Dean Benicio dan Janella Winkler adalah sepasang suami istri yang saling mencintai.
Karena sebuah penyerangan, Jane yang tengah hamil besar harus berpisah dengan Dean. Tak lama kemudian sebuah kabar membuat Jane hampir kehilangan anak-anak yang dikandungnya. Dean dikabarkan meninggal, Rex sang asisten pribadi pun juga tidak kabarnya.
5 tahun berlalu, Jane bersama anak kembarnya datang kembali ke kota tempatnya dulu tinggal. Jane ingin mengenalkan kenangan Dean kepada Ethan dan Emma.
Tapi saat sedang berada di taman, Jane melihat Dean yang sang duduk di sana. Jane menggandeng kedua anak kembarnya berlari menghampiri Dean. Jane langsung memeluk Dean tapi sebuah kalimat membuat Jane tersentak.
" Kamu siapa?"
Bukan hanya itu yang membuat Jane terkejut, datangnya seorang wanita dan anak kecil yang memanggil ayah pada Dean semakin membuat Jane bingung.
" Jika itu adalah Daddy kita maka tidak ada yang boleh memanggilnya ayah," ucap Emma dan Ethan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak Kembar 16
Eliz masuk ke dalam ruang rawat Dean, wajah Dean terlihat begitu pucat. Dan Eliz semakin merasa sedih dengan keadaan Dean yang semakin lemah. Entah dengan apa Dean membuat wajahnya begitu menyedihkan dan pucat, tapi yang jelas Eliz merasa sangat sedih melihatnya. Tidak banyak kata yang bisa menjelaskan perasaannya saat ini.
" Sayang," panggil Eliz. Dean kemudian membuka matanya. Ia melihat Eliz dengan penuh kesenduan.
" Ooh, kamu. Ada apa, mengapa wajah cantikmu menjadi lusuh begitu. Siapa yang berani melakukannya hah!" ucap Dean dengan nada sedikit marah.
" Aku tidak apa-apa. Aku hanya sedikit lelah. Dean, tadi ... tadi dr. Arthur bicara kepada ku soal kesehatanmu. Kata dia ~"
Eliz menghentikan ucapannya, ia sungguh tidak tega ingin menyampaikan apa yang dikatakan oleh Dokter Arthur. Tapi semua ini jelas harus diberitahukan kepada Dean. Eliz sungguh merasa bersalah, semua yang terjadi pada Dean juga ada dia yang ikut andil. Andai saja dia tidak meminta Arthur untuk menghambat kerja otak Dean agar ingatannya tidak pulih, maka Dean tidak akan mengalami sakit yang seperti ini.
" Dokter Arthur bicara apa Eliz?" tanya Dean penasaran.
" Soal tumor yang bersarang di kepalamu Dean, itu harus segera dioperasi."
" Apakah begitu, ya sudah mari kita lakukan. Aku ingin segera benda laknat itu pergi dari kepalaku. Rasanya sungguh sakit dan menyiksa. Aku ... aku ingin segera bisa merasa bebas dari rasa sakit ini."
Eliz tergugu, dia tidak menyangka bahwa Dean amat sangat kesakitan dengan penyakit yang dideritanya. Melihat Dean yang begitu bersemangat itu membuat hati Eliz malah merasa semakin sakit.
" Tapi Dean, kata Dokter Arthur tingkat keberhasilannya hanya 30%," ucap Eliza ragu. Dia sebenarnya tidak ingin Dean dioperasi.
Greb
Dean bangkit dari posisi tidurnya. Ia langsung meraih tangan Eliz dan menggenggamnya dengan erat. Mata Dean menatap Eliz dengan begitu lembut. Di sana Dean seakan sedang menaruh harapan besar.
" Eliz, berapapun persentase keberhasilannya aku tetap akan melakukannya. Meskipun itu hanya 1% pun aku tetap ingin melakukannya. Eliz, aku ingin sembuh. Aku ingin jadi suami dan ayah yang berguna untuk mu dan Bobby. Aku juga ingin menjadi menantu yang berdedikasi untuk ayah mertua."
" Haaah, baiklah. Jika itu sudah menjadi keputusanmu maka aku akan menyetujui operasi ini. Walaupun sebenarnya aku tidak setuju tapi bagaimanapun juga ini adalah tubuhmu, kamu punya hak untuk memutuskannya. Aku akan pergi ke bagian administrasi untuk menandatangi surat persetujuan."
Eliz buru-buru pergi ke luar kamar rawat. Sesampainya di depan Eliz menangis tergugu. Ia sungguh tidak menyangka akan berada di titik ini. Menyetujui Dean menuju ke gerbang kematian. Meskipun mati dan hidup itu adalah rahasia Tuhan, tapi siapa yang tidak resah saat mengetahui bahwa kesempatan berhasil dalam operasi ini hanya 30%.
" Jika itu memang maumu, maka aku pun tidak bisa membujuk lagi," gumam Eliz sambil berjalan menuju ke ruang bagian administrasi.
" Anda sungguh hebat Tuan Dean, bisa berlakon sebegitu baiknya. Anda layak mendapatkan penghargaan aktor terbaik," cibir dr. Arthur. Ternyata Arthur dari tadi mendengarkan pembicaraan Dean dan Eliz. Bukan menguping tapi dia harus memastikan bahwa Eliz benar-benar percaya dengan ucapannya dan menyampaikan kepada Dean.
" Terimakasih atas pujian Anda, dokter. Kini hanya tinggal melakukannya pasca operasi. Minta semua yang terlibat untuk jaga rahasia. Aku pasti akan membayar mahal mereka semua."
" Anda tidak perlu melakukan semua itu Tuan Dean, biarlah ini menjadi urusan saya nantinya."
Dean hanya mengangguk, paling tidak setengah dari rencananya sudah berhasil. Kini tinggal membuat dirinya seakan mati selama beberapa saat agar meyakinkan. Dan inilah yang belum ada jalan keluarnya. Jika hanya menahan nafas tentu dia masih bisa, tapi bagaimana dengan denyut nadi dan jantung. Ini akan sedikit sulit.
Mengetahui Eliz keluar dari rumah sakit karena harus pulang ke mansion lebih dulu, maka Dean menggunakan kesempatan ini untuk berjalan-jalan di sekitaran rumah sakit. Ia sedang mencari cara bagaimana untuk melakukan rencana selanjutnya. Bagaimanapun dia saat ini adalah orang awam biasa yang tidak punya sumber daya apapun.
Dean memilih duduk di sebuah bangku taman, dia menikmati senja di bawah salju yang mulai turun. Dean mengeratkan mantelnya. Ia tiba-tiba meneteskan air mata, seakan ada sesuatu yang dia ingat. Tapi apa itu dia sendiri tidak tahu.
" Rasa ini lagi, rasa nya nyaman dan bahagia. Tapi aku malah meneteskan air mata."
Dean kembali termenung memikirkan apa yang harus dia lakukan nanti. Keluar dari ruang operasi berarti dia dianggap sebagai sudah mati. Maka dari itu ia harus berpikir keras.
Pluk
" Tuan Dean?"
" Kamu siapa? Apa kamu mengenalku?"
TBC
ilang ingatan dll
semoga sukses selalu