembali normal atau semuanya cosplay Liliana. Pukul 06.00 pagi semuanya bangun. Lorenzo bangun pertama, dilanjutkan Zero, Liliana, Barto, Xerphone, dan diakhiri Jason.

Membereskan kasur masing-masing tanpa melakukan pembicaraan. Pergi ke meja makan dapur secara teratur. Paling depan Liliana, lalu ke belakang Zero, Barto, Xerphone, Jason, dan paling belakang Lorenzo.

Dapur terlihat di meja makan tak ada apa-apa dan semuanya duduk di situ. Lorenzo langsung membuka pembicaraan dengan bertanya kepada Liliana. “Liliana, kapan kita makan?”

Ia berpikir sebentar. “Siapa yang memasak hari ini?” tanyanya kepada mereka berempat.

Jason menjawab. “Aku saja.” Barto mendesak. “Tentu saja aku.” Jason yang tidak mau kalah ikut mendesak. “Makanan itu harus dimasak oleh koki. Koki di sini adalah aku jadi, duduk saja, para pemakan.”

Zero langsung membalas fakta kecil yang diucapkan oleh Jason. “Kalau begitu, Jason pemenangnya dan ... semua orang itu diperbolehkan masak. Benar bukan, Komandan?”

“Kau benar sekali. Jason, masakkan aku makanan yang seperti biasa!” mohonnya kepadanya dengan bintang-bintang kuning kecil menyinari tubuhnya.

Sosoknya yang terlihat anggun serta hanya bisa dilihat olehnya, membuatnya sedikit meneteskan air mata dan dengan cepat langsung masak. “Serahkan ...” memotong bahan-bahan memasak kayak tomat, paprika, wortel, kol, bawang merah, bawang putih, dan seledri dengan cepat. “Semuanya...” memasukkan semuanya ke panci berisi air mendidih. “Padaku.”

Dengan cepat, sup sudah selesai. Biasanya lima mangkuk, karena ada satu anggota baru, mangkuk menjadi enam buah. Mangkuk-mangkuk yang berisi sup enak dan lezat itu sudah tersedia di masing-masing tempat duduk termasuk tempat duduknya juga.

Setelah semuanya duduk, budaya Jepang yang biasa ia katakan saat makan bersama ibunya, terdengar dengan baik ke kedua telinga masing-masing. “Ittadakimasu!” serunya cukup kencang.

Tatapan terkejut mengarah kepadanya dan Liliana malah ikutan mengatakannya dengan posisi tangan sama sepertinya. “I-ittadakimasu.” Pose dingin serta lucu terlihat jelas sampai membuat wajah 3 anggota dan wakil komandan memerah hebat.

“I-ITTADAKIMASU!!” seru mereka kencang.

Mereka semua menikmati makanan dengan ekspresi yang berbeda-beda. Lorenzo tersenyum kecil, Jason sok keren, Barto sok kritikus makanan, Xerphone tersenyum lebar, Zero teliti, dan Liliana anggun.

Semua mata terus fokus ke Liliana, kecuali Lorenzo. Bagaimana mungkin tidak fokus? Helaian rambut sisi kanan ia ke belakang telinga kanannya, bibirnya meniup makanan panas di atas sendok, menyedotnya, dan itu semua terlihat sangat anggun dan cantik.

Liliana yang menyadari hawa tidak enak, menatap semuanya dengan mata dingin dan membuat semuanya ketakutan. Mereka berempat fokus makan seperti Lorenzo. Liliana hanya fokus melihat Lorenzo saja yang makan dengan santai tanpa memedulikan lingkungan sekitarnya, seperti dirinya masuk ke dalam dunia permakanan.

Ia melihat sambil lanjut makan terus. Selesai makan-makan, Barto menyuci mangkuk di wastafel dan diletakkan kembali di rak piring. Televisi tabung yang mati dinyalakan oleh Zero. Channel longsor di Broklyn, kebakaran di Ukraina, wabah penyakit DBD di Mongolia, dilihat oleh semuanya.

Selesai menonton berita dan karena hanya ada berita itu-itu saja, Lorenzo langsung mencairkan suasana dingin tanpa adanya pembicaraan sedikitpun ini. “Oh iya, hari ini mulai tugas pertamaku kah?”

Liliana langsung menjawabnya tanpa ekspresi. “Tentu saja. Pertama, dua hal dulu mungkin ya. Zero, bisa ambilkan dua hal yang sudah kau siapkan kemarin!” perintahnya kepadanya.

Zero tersenyum kecil. “Ya,” jawabnya singkat sambil berjalan menuju tempat ia menyimpan dua hal yang harus dikerjakan oleh Lorenzo.

Sebuah peta Brokllyn dan Pensil Joyko 2B warna hitam terletak di atas meja. Peta Broklyn yang awalnya ditutup oleh tali merah langsung dibuka oleh Zero. Tanpa kembali ke posisi semula, peta ini memperlihatkan semua wilayah yang ada di kota Broklyn dengan sangat rinci.

“Woaah,” pukaunya saking kagumnya akan peta Broklyn. “Nama peta ini Broklyn dan seperti dugaanku, aku dari Jepang direinkarnasi ke Amerika, Broklyn. Sekarang, apa yang harus ku lakukan, Liliana?” tanyanya kepadanya dari pandangan melihat peta menjadi melihat Liliana.

Liliana dengan masih tetap tanpa ekspresi langsung menjawab pertanyaannya. “Jawabannya adalah peta. Karena Widlie mantan Secret detektif dan kemampuannya yang masih ada, harusnya kau bisa menemukan 10 tempat yang sudah kau lihat kemarin kan, Lorenzo!” tatapnya tajam seakan-akan percaya kepadanya.

Ia sedikit tercengang, mengembuskan napas pelan, dan langsung tersenyum kecil untuk membalas tatapannya itu.”Ya, harusnya aku bisa. Peta dan pensil. Tugas pertama adalah melihat peta, dan tugas kedua adalah menandai 10 tempat dengan pensil yang ada di peta. Seperti itu kah!” serunya kepadanya.

“Ya, kau benar sekali,” jawabnya kepadanya. “Kalau begitu, silakan nikmati waktumu. Lalu, ruang komputer hanya sebagai petunjuk, walau sudah disiapkan, itu hanya gambar. Fisik dan non fisik, kau mengerti perbedaannya bukan?”

“Aku mengerti. Kalau begitu, aku akan menyelesaikan ini dengan cepat,” ucapnya dengan penuh rasa percaya diri yang tinggi.

Liliana hanya menundukkan kepala kecil berulang kali. “Bagus, bagus, bagus. Kalau begitu, ada yang harus aku dan mereka berempat lakukan. Fokus ke pekerjaanmu ya, Lorenzo! Kalau sudah menemukan tempat-tempatnya, langsung datangi saja.”

Ia mengeluarkan banyak sekali kantong kecil warna coklat. “10 kantong ini berisi 1.000$ satunya, berarti 10.000$ jumlah seluruhnya. Gunakan dengan bijak dan ya, kembalilah kesini kalau sudah selesai akan sepuluh tugasmu itu. Hotel untuk menginap? Tenang saja, katakan saja “D.A.E.” kau akan mendapatkan kamarmu di hotel manapun itu.”

“Makanan dan minuman, sama saja. Jadi, bawa dua hal ini dalam penjelajahanmu ya. Ingat juga, malam hari saja kau harus bekerja. Siang hari cukup awasi saja. Karena malam hari tidak banyak orang, itu adalah waktu yang cocok.” Ia bangkit dari duduknya dibarengi mereka berempat.

“Bye, bye, semangat kerjanya.” Ia mengatakannya sambil berjalan terus menuju ruangan yang lebih dalam lagi dari ruang komputer dan kamar tidur.

Setelah dirinya ditinggalkan, ia hanya tersenyum kecil. “Aku mengerti.” Ia mengambil semua uang yang diberikan olehnya kepadanya serta menyimpannya di saku kanan celananya. “Waktunya untuk bekerja.” Semangat membara di dalam dirinya.

Peta bagian kanan terlihat bangunan-bangunan berupa toko swalayan, pedesaan, dan perkotaan. Bagian tengah terlihat seperti pusat perbelanjaan serta hiburan, dan bagian terakhir atau bagian kiri terlihat bangunan-bangunan random yang terlihat tua atau terbengkalai.

Fokusnya ke bagian tengah. Tengah bagian atas yang bisa ia lihat hanyalah pusat perbelanjaan kecil kayak pasar. Nama-nama aneh seperti Toyota, shibu, kyoro, amegatsu, chikara, hanma, dan vokado terlihat dengan jelas. Warna merah berarti pusat perbelanjaan. Warna merah terdiri dari tiga bagian, yakni kecil, sedang, dan besar.

Kecil berarti pasar, sedang berarti supermarket atau market-market yang cukup terkenal, dan besar berarti mall-mall besar yang terkenal kayak Mayasari, Transmart, dan sebagainya.

Fokusnya ke sedang dan akhirnya ia menemukan tempat pertama yang ia cari. Cara itu ia lakukan lagi dan akhirnya semua tempat berhasil ia temukan dan ia tandai.

Tanpa membawa ransel atau apa dan hanya berbekalkan peta, pensil, dan 10 kantong kecil berisi uang 10.000$ ia berangkat menuju satu persatu tujuan. Tujuan pertama ... playground atau taman bermain. Lebih tepatnya ... bukan taman bermain, tapi kebalikan.

“Taman bermain itu adalah tempat anak kecil. Orang-orang jahat menurutku suka yang lebih dewasa, jadi taman atau garden atau ground, bisa diartikan juga sebagai wanita.” Sebuah fakta berhasil ia pecahkan.

Terlihat dirinya sedang berdiri di tengah-tengah tempat yang cukup mengerikan. “Taman bermain wanita, artinya ... tempat para pelacur berada. Malam hari ... mungkin ini maksud Liliana ya.”

“Pemandangan mengerikan ini, harus segera ku selesaikan. Tempat paling tengah di Broklyn...” sebuah tempat dalam ingatannya muncul.

Campuran segala warna tercampur di situ dengan warna alami pink atau merah muda. Nama tempat itu adalah Playground atau dalam bahasa orang dewasa artinya wanita pelacur.

“Playground ... sisanya, sepertinya ada di sini semua ya!”

Ia berjalan menuju tempat yang sudah ditandai. Malam hari pukul 20.00, sesuatu yang hebat akan terjadi.

Bersambung...

1
Siti H
tadi matanya dicongkel, kenapa masih bisa terbuka, Thor?

Tulisanmu bagus, Loh... semoga sukses ya...
ayo, Beb @Vebi Gusriyeni @Latifa Andriani
Kaginobi: siap 😁
Siti H: aamiin..
tetap semangat...
total 5 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!