"Aku tidak bisa mencintainya, karena sejak awal hatiku tidak memilihnya. Semua berjalan karena paksaan, surat wasiat ayah, janji ayah yang harus aku penuhi."
"Semua yang terjadi bukan atas kemaunku sendiri!"
"Dengarkan aku, Roselyn... hanya kamu yang mampu membuatku merasakan cinta."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qireikharisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Nyatakan Perasaan.
Seperti biasa, Jayden keluar dari parkiran kampus dengan langkah tenang penuh wibawa, berjalan menuju kelas. Namun seketika langkahnya terhenti, tatapannya membeku ke arah gerbang kampus. tubuhnya sedikit menegang, rahangnya mengeras bersamaan dengan amarah yang menyeruak dalam hatinya.
Di sana, terlihat jelas Roselyn sedang dipeluk sekejap oleh laki-laki, mahasiswa fakultas lain. setelah pelukan itu terlepas, keduanya masih mengobrol akrab, bahkan tertawa bersama, senyum Roselyn yang lembut dengan tertawa begitu nyaman membuat hati Jayden cemburu. Baginya, Roselyn tampak jauh lebih dekat dengan mahasiswa itu dibandingkan dengan mahasiswa lain yang pernah ia lihat sebelumnya.
Sedangkan di sekelilingnya, beberapa mahasiswi berbisik-bisik, berdecak kagum melontarkan kata menggoda sambil mencuri pandang ke arahnya. Namun, Jayden sama sekali tak peduli. Pandangannya terkunci pada Roselyn dan mahasiswa laki-laki itu.
"Lyn, ini untuk kamu," ucap laki-laki itu memberikan sebuah goodie bag padanya.
Roselyn tersenyum senang. "Ka Andreas, terima kasih ya, oleh-olehnya," ucapnya hangat sebelum akhirnya berpamitan.
Sementara itu, Jayden masih berdiri mematung, hatinya diguncang rasa cemburu yang tak bisa ia kendalikan. Ia berjalan cepat mengikuti langkah Roselyn.
"Pagi-pagi sudah dipeluk, senang ya?" sindirnya, membuat Roselyn terperanjat dan menghentikan langkahnya lalu menolehkan pandangannya ke belakang.
"P-Pak Jayden?" ucapnya gugup, pipinya bersemu merah malu, mendengar perkataan sang dosen.
"Siapa dia? Beraninya peluk kamu?" Suaranya datar.
Roselyn merasa menjadi pusat perhatian saat berbicara berdua dengan dosen itu, tanpa menjawab ia segera melangkah cepat meninggalkan Jayden yang berdiri tenang tanpa ekspresi.
"Kenapa sih dosen itu? Gak jelas banget merhatiin aku terus!" umpatnya kesal, Roselyn buru-buru masuk kelas, tanpa menoleh ke belakang.
"Lyn, kenapa wajahmu merona begitu?" tanya Fifi penasaran. Roselyn refleks memegang pipinya lalu menggelengkan kepalanya, "aku habis lari takut telat," elaknya cepat, lalu mengalihkan pembicaraan.
"Itu apa Lyn," tanya Clara melirik tote bag yang masih di genggamnya.
"Oh, ini dari kak, Andreas. Dia sudah pulang KKN, memberiku oleh-oleh ini. Kalian mau?" tawar Roselyn sambil tersenyum menutupi kegugupannya.
Tak lama, seorang mahasiswa masuk ke dalam kelas, memanggil namanya.
"Roselyn, diminta ke ruang dosen. Pak Jayden manggil tuh."
Jantung Roselyn kembali berdegup kencang, ada perasaan takut. Fifi dan Clara saling pandang penasaran. "Ada apa, Lyn? Kok dipanggil Pak Jayden?" tanya Fifi.
Reina dan Alisya sedang memperhatikannya, sedangkan Clara sedang sibuk makan kue yang baru saja Roselyn bawa.
"Oh, mungkin soal tugasku. Aku belum simpan di mejanya," jawab Roselyn cepat, pura-pura tenang.
"Aku anter ya," kata Alisya.
"Aku juga ikut," timpal Fifi sambil terkekeh, Reina pun ikut berdiri sedangkan Clara sibuk membersihkan sisa makanan yang terjatuh di mejanya.
Mereka berempat menuju ruang dosen. Pintu ruangan Dosen sudah terbuka, Jayden duduk tenang sendirian di dalam ruangannya.
"Saya hanya memanggil Roselyn. Tugasnya ada yang keliru," ucapnya datar. Fifi dan Clara saling tatap, lalu tertawa kecil.
"Kalian kembali ke kelas," perintah Jayden dingin.
"Aku duluan ya, Lyn, yang penting udah anterin kamu," ujar Fifi. Reina dan Alisya mengangguk mereka bertiga langsung pergi menuju kelas. Jayden langsung menutup pintu.
Roselyn berdecak sebal, menghindari tatapan sang dosen yang dingin dan tajam menatap ke arahnya.
"Dia siapa? Berani memeluk kamu tadi," tanya Jayden datar dan tenang.
Roselyn terkejut. "Maksud bapak apa? Bukannya aku dipanggil karena tugas?" Ia menundukan kepalanya menghindari tatapan itu.
"Tugasmu tidak ada yang keliru. Saya hanya ingin jawaban darimu, karena tadi kamu mengabaikan pertanyaan saya," Lanjutnya.
"Kenapa Pak Jayden ingin tahu urusan pribadiku? Kemarin bapak tiba-tiba maksa aku masuk mobil. Apa masalahnya?" tanya Roselyn hati-hati, menutupi rasa gugupnya.
Jayden tetap tenang. "Kenapa kamu menyuruh saya jawab, sementara kamu sendiri tidak menjawab pertanyaan saya?"
Roselyn menghela napas panjang. "Ih, nyebelin!" umpatnya. Ia berbalik ke arah pintu. "Saya kembali ke kelas. Sepertinya bapak butuh waktu sendirian."
Namun sebelum sempat menyentuh gagang pintu, Jayden menarik lengannya. "Saya butuh kamu."
Roselyn mematung, jantungnya kembali berdebar cepat. "Apa sih Pak? Gak jelas banget!"
"Dia pacar kamu, bukan?" desaknya.
"Jika ya, apa itu penting bagi Pak Jayden?" jawabnya menekankan.
"Kamu tidak boleh punya pacar!" tegas Jayden.
Roselyn terbelalak. "Benar-benar aneh!" gerutunya, hendak pergi lagi. Namun tangannya kembali dicekal, cukup lama.
"Roselyn. Saya suka kamu," ucapnya datar.
Tubuh Roselyn gemetar. Dadanya berdegup tak karuan, bibirnya tak mampu mengeluarkan kata. Ia segera menarik tangannya dan meninggalkan ruangan.
Jayden hanya menatap kepergiannya, ia tetap tenang seolah tanpa rasa bersalah telah menyatakan perasaannya pada mahasiswi itu.
Sementara di luar, langkah Roselyn goyah. Perkataannya Jayden terus bergema di kepalanya, membuat dirinya tak nyaman. Ia memutuskan untuk tidak langsung masuk kelas. Ia duduk di taman, sementara menenangkan dirinya sendiri.
Meskipun ada ketertarikan pada Jayden. Namun bagi Roselyn sangat aneh jika harus memiliki hubungan spesial dengan seorang dosen.
Ponselnya tiba-tiba bergetar. Sebuah pesan masuk terlihat, Ia membuka isi pesan itu.
"Saya tidak menerima penolakan, Roselyn."
-----
Jayden sudah berada di dalam kelas menjelaskan materi pembelajaran, ia sempat terhenti menatap lekat ke arah Roselyn yang baru saja berjalan masuk dengan tenang menuju tempat duduknya kedatangannya mengundang perhatian teman-temannya.
"Kamu darimana saja Lyn?" bisik Clara.
"Aku habis dari klinik, minta obat."
"Kamu sakit?"
"Biasa, datang bulan." jawabnya santai seolah tidak ada yang terjadi.
Jayden masih memperhatikannya, tanpa banyak bertanya, ia terus menjelaskan materinya.
"Saya akan mengetes kemampuan Bahasa Prancis kalian!" Mendengar perkataan itu para mahasiswa langsung terkejut.
"Matèriel d'expression orale en Françise," lanjutnya dalam bahasa Prancis.
"Aduh aku degdegan, Lyn. Aku ngerasa belum lancar ngomong bahasa Prancisnya," celetuk Fifi cemas mengerucutkan bibirnya.
"Tenang aja, Fi. Lagian sebentar lagi sidang proposal. Kamu harus latihan dari sekarang," Jawab Roselyn
"Saya mulai dari Davian. Sini kamu maju." Suara riuh terdengar dari mahasiswa lain, beberapa di antaranya merasa belum fasih dan Mereka panik.
"Diam. Kalian boleh berlatih bersama teman berpasangan, sebelum saya panggil."
Para mahasiswa mulai sibuk berlatih. Fifi mendekat pada Roselyn dengan cukup gemetar, "Lyn kamu yang paling lancar. Bantu aku yah." Pintanya.
Roselyn mengangguk dan mulai mengajaknya berbicara dalam bahasa Francis. Satu persatu mahasiswa dipanggil. Reina tampil percaya diri lalu susul Clara yang di panggil.
"Lyn, kamu tumben belum di panggil," ujar Fifi. Hingga akhirnya, nama Roselyn pun disebut.
Roselyn beranjak dari tempat duduknya, debaran jantungnya berpacu cepat namun ia berusaha setenang mungkin. Fifi dan teman yang lainnya kembali sibuk berlatih.
Roselyn duduk tepat berhadapan dengan Jayden. Ia tersenyum tipis, tatapan matanya tajam menatap Roselyn membuatnya sedikit menunduk tak berani beradu pandang.
"Kamu sudah memikirkannya, Roselyn?" Bisik Jayden, sehingga membuat Roselyn terbelalak. Ia langsung tak nyaman, meskipun hatinya tertarik.
Ia hanya saja tidak ingin membuat kehebohan di kampus dengan memiliki hubungan spesial dengan Jayden.
"Monsieur Jayden. M-maaf aku nggak bisa," ucapnya pelan dan gugup.
Wajah Jayden berubah, matanya tajam menatap Roselyn, " Kenapa?, tanyanya tanpa emosi.
"Aku gak nyaman dan gak mau jadi pusat perhatian para mahasiswa yang lain. "Monsieur mengerti kan? Maksudku?" ucap Roselyn hati-hati, agar tidak menimbulkan keributan. Jayden mengangguk sekilas. "Saya akan merahasiakannya Roselyn.
Jayden perlahan menyentuh tangan Roselyn di atas meja, seketika membuat jantung Roselyn semakin berdebar tak karuan, ia melepaskan cekalan itu dengan cepat, berusaha tenang agar tidak menimbulkan perhatian teman-temannya.
"Jika kamu tak nyaman di sini, boleh kita bertemu di luar?" ujarnya penuh harap.
Roselyn terdiam sesaat.
"Saya tidak perlu mengetes kamu, Saya sudah cukup tahu kemampuanmu." Lanjut Jayden. "Saya akan menunggumu, sepulang nanti."
Roselyn menelan ludahnya, lalu beranjak dari tempat duduknya, hati Roselyn sedang berkecamuk, antara logika yang ingin menjauh dan hasrat ingin menerima perasaan dari sang dosen.
Lanjut Part 8》