NovelToon NovelToon
INDIGO

INDIGO

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Mata Batin / Hantu / Tumbal
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Lia Ap

Nadia ayu, seorang gadis yang bisa melihat 'mereka'

mereka yang biasa kalian sebut hantu, setan, jin, mahluk halus atau lain sebagai nya.


suara dari mereka, sentuhan bahkan hembusan nafas mereka, bisa di rasakan dengan jelas. Sejak mengalami kecelakaan itu, mengubah cara pandangannya terhadap dunia..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lia Ap, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16. Awal baru

Setelah sore itu, aku duduk di gazebo belakang rumah sembari mengapply lampiran kerja ke salah satu perusahaan yang kak Joan rekomendasi kan beberapa waktu lalu.

Tak butuh waktu lama, pihak perusahaan memintaku untuk interview secara online

Dengan mantap aku menjalani interview, di samping ku kak Joan juga sibuk dengan pekerjaan baru nya yang mulai terjun ke dunia forensik di salah satu rumah sakit kota bersama Gilang

Setelah laptop ku tutup, kak Joan menatapku dalam lalu meraih tanganku untuk di ganggam dan di kecup

"Besok kamu mulai kerja, sayang?"

"Ya, Nadia di terima di Peru horizon kak, perusahaan akuntansi yang kakak rekomendasiin kemarin" jawabku

Setelah aku menjawab, kak Joan tersenyum kecil, matanya berbinar seperti lega sekaligus bangga. Kami duduk bersebelahan di gazebo yang mulai diterangi lampu-lampu taman, angin sore membawa aroma bunga melati dari halaman.

"Kakak senang banget denger kamu akhirnya dapat kerjaan yang kamu mau," katanya sambil mengelus punggung tanganku. "Peru Horizon itu perusahaan bagus, kesempatan kamu belajar banyak di sana gede."

Aku menatapnya, tersenyum. "Ya… aku juga lega. Semoga suasananya nggak kaku-kaku amat ya, soalnya aku masih adaptasi."

Kak Joan tertawa kecil. "Kalau pun kaku, anggap aja latihan buat ngadepin dunia kerja yang sesungguhnya. Lagian… kakak kan selalu siap jadi tempat curhat."

Aku menatapnya lama, lalu bersandar di bahunya. "Kakak sendiri gimana? Dunia forensik kan beda jauh sama kerjaan kakak sebelumnya."

Dia menarik napas panjang. "Lumayan bikin pusing, tapi seru. Apalagi kerja bareng Gilang. Kadang kami sampai lembur cuma buat bongkar kasus lama. Tapi ya… ada kepuasan tersendiri pas satu-satu teka-teki terpecahkan."

Aku tersenyum mendengar nada semangatnya. "Kak Joan ini memang nggak bisa diem ya. Kerjaan selalu nyari yang menantang."

Dia mengangkat bahu sambil terkekeh. "Hidup tanpa tantangan itu membosankan, Nad."

Kami berdua terdiam sebentar, hanya mendengar suara serangga malam dari kebun. Lalu kak Joan memecah keheningan, menatapku dengan ekspresi hangat.

"Jadi… besok hari pertama kerja, harus kita rayain dulu malam ini nggak?" tanyanya menggoda.

Aku menoleh sambil menahan tawa. "Rayainnya kayak gimana, Kak?"

Dia pura-pura berpikir sejenak, lalu menatapku nakal. "Makan malam berdua, ngobrol santai… terus lihat bintang di sini. Nggak usah ribet, yang penting sama kamu."

Aku tersenyum lebar. "Setuju. Tapi kakak yang masak ya."

Kak Joan mendecak pura-pura kesal. "Hmm… baiklah, chef dadakan siap, tapi kamu harus bantu motong sayur."

Aku mengangguk sambil tertawa kecil, merasa hangat di hati. Malam itu pun terasa ringan, seolah besok hanyalah awal dari babak baru yang menyenangkan.

_______

Begitu malam makin larut, suara mobil kak Joan terdengar menjauh dari halaman. Sebelum berangkat, ia sempat menunduk memberi salam pada Mamah Melati, ibuku, dengan sopan seperti biasa.

"Titip Nadia ya, Mah. Besok pagi aku jemput buat berangkat kerja bareng," katanya sambil tersenyum.

Mamah Melati hanya mengangguk santai, “Hati-hati di jalan, Joan. Jangan ngebut.”

Setelah itu, rumah kembali sunyi. Aku berjalan menaiki tangga ke lantai dua, sedikit lelah setelah seharian sibuk. Begitu membuka pintu kamar, suasana terasa… lain. Ada suara cekikikan pelan, agak cempreng, dari arah balkon.

"Nad… Nad… sini deh, angin malamnya enak banget!"

Aku mendengus, langsung tahu sumbernya. "Ningsih…"

Di balkon, Ningsih—si kuntilanak merah yang lebih kocak daripada menyeramkan—duduk selonjoran di kursi rotan. Rambut panjangnya menjuntai hampir menyentuh lantai, kain merahnya berkibar kena angin malam. Di tangannya, entah bagaimana, ada segelas es teh manis lengkap dengan sedotan.

"Nad, kamu tau nggak? Duduk di sini tuh bikin rileks. Apalagi kalau sambil mikirin utang orang lain, hahaha!" canda Ningsih sambil menepuk-nepuk pahanya sendiri.

Aku berjalan ke arahnya, setengah malas. "Ningsih, kamu lagi-lagi nongol jam segini? Aku tuh besok harus bangun pagi. Hari pertama kerja, tahu nggak?"

Ningsih mendongak dengan mata bulat berbinar. "Oh iyaaa, kamu kerja di… apa tuh namanya? Peru Horizon? Yang katanya kantornya mewah banget? Wah, kamu bakal jadi pegawai kantoran beneran, Nad. Nanti kalo kamu sukses, jangan lupa traktir aku sate tuyul ya."

Aku menatapnya datar. "Sate… apa?"

Dia nyengir lebar, menampakkan giginya. "Becanda, becanda! Aku kan vegetarian sekarang. Eh, tapi serius… besok aku ikut kamu ke kantor deh, biar bisa bantuin kamu kalo ada yang rese."

Aku langsung menatapnya curiga. "Bantuin? Atau bikin kacau?"

Ningsih menahan tawa, menutup mulutnya dengan tangan. "Hehehe… dua-duanya mungkin."

Aku menepuk kening, setengah pasrah. "Ya ampun… kalau kamu ikut, jangan sampai ada yang lihat kamu. Aku nggak mau baru hari pertama udah viral karena ada 'penampakan' di kantor."

Ningsih terkekeh lagi, lalu menyandarkan kepalanya ke kursi. "Tenang aja, Nad. Aku bisa mode stealth kok. Cuma kadang suka bocor kalau aku bersin… hehehe."

Aku memutar bola mata. "Ya Tuhan…"

Suasana jadi terasa konyol, meski angin malam berhembus cukup dingin. Ningsih mulai bercerita tentang gosip dari rumah kosong di ujung jalan, sementara aku hanya bisa mendengarkan sambil menahan tawa dan geleng-geleng kepala.

___

Aku akhirnya menyerah, ikut duduk di kursi sebelah Ningsih. Angin malam berembus, bintang bertaburan, tapi suasana jauh dari hening karena Ningsih terus ngoceh.

"Nad, tau nggak… rumah kosong di ujung jalan katanya bakal ditempatin cowok ganteng. Tapi auranya aneh. Aku aja sampe merinding," katanya sambil menyeruput es tehnya dengan suara berisik.

Aku melirik malas. "Kuntilanak bisa merinding? Kamu tuh yang bikin orang merinding."

Dia langsung cengar-cengir. "Ya kan biar dramatis, biar kayak sinetron. Eh, kalau dia beneran pindah, aku mau nebeng Wi-Fi dia aja ah."

Aku hanya mendesah panjang, mencoba tidak ketawa. Ningsih lalu berdiri, melayang sedikit di udara—seperti biasa tanpa sadar bikin bulu kudukku merinding.

"Nad, aku bantuin kamu biar nggak telat besok. Jam lima aku bangunin kamu, dijamin melek!" katanya sambil mengedip.

Aku menyipit curiga. "Bangunin… atau nakutin?"

Dia nyengir. "Hehe… ya dua-duanya lah, biar efektif."

Kami berdua akhirnya terdiam, hanya suara jangkrik terdengar. Tanpa sadar aku bersandar di kursi, kelopak mata mulai berat. Ningsih masih ngoceh pelan tentang rencana dia jadi "asisten pribadi hantu" di kantor, tapi suaranya lama-lama memudar.

Sampai akhirnya aku terbangun karena teriakan kencang:

"NADIAAAA! BANGUUUNNN!!!"

Aku terlompat dari kasur (entah kapan aku pindah dari balkon), jantung hampir copot. Di atas kepalaku, Ningsih melayang sambil membawa… alarm jadul berbunyi keras.

"Selamat pagi, calon pegawai kantoran! Cepet mandi, ntar telat, loh!" katanya sambil ngakak.

Aku menatapnya dengan wajah setengah frustasi. "Ningsiiihh… sumpah kalau aku kena serangan jantung, kamu yang tanggung jawab!"

Dia hanya berputar-putar di udara sambil ketawa. "Tenang aja, Nad. Hari pertama kamu bakal seru banget… soalnya aku ikut!"

Aku menepuk wajah. "Ya Tuhan… kantor Peru Horizon nggak siap sama ini."

1
Afiq Danial Mohamad Azmir
Wahhh!!
Alexander
Nggak kebayang ada kelanjutannya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!