NovelToon NovelToon
Gara-gara Buket Bunga

Gara-gara Buket Bunga

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: hermawati

Disarankan membaca Harumi dan After office terlebih dahulu, agar paham alur dan tokoh cerita.


Buket bunga yang tak sengaja Ari tangkap di pernikahan Mia, dia berikan begitu saja pada perempuan ber-dress batik tak jauh darinya. Hal kecil itu tak menyangka akan berpengaruh pada hidupnya tiga tahun kemudian.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nasihat Rekan Kerja

Sandi bernapas lega, begitu kakinya menjejak ke dalam elevator. Namun kelegaannya hanya sekejap, karena dirinya yang ternyata salah masuk. Saking buru-buru nya dia asal masuk. Padahal Elevator yang dinaikinya, khusus petinggi perusahaan. Hendak keluar, tapi pintu sudah terlanjur tertutup.

Sialnya CEO dan dua orang bawahnya sedang berada di dalam sana.

"Sepertinya kardusnya berat, kenapa tidak kamu taruh dulu?" Tanya laki-laki dengan postur paling tinggi, tak lain adalah Dimas.

"Ini pak, saya salah masuk lift. Maaf tadi saya buru-buru dan nggak lihat dulu." Sandi merasa sungkan.

"Tidak apa-apa, kan tidak sengaja." Sahut Dimas sambil tersenyum. "Tapi ngomong-ngomong apa isi kardus itu?" Tanyanya.

Sandi menunduk melihat ke arah kardus berwarna cokelat yang diangkatnya. "Ini oleh-oleh dari Jogja." Jawabnya.

"Kamu liburan?"

"Iyaa ... Pakk!" Sandi benar-benar merasa tak nyaman, apalagi sedari tadi sekertaris CEO menatapnya tajam. Rasanya bulu kuduknya berdiri. "Emmm ... Maaf Pak Jaka, kalau boleh saya mau nitip buat Mbak Mia." Katanya Ragu.

"Buat Mia doang! Buat Saya nggak nih?" Tanya asisten CEO, yang tak lain adalah Aryan.

"Ada kok pak, nanti waktu rapat saya akan bawa naik." Sandi ingin sekali segera enyah dari sini. Tapi elevator, jalannya seolah lambat sekali.

"Ada serabi, nggak San?" Tanya Dimas penuh harap.

"A ... Ada pak." Katanya terbata.

"Boleh tuh, saya mau dong!" kata Dimas.

Belum sempat menyahut, pintu elevator terbuka. "Nanti saya bawa sewaktu rapat, pak! Saya turun duluan, selamat pagi." Sandi menundukkan kepalanya dan segera enyah dari sana.

Mimpi apa semalam, bisa satu tempat sempit dengan ketiga lelaki itu. Benar-benar apes pagi ini.

"Wey ... Oleh-oleh nih." Seru Haris yang berjalan dari arah toilet.

"Iya Mas." Sahut Sandi dengan cengiran khasnya.

Keduanya berjalan masuk ke arah work station. Formasi sudah lengkap, Sandi datang paling akhir.

"Oleh-oleh lagi guys! si bungsu jalan-jalan Mulu nih!" Haris sedikit berteriak, guna menarik perhatian rekan-rekannya.

"Dari mana lagi, San?" Tanya Indah seraya bangkit dan menghampiri meja terpisah, yang biasa digunakan untuk menaruh barang-barang random.

"Jogja, Mbak!"

"Ada Udang krispi nggak San?" Tanya Ringgo.

"Ada dong, bang!" Sahut Sandi. "Emmm tadi tuh ..." Dia sedikit ragu menceritakan pada rekannya.

"Tadi apaan?" Tanya Arka, staf keuangan pengganti Raisa. Dia bergabung sejak dua setengah tahun lalu dengan divisi ini.

Sandi menceritakan kejadian beberapa menit yang lalu, bukannya iba. Mereka malah menertawakannya. Sementara Sandi hanya memanyunkan bibirnya, sebal.

"Ya entar Lo bawain aja, sekalian rapat." Kata Indah, setelah puas tertawa.

"Warna pintu aja udah beda jauh, bisa-bisanya Lo nggak bisa bedain." Timpal Haris.

"Lo buta warna apa gimana?" Tanya Willy.

"Aku tuh buru-buru Bang." Sandi membela diri.

"San, ini di Tote bag item punya siapa? Emang sengaja Lo pisahin, ya? Buat siapa?" Tanya Indah.

"Itu buat Mbak Mia." Jawab Sandi.

Indah sedikit mengintip, "ini mah, kesenangannya Mia. Tau aja Lo!"

Sandi tak langsung menjawab, mungkin nanti ketika jam makan siang. Dia akan menceritakan pada Indah soal Ari.

Teman satu divisinya telah mengambil jatah masing-masing, menyisakan untuk CEO dan asistennya. Juga untuk divisi sebelah dan Mak Jum yang biasa bertugas di sana.

***

Sandi dan dua rekan satu divisinya, baru saja selesai mengikuti rapat. Tepat saat ham makan siang tiba.

Seperti katanya tadi, dia menitipkan oleh-oleh pada Jaka suami Mia. Juga pada Dimas dan Aryan. Kebetulan, saat dirinya masuk ke ruangan CEO ada Rumi yang sedang datang berkunjung guna mengantarkan makan siang.

"Jadi kamu dari Jogja, ya?" Tanya Rumi, yang memintanya duduk di sofa.

"Iya, Mbak!" jawab Sandi sungkan.

"Udah lama banget, aku nggak ke Jogja. Padahal aku kangen pengen nengok adik sahabat ku yang tinggal di sana. Tapi suamiku terlalu sibuk." Rumi sengaja menyindir suaminya, yang sedang menikmati serabi.

"Sayang ..." Panggil Dimas. "Aku sibuk, kamu kan tau."

"Iya, tapi aku kangen Angga. Udah lama aku nggak ketemu dia." Rumi tak mau kalah.

Ada tanya dibenak Sandi mendengar nama 'Angga'. Apa mungkin Rumi mengenal Angga?

"Lain kali kalau aku senggang, atau Angga aja yang suruh ke Jakarta aja." Usul Dimas.

"Aku pengen kulineran di sana."

Sandi jadi merasa tak enak, mendengar perdebatan CEO dan istrinya. Untungnya ponselnya berdering, sehingga ini menjadi alasannya untuk enyah dari sana.

Dia bernapas lega, begitu keluar dari ruangan CEO. Rasanya serba salah.

"Sandi, ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu." Kata Jaka berdiri dari kursinya. Kebetulan dia hanya sendiri, rekannya sedang ke toilet.

"Bicara apa pak? Apa ada laporan saya, yang salah?" Sandi sedikit takut membuat kesalahan. Selama sebulan bekerja di sana, dia pernah sekali kena tegur sekertaris CEO gara-gara typo satu huruf.

Jaka mengajaknya melangkah menuju elevator. "Kalau boleh tau, kemarin kamu ke Jogja sama siapa?" Tanyanya.

"Sama teman, pak!" Jawab Sandi.

"Apa dengan Ari?" Jaka menerka.

"Kok tau, pak!" Sandi tak menyangka.

"Sudah saya duga." Gumam Jaka. "Saya cuma mau peringatkan kamu untuk berhati-hati dan jangan terlalu dekat." Katanya. "Sebenarnya saya tidak terlalu peduli pada kamu, tapi istri saya berkali-kali meminta untuk menjaga kamu di kantor."

Sudah dua orang yang memberikan peringatan padanya. Sebenarnya ada apa dengan Ari?

"Satu hal yang harus benar-benar kamu ingat." Jaka menatap ke sekelilingnya. "Jangan pernah menyebut nama 'Ari' di depan Pak Dimas dan Bu Rumi. Ngerti kamu! Itu pun kalau kamu masih betah kerja di sini."

Setelah mengatakannya, Jaka mempersilahkan Sandi untuk segera memasuki pintu elevator.

Sepanjang jalan, Sandi hanya bisa melamun sambil terus memikirkan maksud perkataan dari Jaka. Dia jadi penasaran. Apa mungkin dia perlu bertanya pada Mia atau bertanya langsung pada Ari?

Begitu pintu terbuka, Indah muncul dari sisi kanan elevator dengan membawa mukena yang sudah dilipat. "Pas banget Lo turun, makan siang yuk!" ajak Indah.

Tadi pagi Indah mengiriminya pesan, yang berisi menu bekal. Kebetulan menu tersebut adalah salah satu makanan favorit Sandi. Jadi hari ini Indah membawa lebih bekalnya.

Indah yang dulu dikenal judes, perlahan tapi pasti menjadi ramah pada sesama rekan kerjanya.

Keduanya sering menghabiskan waktu bersama ketika jam makan siang atau lembur pagi sembari sarapan. Saling curhat, sudah menjadi hal biasa. Walau ada batasan cerita.

Sandi sudah menceritakan tentang kesepakatannya dengan Ari, walau Sandi tak sampai menyebut nama lelaki yang dia maksud.

"Kalau kata gue, Lo mesti waspada aja. Logika Lo harus jalan, meskipun Lo suka sama itu cowok." Indah menasehati, begitu Sandi menceritakan tentang peringatan tetangga kamar kosnya dan juga dari suami temannya.

"Aku kan cuma main-main doang, mbak! Nggak mau serius juga. Lumayan kan, perasaanku terbalas."

"Tapi kalau Lo kayak gitu, patah hatinya bakal lebih sakit dibandingkan waktu Lo dikhianati sama mantan dan adik kandung Lo."

Sandi sadar akan hal itu, tapi mau bagaimana lagi. Dia sudah memiliki perasaan itu selama tiga tahun lamanya. Walau mereka baru bertemu lagi beberapa pekan kebelakang. Tapi tetap saja, Sandi merasa bahagia.

"Jangan biarkan perasaan mengalahkan logika, inget! Lo itu sendirian di sini, nggak ada saudara yang bisa Lo jadiin sandaran. Jadi jangan patah hati dan pada akhirnya ingin mengakhiri hidup." Indah menasihati. "Kalau kata gue, mending Lo fokus kerja aja. Kumpulin duit sebanyak-banyaknya. Jaman sekarang kalau mau bahagia, kita mesti banyak duit. Orang menganggap kita kalau kita banyak duit." Sambungnya.

Apa yang dikatakan Indah, memang fakta. Dalam hati Sandi bertekad untuk menjaga perasaannya agar tak terlalu dalam.

1
bunny kookie
top deh pokoknya 👍🏻💜💜
bunny kookie: bagus banget loh padahal kak,sat set loh cerita nya gk menye2 ,,
😭😭 apa yg sempat baca di paijo gk ikut kemari ya,ikut syedihh aku 😭😭😭
nabila anjani: Ka up lagi dong
total 3 replies
nabila anjani
Kak up lagi dong
Mareeta: udah aku up lagi ya
total 1 replies
bunny kookie
up lagi gak kak 😂
Mareeta: aku usahakan pagi ya kak
total 1 replies
bunny kookie
lanjut kak ☺
bunny kookie
nyampek sini aku kak thor ☺
Mareeta: terima kasih 😍 aku ingat dirimu pembaca setia karyaku
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!