Sebuah perjodohan tanpa cinta, membuat Rosalina harus menelan pil pahit, karena ia sama sekali tidak dihargai oleh suaminya.
Belum lagi ia harus mendapat desakan dari Ibu mertuanya, yang menginginkan agar dirinya cepat hamil.
Disaat itu pula, ia malah menemukan sebuah fakta, jika suaminya itu memiliki wanita idaman lain.
Yang membuat suaminya tidak pernah menyentuhnya sekalipun, bahkan diusia pernikahan mereka yang sudah berjalan satu tahun.
Akankah Rosalina sanggup mempertahankan rumah tangganya dengan sang suami, atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilma Naura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian yang tak disengaja.
Rosalina berdiri tegak dengan koper yang sudah ia tarik keluar dari kamarnya. Suasana ruang tamu juga masih menyisakan ketegangan yang begitu pekat.
Nafasnya terasa berat, dadanya juga terlihat naik turun karena nafasnya yang sudah tidak beraturan, namun meskipun begitu, tatapannya tetap mantap menatap ke arah suami, dan juga Ibu mertuanya.
Saat ini Rosalina benar-benar sudah lelah, dengan semua rasa takut, dan juga air mata yang telah ia tumpahkan selama hidup berumah tangga dengan Handrian.
Sehingga, dengan suara yang jelas ia pun menjawab pertanyaan Handrian yang baru saja mencekal pergelangan tangannya.
"Aku mau pergi, Mas," ucap Rosalina tegas.
"Aku tidak akan bertahan lagi di rumah ini. Dan besok, aku juga akan langsung mengurus perceraian kita. Karena aku sudah tidak ingin lagi menjalani pernikahan yang seperti ini."
Kata-kata itu meluncur deras seperti air bah yang mengalir, membuat dada Handrian terasa begitu sesak.
Pria itu pun menjadi mematung sejenak, sementara di sisi lain, Bu Norma justru memperlihatkan wajah yang sumringah.
"Akhirnya!" seru Bu Norma sambil menepuk tangannya pelan.
Senyum pun melebar dari bibirnya yang bergetar, karena menahan rasa puas yang selama ini ia idam-idamkan.
"Bagus! Itu adalah keputusan yang tepat, Lina. Kamu memang harus pergi dari rumah ini. karena sejak awal, kamu itu memang tidak pantas berada disini, apalagi menjadi istrinya Handrian!"
Rosalina sudah tidak lagi memperdulikan ejekan dari mertuanya itu. Karena saat ini ia hanya fokus pada langkahnya yang sejak tadi telah ia tentukan.
Namun, saat ia mencoba mengangkat kopernya kembali, tiba-tiba saja koper itu terlempar menjauh karena tendangan keras yang berasal dari Handrian.
"Mas!" teriak Rosalina, karena ia begitu terkejut melihat hal itu.
Suara koper yang menghantam lantai terdengar begitu keras, membuat semua orang menjadi terdiam.
Rosalina langsung menoleh ke arah suaminya dengan tatapan yang tidak percaya.
Sementara itu, Handrian sendiri terlihat berdiri dengan wajah tegang, nafasnya tersengal-sengal dan sorot matanya penuh dengan ketakutan sekaligus rasa putus asa.
Lalu ia melangkah dengan cepat, seraya meraih lengan Rosalina dan mecengkeramnya dengan cengkeraman yang lebih kuat.
"Jangan kamu berani mencoba-coba untuk meninggalkan aku, Lina!" seru Handrian, suaranya terdengar keras dan juga bergetar.
Rosalina berusaha melepaskan diri, namun kekuatan tangan Handrian itu, jauh lebih kuat dari tenaganya.
"Lepaskan aku, Mas! Aku sudah tidak sanggup lagi hidup denganmu!"
Mendengar perkataan yang terlontar dari mulut istrinya, Handrian menjadi berang, sehingga ia langsung menarik tubuh Rosalina ke arah kamar, dan menyeretnya dengan cara paksa.
Perlakuan dari suaminya itu, membuat Rosalina meronta-ronta, sambil berteriak dengan suara yang melengking penuh perlawanan.
"Mas, lepaskan aku! Aku bukan tawananmu! Aku istrimu, aku juga bukan boneka yang bisa kamu seret seenaknya seperti ini!"
Namun Handrian sama sekali tidak perduli dengan perkataan, dan juga jeritan yang keluar dari mulut istrinya itu.
Justru kini, ia semakin mempererat cengkeraman tangannya, dan berhasil menarik Rosalina masuk kedalam kamar.
Setelah itu ia pun menutup pintu kamar tersebut dengan begitu keras, lalu menatap kearah Rosalina dengan wajah yang terlihat kacau.
"Aku tidak akan membiarkanmu pergi, Lina. Tidak akan pernah!" katanya dengan teriakan yang penuh histeria.
Sementara itu dari luar kamar, Bu Norma yang tadinya bersorak senang, kini ikut melangkah mendekat kearah pintu.
Ia mencoba untuk mengulurkan tangannya dan hendak membuka pintu kamar, namun tiba-tiba saja... Handrian malah membentaknya dari dalam.
"BU! JANGAN IKUT CAMPUR!!!"
Suara bentakan putranya itu bergema begitu keras, yang membuat detak jantung Bu Norma seakan berhenti seketika.
Wanita paruh baya itu menjadi terpaku di tempatnya, dengan bola mata yang melebar tidak percaya.
Karena selama hidupnya, belum pernah sekalipun ia mendengar Handrian membentaknya seperti itu.
Kini tangan Bu Norma terlihat gemetar, tubuhnya terasa kaku dan sangat sulit untuk digerakkan. Begitu pula dengan bibirnya. Bibir Bu Norma kini terasa bergetar hebat, akibat menahan tangis.
"Ha-Handrian…" gumam Bu Norma dengan suara lirih, tubuhnya bahkan terlihat limbung karena menahan syok.
Sedangkan didalam kamar, keadaan kini semakin memanas. Rosalina terus berusaha melepaskan diri dan mendorong dada suaminya, bahkan ia juga beberapa kali memukul tangan Handrian, yang begitu kuat mencengkram lengannya.
"Mas! Kamu tidak bisa menahanku dengan cara seperti ini! Aku ini bukanlah wanita yang bisa kamu paksa sesuka hatimu, Mas! Kamu sama sekali tidak berhak memperlakukan aku seperti ini!"
Air mata Rosalina yang tadinya sudah habis, kini malah kembali mengalir dengan deras. Tapi kali ini bukan hanya luka batin yang ia rasakan, melainkan rasa takut juga hinggap, dan memenuhi relung hatinya.
Ia takut jika Handrian melakukan sesuatu terhadapnya.
Sedangkan Handrian yang sedang menatap kearahnya, merasakan fikirannya begitu kalut, sehingga ia semakin mempererat genggamannya. Lalu kembali berusaha menarik Rosalina ke dalam pelukan, meski saat ini perempuan itu terus memberontak melepaskan diri.
"Lina… aku mohon, jangan tinggalkan aku. Aku tidak bisa hidup tanpamu…" ucapnya dengan suara yang bergetar, dan hampir menangis.
Namun Rosalina justru semakin memberontak keras, dan ia hampir saja menggigit tangan lelaki itu, Tapi Handrian berhasil mencegahnya.
Disaat rasa geram dan kesal dihati Rosalina semakin memuncak, ia pun kembali melontarkan pertanyaan melalui mulutnya.
"Kalau memang Mas mencintaiku, kenapa selama ini Mas tidak pernah menunjukkan cinta itu padaku? Dan kenapa baru sekarang, Mas baru mengungkapkannya? Disaat aku ingin pergi, kamu baru menyatakan perasaan cintamu itu padaku, dan kamu juga menahanku dengan cara yang kasar seperti ini?! Lepaskan aku, Mas! Aku tidak mau!!!" Bentak Rosalina disela-sela tangisnya.
Rosalina terus mendorong tubuh Handrian dengan sekuat tenaga agar pria itu melepaskannya, namun yang terjadi sungguh diluar dugaan.
Karena dorongannya begitu kuat, sedangkan ia masih berada dalam pelukan Handrian, dorongan itu membuat Handrian kehilangan keseimbangan.
Dan dalam usahanya yang ingin mempertahankan istrinya itu, dengan tanpa sadar tangan Handrian malah terlepas secara kasar, dan tubuh Rosalina pun terdorong yang membuat wanita itu limbung ke belakang.
Dan tiba-tiba saja...
"BRUKK!!!"
Rosalina terjatuh dengan keras, sehingga kepalanya menghantam lantai dan menimbulkan suara yang begitu jelas.
"Aahhh…"
Hal itu membuat Rosalina mengerang pelan, dan bola matanya juga ikut berkunang-kunang.
Dalam seketika, tubuhnya pun menjadi lemah.
Melihat peristiwa yang terjadi dihadapannya saat itu, Handrian sontak terperanjat dan berteriak keras.
"Lina!!!"
Dengan cepat ia langsung berlutut disamping Rosalina, kemudian meraih istrinya itu kedalam pelukan.
Kini ia melihat dengan jelas, bahwa dari kening Rosalina saat itu telah keluar cairan merah yang mengalir deras.
Rosalina yang berada dalam pelukan Handrian, hanya berusaha mengangkat tangannya, dan menyentuh keningnya yang terasa perih, namun yang terjadi, tenaga yang ada ditubuhnya malah terasa hilang, dan berganti dengan rasa gemetar yang hebat.
"Ma…s…" suaranya nyaris tidak terdengar oleh telinga Handrian.
Handrian merasa panik bukan main. Ia langsung mengguncang tubuh istrinya yang terkulai didalam pelukannya itu.
"Lina! Ya Allah, Lina! Aku tidak bermaksud… aku benar-benar tidak sengaja!"
Disaat-saat seperti itu, pintu kamar pun mendadak terbuka dengan keras, Bu Norma langsung masuk dengan wajah yang terlihat pucat pasi.
Bola matanya langsung terbelalak saat melihat darah yang mengalir dari kening Rosalina.
"Ya ampun... Rosalina!!!" teriaknya histeris.
Ia langsung melangkah dengan cepat dan berjongkok di samping menantunya. Sementara tangannya mencoba menahan darah, dengan sapu tangan yang ia temukan disamping tempat tidur.
"Handrian! Apa yang sudah kamu lakukan?! Ya Allah… apa yang sudah kamu lakukan pada istrimu ini?!"
Handrian hanya menatap ibunya dengan wajah yang terasa semakin panik, matanya kini juga terlihat berkaca-kaca.
"Aku tidak sengaja, Bu… aku tidak sengaja… aku hanya ingin menahannya… aku tidak mau dia pergi… Tapi..."
Bu Norma memelototkan bola matanya kearah Handrian, tubuhnya pun menjadi gemetar hebat.
"Kamu bodoh, Handrian! Kamu hampir membunuh istrimu sendiri! Cepat, sekarang kita bawa dia ke rumah sakit!"
Tanpa menunggu lama lagi, Handrian langsung mengangkat tubuh Rosalina yang terlihat semakin lemah.
Sementara darah masih mengalir dari kening Rosalina, membuat baju Handrian menjadi basah dengan darah itu.
Namun Handrian sudah tidak perduli lagi. Ia mulai berjalan dengan langkah tergesa-gesa, untuk membawa Rosalina keluar dari kamar.
"Lina, bertahanlah! Tolong bertahanlah untukku… aku mohon…" bisiknya panik.
Sementara itu, Rosalina hanya mampu membuka matanya sedikit. Tatapannya sudah mengabur. Namun masih tersisa luka batin dibalik sorot matanya yang begitu lemah itu.
Bibirnya kini bergetar pelan, dan mengucapkan sebuah kata-kata yang kembali menusuk hati Handrian.
"Aku… hanya ingin… merasakan kebahagiaan Mas, meskipun tanpamu."
Dan setelah itu, kepalanya terkulai di dada Handrian, membuat pria itu berteriak histeris sambil berlari keluar rumah, menuju mobilnya.
Bersambung...