Menjadi anak haram bukanlah kemauan Melia, jika dia bisa memilih takdir, mungkin akan lebih memilih hidup dalam keluarga yang utuh tanpa masalah.
Melia Zain, karena kebaikan hatinya menolong seseorang di satu malam membuat dirinya kehilangan kesucian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Kevin diajak oleh Sintia masuk ke dalam kamar rawat. Lyn kesal, ia ingin tau siapa laki-laki itu, berusaha menerobos masuk melewati pengawal. Sayangnya ia masih gagal. Berfikir untuk menemukan cara agar bisa masuk.
"Minggir, aku mau lewat." Lyn masih tak menyerah.
"Maaf nyonya, anda tidak boleh masuk. Harap jangan mempersulit pekerjaan kami."
"Kalian ini siapa berani melarangku, sudah ku bilang jika aku kepala rumah sakit Pusat Medika. Tidak ada satupun yang boleh membantah." kecam Lyn dengan menyombongkan statusnya.
"Maaf nyonya, lebih baik pergi sebelum kami benar-benar menyeret anda."
"Sialan, apa kamu pikir saya takut? Apa kamu berani melakukan ini, kamu tidak tau sedang berhadapan dengan siapa? Kamu sudah menyinggung nyonya Lyn Bramamtyo." ucap Lyn dengan emosi dan teriak.
"Tuan muda Louis, bagaimana dengan perempuan ini?" tanya seorang pengawal kepada Kevin yangs saat ini berada di dalam ruangan bersama Sintia, ibu dari Melia.
Kevin hanya menampilkan ekspresi datar, sementara Lyn yang mendengar pengawal memanggil laki-laki tampan dengan sebutan Tuan muda Louis pun terdiam. Tiba-tiba ia teringat akan pemilik asli rumah sakit ini, Lyn tak mampu berkata-kata dan akhirnya memilih patuh saat pengawal menyeretnya agar pergi dari tempat itu.
"Sial jadi keluarga Louis yang berhubungan dengannya, hebat sekali dia?" batin Lyn dengan wajah menunduk menahan malu.
Sintia mengajak Kevin masuk, dengan senyum Kevin mengiyakan.
Dirinya mengikuti langkah Sintia yang pelan.
"Tidur saja tante," ujar Kevin.
"Oh ya, siapa namamu?" tanya Sintia tersenyum, ini pertama kalinya mereka bertemu. Meskipun sebelumnya, pernah mengobrol di panggilan ponsel.
"Reyhan Louis, tante!" jawab Kevin yang tak ingin menyebutkan nama depannya.
Kevin jarang berinteraksi dengan seseorang, tiba-tiba suasana menjadi canggung. Ia tak tau hal apa yang harus ia bicarakan, kemudian memutar otak berfikir untuk mencari topik apa yang akan ia bicarakan dengan ibu dari gadis itu.
Seorang perawat masuk bersama dokter Revan. Dahi dokter Revan mengernyit melihat siapa yang saat ini sedang bersama dengan ibu Melia. Namun, dalam hati berfikir jikalau itu bukan urusan dia. Selagi tidak menjadi masalah lebih baik tidak mengatakannya kepada Melia.
"Selamat siang bu Sintia, biar saya periksa sebentar," ucap dokter Revan sopan. Kevin pun memberi ruang kepada dokter Revan untuk memeriksa wanita peruh baya di hadapannya saat ini.
"Kondisi sudah lebih stabil ya, bu. Banyak istirahat, dan tetap tidak boleh dalam tekanan berat." pesan Revan sebelum pamit undur diri.
Kevin memperhatikan punggung tegap dokter Revan hingga menghilang. Tak ada yang mengenali dirinya disini. Namun, itu bukan hal yang penting saat ini ia sedang berfikir topik apa yang akan ia bicarakan dengan tante Sintia.
"Oh, ya tante. Anak tante belum kesini?" Kevin celingukan, menatap sekeliling ruangan yang tampak sepi tak ada orang. Seolah memang hanya ada Ibu wanita itu sendiri dan pengawal yang ia perintahkan berjaga.
"Oh, Melia. Iya, biasanya jam segini masih tidur?"
Masih tidur, dia masih tidur disaat ibunya sedang sakit dan di rawat di rumah sakit? Batin Kevin.
Ia terdiam beberapa saat hingga suara Sintia membuyarkannya, "Dia bekerja sepanjang malam, dan setelahnya ia tidur sampai siang baru datang ke sini untuk menjenguk." jelas Sintia yang seolah tau Kevin sedang memikirkan sesuatu, tampak sekali yang langsung terdiam saat tahu Melia masih tidur fi waktu sesiang ini.
Sintia tak ingin, jika Kevin beranggapan buruk tentang Melia.
"Jadi dia masih melakukan pekerjaan memalukan itu," batin Kevin yang terus terdiam dengan fikiran berkecamuk.
Apa yang seorang laki-laki fikirkan jika seorang perempuan bekerja semalaman?
Mungkin itu yang ada dalam fikiran Kevin. Sintia yang melihat Kevin terdiam, berfikir jika pemuda di depannya saat ini tengah serius mendengarkan ceritanya.
"Melia dia anak yang keras kepala, tapi rajin bekerja dan sangat menyayangi saya." puji Sintia.
"Ck! Pekerja keras, pekerja keras apa jika semalaman bekerja di bar bersama banyak laki-laki?" batin Kevin sembari tersenyum remeh. Namun, senyum itu tak ia perlihatkan kepada ibu Melia.
"Dia satu-satunya anak semata sayang saya, Rey. Tante harap kamu bisa menjaga dan merawatnya," pinta Sintia, menatap Kevin. Berharap jikalau Kevin adalah pria yang tepat untuk anaknya.
Kevin merasa jika ia berutang budi dengan Melia, ia pun mengangguk dan berjanji akan merawat Melia.
"Saya janji, tante," ucap Kevin akhirnya.
"Oh ya boleh saya tanya sesuatu, tante?"
"Boleh, kamu mau tanya apa?"
"Apakah Melia anak haram?" tanya Kevin yang berhasil membuat Sintia terdiam. Bahkan sama sekali tak menjawab pertanyaan yang terlontar dari bibir Kevin.
"Tante?" panggil Kevin lagi, namun Sintia hanya terdiam. Enggan menjawab bahkan saat Kevin pamit, Sintia hanya mengangguk.
"Huh, sepertinya aku salah situasi." gumam Kevin kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar rawat Sintia.
Pengawal tak tahu apa yang tadi dibicarakan oleh tuan muda Louis dan ibu dari Melia. Yang mereka tau dua orang itu sedang berbincang di dalam dan pengawal melihat jika Sintia terdiam sejak Tuan muda Louis pergi.
***
Esoknya, Melia bangun tidur pagi-pagi sekali. Dengan wajah secerah mentari, ia bangkit membersihkan diri.
Hari ini ia akan pergi ke pasar berbelanja beberapa bahan makanan untuk di masak. Hya, semalam Melia mendapatkan gaji dan gaji itu lumayan banyak terlebih ia mendapatkan bonus.
Dengan semangat 45 dia menganti pakaiannya dengan setelan simple dan blouse. Namun, ia masih terlihat tomboy meski wajahnya imut jika tanpa make up tebal.
"Lebih baik berangkat sekarang," ucap Melia kemudian bergegas meraih kunci motor dan melesat guna segera sampai di pasar.
Melia membeli beberapa bahan masakan seperti Ikan, ayam dan sayur.
"Huh akhirnya," ucapnya tersenyum menenteng tas kresek yang berisi belanjaannya.
"Aku akan memasak spesial untuk ibu, dan menjenguknya kali ini. Hyuhhh aku tak sabar untuk segera sampai di rumah sakit dan memberi kejutan.
Melia kembali melesatkan motornya pulang ke rumah.
Sampai di rumah, Melia langsung menuju dapur. Memotong beberapa sayuran yang akan ia masak, mencucinya lalu mengeksekusi.
"Harumnyaaa," Selain jago bela diri, Melia juga sangat jago masak, hanya saja terkadang terkendala oleh rasa malas karena mengantuk.
Sambil bersiul ia mencicipi masakan hasil buatannya, "Sempurna, benar-benar calon istri idaman." pujinya pada diri sendiri.
Melia kembali membersihkan diri dan memoles tipis wajahnya.
"Ibu, maafin Mel yang belum bisa menyenangkan hati ibu dengan hal-hal yang lebih. Melia janji akan terus berusaha membuat ibu bahagia." gumam Melia seraya memasukkan makanan dan menatanya di dalam termos bekal. Ia tersenyum puas dengan hasil masakan tangannya.
"Semoga ibu suka, dan tak marah lagi." dengan wajah berseri-seri ia berangkat menuju rumah sakit. Namun, terkejut saat mendapati di dalam kamar rawat ibunya tidak ada.
"Apa jangan-jangan ibu kabur dari rumah sakit?" pikir Melia.
menikah Dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan Mampir
tp kasian deh sama Mel.. pasti dia takut ibunya kecewa karena tidak perawan lagi
Menikah dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan mampir